as

Nilai Kasus RHP Diboncengi Kepentingan Politik 2024, Ini Pernyataan Tegas FAKPP

FAKPP Nilai KPK Kriminalisasi2
Forum Anti Kriminalisasi Pejabat Papua (FAKPP), ketika menyampaikan pernyataan sikap terkait kasus dugaan Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak di Jayapura, Kamis (21/7/2022) / Foto: Seo Balubun

Koreri.com, Jayapura – Forum Anti Kriminalisasi Pejabat Papua (FAKPP) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjelaskan kepada publik soal status hukum  Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak (RHP) yang sampai saat ini masih mengambang.

Ketua FAKPP Kalvin Penggu, menilai dalam kasus dugaan gratifikasi di Kabupaten Mamberamo Tengah diboncengi kepentingan politik tahun 2024 oleh oknum-oknum elit politik Papua yang ingin maju Pilgub 2024 mendatang.

“Pasalnya, sejumlah tokoh agama di Tanah Papua tanggal 13 Juli 2022 lalu telah datang ke kantor KPK dan Kantor Staf Kepresidenan (KSP), ternyata dugaan tersangka RHP tidak dimuat atau terdaftar nama tentang kasus gratifikasi/suap,” kata Kalvin Penggu saat memberikan keterangan pers didampingi Anggota Steven Semra, Okto Hesegem, Alexander Gobai dan Dolvinus Weya di Kota Jayapura, Kamis (21/7/2022).

Baca Juga: Soal Kasus RHP, Tokoh Agama Papua Beberkan Sejumlah Hal yang Dinilai Janggal

Baca Juga: Ingatkan Ini, Tokoh Agama Papua : KPK Jangan Jadi Komisi Pengamanan Kepentingan

Intelektual muda dari Mee Pago, Alexander Gobai, mengatakan KPK mempunyai kewajiban untuk penyampaian hal ini agar ada kepastian hukum soal kasus dugaan gratifikasi yang sudah menyeret Bupati Mamberamo Tengah secara transparan di publik.

“KPK seyogyanyalah memberikan pernyataan khusus, yang bisa menjelaskan kepada publik bahwa RHP tak bersalah. Karena faktanya sesuai website resmi KPK, ternyata RHP belum terdaftar sebagai tersangka,” jelas intelektual muda dari Mee Pago ini.

Untuk itu mensikapi maraknya pemberitaan di berbagai media massa lokal dan nasional terkait kasus dugaan gratifikasi/suap, yang menimpa RHP, maka FAKPP menyatakan sikap sebagai berikut.

  1. Kami meminta kepada KPK jangan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi dan penanganan kasus-kasus di Tanah Papua. Kami minta KPK harus transparan menjalankan tugas sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan Komisi Pengamanan Kepentingan elit politik.
  2. KPK telah membangun kebohongan publik terhadap pemberitaan/informasi tentang gratifikasi/suap pejabat publik atas nama RHP. Padahal, fakta di KPK dugaan tersangka RHP tidak dimuat/terdaftar nama tentang kasus gratifikasi /suap.
  3. Masyarakat akar rumput mencari keadilan meminta kepada KPK untuk segera mengeluarkan statemen tentang status RHP atas dugaan gratifikasi/suap.
  4. Kami Minta Polda Papua untuk tidak memainkan Isu tentang persoalan RHP. Karena KPK sampai saat ini belum ada fakta yang membuktikan RHP terdaftar sebagai tersangka.
  5. Kader elit politik Papua stop membangun isu untuk kepentingan Papua dengan mengorbankan RHP.

Kepastian Hukum

FAKPP Nilai KPK KriminalisasiSementara itu, Okto Hesegem mengatakan, pihaknya melihat kasus RHP ini betul-betul dipolitisir, karena kepentingan politik menuju Pilgub Papua 2024. Akhirnya RHP dikriminalisasi habis habisan.

“Kami melihat bukan hanya RHP saja yang  dikriminalisasi, tapi sejumlah pejabat Papua juga mengalami hal yang sama,” tukas dia.

Sebagai WNI yang berada dibawah bingkai NKRI, terangnya, pihaknya ingin KPK memberikan kepastian hukum terkait kasus RHP.

“Jadi negara jangan tebang pilih. Jangan ada indikasi kecurigaan dan lain-lain hingga upaya kriminalisasi pemimpin kami di Papua. Itu tak dibenarkan undang-undang manapun,” tegasnya.

Baca Juga: Ini Penyebab Warga Nusantara dan Pesisir Papua Tinggalkan Kobakma

Baca Juga: Jamin Situasi Aman, Bupati RHP Minta ASN Nusantara – Papua Pesisir Kembali Bertugas

Praduga tak Bersalah

Dolvinus Weya menyesali pemberitaan media massa yang menyampaikan hoax atau berita bohong. Apalagi  tanpa memperhatikan azas praduga tak bersalah (presumtion of inocence), pengadilan oleh pers atau trial by the press dan mengabaikan keseimbangan berita atau cover both side.

“Media massa menyampaikan keterangan hanya dari satu pihak saja dan mengesampingkan hak jawab dari keluarga dan pengacara hukum RHP,” katanya.

Oleh karena itu, ujarnya, pihaknya telah menginventarisir media massa tersebut, dan akan membuat pengaduan secara hukum.

Steven Semra menerangkan, pihak prihatin dengan pemberitaan media massa yang simpang-siur, yang seakan-akan menyatakan RHP telah melanggar hukum.

“Padahal media massa juga mestinya netral dan mengedepankan asas praduga tak bersalah bahwa seseorang dinyatakan bersalah, apabila sudah ada keputusan pengadian yang berkekuatan tetap,” tegasnya.

SEO