Koreri.com, Jayapura – Tokoh masyarakat (Tomas) Meepago, Yohan Zonggonau, mengatakan pengelolaan tambang Block Wabu Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya harus melibatkan masyarakat adat setempat selaku pemilik lahan.
Penegasan tersebut berkaitan dengan Surat Gubernur Papua tertanggal 24 Juli 2020 bernomor 540/11625/SET tentang Rekomendasi Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada Direktur Utama PT. Mining Industri Indonesia dan BUMN yang hendak menghadirkan PT. Antam di kawasan itu.
Zonggonau mengingatkan ekploitasi tambang seperti pengalaman buruk dulu di areal PT. Freeport, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika tidak boleh terulang di Block Wabu Hitadipa.
“Kami mau Negara dan Provinsi harus melalui tahapan, yaitu perusahaan terpilih bersama Pemerintah melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat dan harus ada perjanjian khusus dulu bersama masyarakat pemilik hak ulayat,” imbaunya dalam rilis yang diterima Koreri.com, Sabtu (3/10/2020).
Menurutnya, sesuai UU Minerba No. 4 Tahun 2009 Pasal 135 menyatakan sebelum pemegang IUPK melakukan eksplorasi wajib meminta izin kepada pemilik areal tanah atau pemegang hak atas tanah (pemilik Hak Ulayat).
Sementara dalam pasal 136 ayat (1) Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, Ayat (2), penyelesaian atas tanah sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK.
Dengan hadirnya perusahaan di wilayah Distrik Hitadipa Areal Wabu, Dawabu, Holomana, Yabu, Kemabu, Mendoga dan sekitarnya yang disebut dengan Block Wabu di Kabupaten Intan Jaya, maka tentu ada konsekuensinya.
“Konsekuensi jika saya (pemilik hak ulayat) melepas tanah adat yang bernilai ini, saya dapat apa dari hasil operasi yang akan dilakukan? Lantas saya, serta anak cucu ini akan berpindah di wilayah mana serta kompensasinya apa?” tanyanya.
Zonggonau juga berharap Pemerintah dan perusahaan ramah terhadap lingkungan dan mengikuti regulasi yang ada di negara ini dan Convensi ILO 169, dimana negara wajib hadir untuk kepentingan masyarakat adat dan hal itu wajib hukumnya.
“Kami menyampaikan kepada semua pihak baik Pemerintah Provinsi Papua, Pemda Intan Jaya, Pemerintah pusat serta calon perusahaan pemegang IUPK yang akan turun melakukan ekspolorasi dan eksploitasi, harus dengan perencanaan yang baik dengan membawa wibawa Negara bahwa negara hadir untuk masyarakat,” tandasnya.
Sebaliknya, tegas Zonggona, jika Negara tdak hadir untuk kepentingan masyarakat maka tentu masyarakat akan melakukan penolakan dan itu sudah terjadi dimana-mana.
“Yang terpenting saat ini harus duduk bersama baik tokoh masyarakat dan masyarakat adat di daerah lokasi tambang maka proses ekplorasi dan eksploitasi akan berjalan aman,” pungkasnya.
OZIE