Sejak awal drama Sambo mencuat, beberapa teman dekat saya, teman penggiat media sosial, dan beberapa followers saya berpendapat bahwa drama sang Irjen akan menjadi bumerang untuk institusi kepolisian di negara ini, terutama terkait integritas.
Dari hal tersebut maka saya mulai melirik drama sang Irjen, membaca dan mendengar setiap perkembangan drama serta tak lupa pula melihat respon publik terhadap jalannya drama itu.
Respon publik sebenarnya yang jadi fokus saya, bagaimana kemudian psikologi publik digiring oleh berbagai macam pemberitaan media, pendapat para ahli dan komentar para pejabat publik sehingga berdampak terhadap integritas institusi Kepolisian Republik Indonesia.
Ada beberapa poin kemudian yang saya temukan.
Pertama, kemarahan yang bersifat berlebihan dan tidak terarah oleh publik yaitu dengan mengeneralisir bahwa drama sang Irjen adalah bagian dari drama institusi dimana dia mengabdi.
Padahal kenyataannya perbuatan tersebut murni dilakukan oleh dia dan kelompoknya, jadi tidak etis jika institusi kemudian diikut-sertakan dalam drama ini.
Kedua, drama sang Irjen digunakan oleh kelompok garis keras atau radikal dengan memainkan opini soal tidak netral atau tebang pilih Kepolisian dalam mengungkap kasus yang terjadi.
Mereka kemudian menyandingkan drama sang Irjen dengan kasus tewas nya 6 pentolan FPI (Kasus KM 50) dan jadi topik yang trend di platform media sosial twitter padahal kasus itu telah selesai dengan adanya putusan sidang.
Jadi intinya, kelompok garis keras itu ingin memanfaatkan drama sang Irjen untuk membangun kebencian antara masyarakat dan pihak kepolisian.
Poin ketiga, drama sang Irjen digunakan oleh kelompok pembenci Pemerintah (beda tipis dengan poin 2) untuk menyerang kebijakan Pemerintah dari sisi hukum serta penegakan hukum dan hal itu bisa dilihat dari jejak digital mereka.
Sudah pasti tujuannya tidak lain adalah untuk kepentingan politik pada kontestasi 2024 nanti atau hanya untuk mengejar popularitas demi membangun ketokohan.
Namun, situasinya kemudian berbalik oleh pernyataan Presiden yang didukung dengan pengungkapan sang sutradara dan sekaligus ditetapkan sebagai tersangka.
Poin terakhir, dengan adanya drama tersebut, menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia ternyata masih sangat peka dan peduli soal kemanusiaan dan keadilan dan menjadi hal yang sangat positif yang bisa diambil.
Hal itu dapat dilihat dari begitu keras dan ramainya respon publik yang meminta pihak kepolisian dan Pemerintah menyelesaikan drama tersebut dengan seadil-adilnya dan berarkhir dengan ditetapkannya sang Irjen sebagai Tersangka Utama.
“The Power of Indonesian Netizen”
Berdasarkan poin-poin yang sudah diuraikan, jika kemudian ada pertanyaan, “Apakah saya masih percaya dan optimis dengan sistem penegakan hukum di negara ini?
Saya berani menjawab,“ Ya, saya masih sangat percaya!”
Jika soal masih percaya atau tidak percaya dikaitkan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, saya juga akan berani menjawab,“ Ya, saya masih sangat percaya!”
Masih ada banyak polisi baik dan jujur di negara ini dan masih ada banyak juga polisi yang tulus mengabdi di institusi negara ini.
Namun, ada yang belum terekspos serta ada juga yang enggan untuk diekspos warna-warninya.
Mari sama-sama beri dukungan dan kepercayaan bagi kepolisian kita untuk melakukan bersih-bersih ke dalam institusi negara itu dan termasuk juga mendukung mereka dalam menjalankan tugasnya.
Kepada siapa lagi kita berikan tanggung jawab kamtibmas, pemberantasan terorisme dan lain-lainnya, kalau bukan kepada Polisi kita!
Bravo Polri !!