Koreri.com,Manokwari– Secara umum, pada Maret 2021 persentase penduduk miskin di
Provinsi Papua Barat naik dibandingkan periode September 2020.
Secara % masuk termiskin ke-2 setelah Papua, tapi secara absolut penduduk miskin provinsi ini hanya sebesar 219,07 ribu jiwa jika dibandingkan dengan Jawa diatas 1 juta jiwa.
Indikatornya pendekatan basic needs aproach, ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, akan makanan dan bukan makanan yang diukur dari Garis Kemiskinan.
Jadi kalau seseorang yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan dibawa garis kemiskinan dia dikatakan MISKIN.
“GK kita tercatat 631.418 rupiah/bulan, jadi kategori Papua Barat sebagai provinsi termiskin kedua sudah lama sih, sejak terpisah dengan Papua ya, jadi bukan pada saat kepemimpinan Pak Gubernur Dominggus Mandacan ini saja kok,” tulis kepala BPS Papua Barat Maritje Pattiwaellapia menjawab konfirmasi media ini, Minggu (8/8/2021).
Ini membantah keras pernyataan politisi PDI Perjuangan Yosep Titirlolobi yang mengatakan selama kepemimpinan Dominggus Mandacan – Mohammad Lakotani gagal memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Sebetulnya lanjut Maritje menjelaskan, kalau dilihat perkembangan % penduduk miskin ada kecenderungan menurun sejak 10 tahun terakhir menurun sekitar 10% artinya kinerja pemda juga berdampak untuk menurunkan angka kemiskinan, namun karena pandemi Covid-19, kemiskinan tersebut meningkat lagi.
Dijelaskan bahwa antara periode September 2020 hingga Maret 2021 terjadi peningkatan tingkat kemiskinan di Papua Barat sebesar 0,14 persen poin, yaitu dari 21,70 persen menjadi 21,84 persen. Secara absolut, jumlah penduduk miskin juga mengalami kenaikan dari 215,22 ribu jiwa pada September 2020menjadi 219,07 ribu jiwa pada Maret 2021. Dengan kata lain secara jumlah terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di Papua Barat sebanyak 3,8 ribu jiwa pada periode tersebut.
Peningkatan kemiskinan terjadi di daerah perkotaan dan pedesaan, dimana persentase kemiskinan di daerah perkotaan naik sebesar 0,19 persen poin, dari 6,31 persen pada September 2020 menjadi 6,50 persen pada Maret 2021. Hal senada terjadi di daerah perdesaan, kemiskinan naik sebesar 0,20 persen poin, yaitu dari 33,20 persen menjadi 33,40 persen.
Sementara itu, Garis Kemiskinan (GK) pada periode Maret 2021 tercatat sebesar Rp.631.418,- per kapita per bulan jika dibandingkan dengan GK periode September 2020 yang sebesar Rp.616.387,- per kapita per bulan, terjadi kenaikan GK sebesar 2,44 persen.
Dikatakan Maritje bahwa peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2021, share komoditi makanan terhadap GK mencapai 75,29 persen. Sementara itu, komoditi bukan makanan menyumbang GK sebesar 24,71 persen. Dari 52 komoditas makanan pembangun GK, beras dan rokok kretek filter menjadi komoditas paling penting bagi penduduk miskin.
Pada Maret 2021 tercatat bahwa sumbangan komoditas beras terhadap GK mencapai 15,66 persen untuk daerah perkotaan dan 18,38 persen untuk daerah perdesaan. Sedangkan sumbangan komoditas rokok kretek filter sebesar 11,51 persen untuk daerah perkotaan dan 13,58 persen di daerah perdesaan.
Dari sisi indeks kedalaman (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2), tercatat bahwa pada Maret 2021 terjadi penurunan pada kedua dimensi tersebut. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) turun sebesar 0,576 poin; dari 6,068 pada September 2020 menjadi 5,492 pada Maret 2021.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan sebesar 0,450 poin; dari 2,412 menjadi 1,962 pada periode tersebut. tingkat ketimpangan yang diukur dari nilai Gini Ratio menunjukkan sedikit penurunan.
Mantan kepala BPS Provinsi NTT itu menambahkan, pada Maret 2021 terjadi penurunan Gini Ratio sebesar 0,002 poin menjadi 0,380 dibanding periode Maret 2020 (0,382). Sementara itu, dilihat dari distribusi pengeluaran menurut Bank Dunia, secara umum tingkat ketimpangan di Papua Barat termasuk dalam kategori sedang.
“Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Papua Barat pada periode September 2020 – Maret 2021 diantaranya adalah inflasi umum yang cukup tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, naiknya harga eceran beberapa komoditas pokok seperti cabai rawit, daun singkong, ikan teri, bawang putih, telur ayam ras, ikan kembung,” tambah kepala BPS Papua Barat ini.
KENN