as

Begini Modus Pj Bupati Sorong-Kepala BPK Papua Barat di Kasus Suap PBD

IMG 20231114 WA0021

Koreri.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI resmi merilis operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pihak di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya (PBD), Selasa (14/11/2023).

Total sebanyak 10 orang diamankan dalam dugaan perkara tindak pidana korupsi berupa penerimaan janji atau suap dalam rangka mengatur temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, PBD.

Setelah dilakukan penyelidikan dan menemukan adanya peristiwa pidana, KPK kemudian meningkatkan status perkara tersebut ke tahap Penyidikan serta menetapkan dan mengumumkan 6 orang berstatus tersangka yaitu YPM, ES, MS, PLS, AH dan DP.

Tiga tersangka dari BPK yaitu PLS merupakan Kepala Perwakilan BPK Papua Barat dan AH serta DP.

KPK juga mengamankan berupa uang tunai sejumlah sekitar Rp1,8 miliar dan satu buah jam tangan merk Rolex yang merupakan hasil kejahatan.

Lantas bagaimana modus Pj Bupati Sorong – Kepala BPK Papua di kasus suap tersebut?

BPK RI sesuai kewenangan berdasarkan UU berkewajiban melakukan pemeriksaan laporan keuangan di seluruh Pemerintah daerah dan salah satunya di Provinsi PBD.

Tindaklanjutnya, salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaannya diluar keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Dalam surat tugas tersebut, komposisi personal yaitu PLS sebagai penanggung jawab, AH selaku pengendali teknis dan DP selaku Ketua Tim untuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah TA 2022 dan 2023 pada Pemda Sorong dan instansi terkait lainnya termasuk Provinsi PBD.

Dari hasil temuan pemeriksa PDTT di Provinsi PBD khususnya di Kabupaten Sorong diperoleh adanya beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Atas temuan dimaksud, sekitar bulan Agustus 2003 mulai terjalin rangkaian komunikasi antara ES dan MS sebagai representasi dari YPM dengan AH dan DP yang juga sebagai representasi dari PLS.

Adapun rangkaian komunikasi tersebut diantaranya pemberian sejumlah uang agar temuan dari Tim Pemeriksa BPK menjadi tidak ada atau ditiadakan.

Terkait teknis penyerahan uang dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah diantaranya di hotel yang ada di Kota Sorong. Secara bergantian ES dan MS menyerahkan uang pada AH dan DP.

Setiap penyerahan uang pada AH dan DP, selalu dilaporkan ES dan MS kepada YPM begitu pun dengan AH dan DP juga melaporkan sekaligus menyerahkan uang tersebut kepada PLS.

Istilah yang disepakati dan dipahami untuk penyerahan uang tersebut yaitu titipan.

Sebagai bukti permulaan awal, uang yang diserahkan YPM melalui ES dan MS pada PLS, AH dan DP sejumlah sekitar tunai Rp940 juta dan 1 buah jam tangan Rolex.

Sedangkan penerimaan PLS bersama-sama AH dan DP yang juga sebagai bukti permulaan awal sejumlah sekitar Rp1,8 miliar.

Terkait besaran uang yang diberikan maupun diterima para tersangka, Tim Penyidik masih terus melakukan penelusaran dan pendalaman lanjutan serta tentunya akan dikembangkan dalam proses penyidikan.

Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik melakukan penanganan terhadap tersangka selama 20 hari terhitung mulai tanggal 14 November 2023 sampai dengan 3 Desember 2023 di Rutan KPK.

Tersangka YPM, ES dan MS sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 51 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Ji Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Tersangka PLS, AH, dan DP sebagai pihak Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Ji Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

ZAN