as
as

Pemprov se-Tanah Papua Diminta Libatkan LKMPB Rekrut Calon DPRP/K, Ini Alasannya

Kris Fonataba Cs LKMPB
Pengurus LKMPB : Kris Fonataba (Tengah), Pdt. Darius Nawipa (kiri) saat memberikan keterangan pers di Kota Jayapura, Papua, Kamis (22/02) 2024) / Foto: VER

Koreri.com, Jayapura – Lembaga Komunikasi Masyarakat Papua Bersatu (LKMPB) meminta Pemerintah Provinsi se-tanah Papua untuk melibatkan mereka dalam proses rekruitmen calon anggota legislatif DPRP dan DPRK kursi pengangkatan unsur masyarakat adat periode 2024-2029.

Hal ini sejalan dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan judicial review UU Otsus tentang hak politik OAP yang diajukan LKMPB pimpinan Kris Fonataba dan Darius Nawipa.

as

Ketua Umum LKMPB, Kris Fonataba dala pernyataannya mengatakan permintaan tersebut sejalan dengan lahirnya regulasi produk perundang-undangan Nomor 2 tahun 2001 dan perubahan kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2021.

“Sebagaimana rancangan UU Otsus tersebut, pada tanggal 15 Juli tahun 2021 Pansus Otsus DPR RI atau Pemerintah pusat mengadopsi putusan MK atas gugatan judicial review kami nomor 41/JU/XVII/2021 ke dalam UU Nomor 2 tentang Otsus Papua. Di situ dihilangkan ketentuan di Ayat 1 dan 2 yang selanjutnya terjadi sinkronisasi dari aspek hukum,” ungkap Kris Fonataba kepada Koreri.com, Kamis (22/.2/2024).

Kenapa harus sinkronisasi produk hukum? Karena itu sejalan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2001 tentang kewenangan dan lembaga pelaksana kebijakan Otsus Papua.

Dalam peraturan Pemerintah tersebut, ada sebuah muatan regulasi terhadap kursi pengangkatan DPRP dan DPRK di seluruh tanah Papua yang diatur dalam BAB III Pasal 32 tentang kursi pengangkatan DPRP sedangkan Pasal 42 tentang kursi pengangkatan DPRK.

Pasal 52 itu mengatur tentang syarat khusus dan umum, sementara pasal 53 mengatur tentang rekomendasi lembaga adat dan lembaga lainnya yang terdaftar di Pemerintah.

“Sehingga sejalan dengan hal tersebut lembaga kami yang namanya Lembaga Komunikasi Masyarakat Papua Bersatu (LKMPB) itu harus diakomodir sesuai Pasal 53 UU Otsus Papua,” imbuhnya.

Dalam sebuah kajian produk hukum pada peraturan perundang-undangan, dari semua muatan regulasi yang ada itu kesimpulannya ada di penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 106 tahun 2001 berbunyi bahwa dengan tidak adanya partai politik lokal Papua maka lahir kursi pengangkatan DPRP dan DPRK unsur OAP tahun 2024.

“Sejalan dengan itu maka ada beberapa regulasi yang kami buat sehingga kami juga mengharapkan Pemerintah pusat dan Gubernur se-tanah Papua bahwa kami perlu diberikan jasa dan apresiasi dari Pemerintah Republik Indonesia,” harapnya.

“Hal ini akan kami sampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo bahwa kami ini pemberi solusi politik terhadap dinamika kondisi politik Papua yang berdampak pada disintegrasi bangsa Indonesia,” tegasnya.

Pihaknya, lanjut Kris,  juga minta kepada 6 Gubernur di Tanah Papua perlu memberikan ruang kepada pengurus LKMPB yang sudah mendapat rekomendasi untuk ikut serta dalam rekruitmen dan seleksi kursi pengangkatan di tingkat DPRP dan DPRK seluruh tanah Papua.

“Jadi, pihak-pihak lain yang memberikan sebuah argumentasi yang bersifat isu lebih baik itu tidak usah karena kita orang Papua bicara produk UU yang pasti,” cetusnya.

Kris tak menampik bahwa pada 2010 lalu Kelompok Barisan Merah Putih juga melakukan gugatan terhadap kursi pengangkatan DPRK namun dalam gugatan itu mereka juga perjuangkan 14 kursi pengangkatan di DPRP dan MK tindaklanjuti kursi DPRK di seluruh tanah Papua.

“Pada saat mereka berjuang itu lahir sebuah regulasi dalam produk peraturan perundang-undangan dalam UU nomor 1 tahun 2001 pada saat itu. Lalu yang kami herankan, kenapa 14 kursi pengangkatan DPRP sudah terealisasi tapi tidak disertai dengan DPRK untuk Kabupaten/Kota karena ada putusan MK,” bebernya.

“Perlu saya tegaskan LKMPB ini beda, dimana Pemerintah dalam hal Pansus Otsus DPR RI yang mengadopsi nomor registrasi kami yang di MK dan keputusan MK atas gugatan kami yang sekarang di pakai hingga lahirnya UU Otsus Nomor 2 tahun 2021 perubahan kedua,” urainya.

Berarti putusan MK untuk DPRK gugur demi hukum karena sekarang yang dibicarakan ini adalah regulasi UU Otsus Jilid II Tahun 2021 sehingga pihaknya minta seluruh pemangku kepentingan diatas negeri ini perlu memberikan LKMPB sebuah penghargaan.

“Karena kalau pada saat itu Kris Fonataba, Darius Nawipa dan tim LKMPB tidak melakukan judicial review tentang partai politik lokal di MK maka orang Papua sampai sekarang tidak ada kursi pengangkatan karena tidak ada dasar,” tandasnya.

Masih menurutnya, Putusan MK Tahun 2021 tentang kursi pengangkatan ini telah di ujicoba Pansus Otsus DPR RI dari aspek hukum dan muatannya tidak kuat.

“Sementara putusan MK atas gugatan kami itu kuat maka Pansus Otsus DPR RI mengadopsi dalam rangka untuk menghilangkan frasa partai politik lokal di Papua,” urainya.

Untuk itu, Kris berharap kepada Presiden Joko Widodo agar LKMPB perlu diberikan jasa oleh Pemerintah Indonesia.

“Kami harapkan kepada 6 Gubernur di Tanah Papua juga turut memberitakan jasa bagi kami. Dan kami minta ada dua jasa yang perlu diperhatikan yaitu jasa pemohon dan Pemerintah memberikan ruang kepada kami di kursi DPRK dan DPRP seluruh tanah Papua,” pungkasnya.

Sementara Pdt. Darius Nawipa menekankan bahwa kursi pengangkatan itu sebab akibat daripada tuntutan rakyat papua untuk mengamankan hak politiknya.

Karena selama satu periode pemberlakuan UU 21 tentang Otsus Papua itu hak politik orang Papua diabaikan.

“Makanya rakyat Papua dalam hal ini Kris Fonataba dan Darius Nawipa selaku pimpinan Partai Lokal Papua Bersatu melakukan langkah-langkah untuk konsolidasi berdasarkan legalitas yang Pemerintah berikan kepada kami lalu partai lokal terbentuk. Namun karena terbentur oleh karena multi tafsir dari frasa UU Otsus pasal 28 ayat 1 dan 2 akhirnya kita uji materi ke MK tahun 2019,” bebernya.

Berdasarkan hak politik orang Papua yang mau diwadahi, LKMPB berperan membantu negara Indonesia untuk menampung hak politik orang Papua itu di dalam partai lokal.

“Kita datang dengan damai sebagai warga negara yang baik dalam bingkai NKRI. Tapi akhirnya tahun 2020 itu MK memberikan putusan setelah 9 kali sidang dan kita ajukan 77 alat bukti kemudian MK menolak Partai Lokal Papua,” bebernya.

“Dalam poin-poin keputusan MK pada halaman 56 dan 57 itu bahwa Pemerintah memberikan apresiasi kepada kami berdua sebagai pemohon dan merekomendasikan kami berdua turut di libatkan dalam pembahasan UU dan perundang-undangan di masa akan datang,” tekannya.

Artinya itu tahun 2019 dilakukan gugatan dan tahun 2018 sampai 2021 itu masih pembahasan UU Otsus jilid II.

“Kami dua tidak pernah dilibatkan, tidak pernah disampaikan oleh Pansus untuk ikut terlibat dalam pembahasan Otsus. Padahal waktu itu rapat dengar pendapat yang dilakukan DPR, MRP kemudian dari Pansus Otsus DPR RI gencar-gencar menggelar rapat waktu itu sedangkan putusan MK jelas ada.  Tapi mereka ambil putusan MMK sesuai nomor gugatan kami itu sebagai dasar untuk diadakan kursi pengangkatan DPRP dan DPRK di tanah Papua. Artinya kami sudah membantu negara dan negara membijaki untuk mengamankan hak politik orang Papua tidak melalui partai lokal tapi melalui kursi pengangkatan,” urai Darius.

“Jadi kami dua ini harus diberikan penghargaan baik jasa maupun penghargaan untuk diamankan ke dalam rekruitmen anggota DPRK kursi pengangkatan tahun 2024 ini, karena mereka tahu hak politik dipermainkan,” tegasnya.

Pemerintah harus membijaki itu sehingga jangan sampai ada konflik di masyarakat dengan melempar isu seakan-akan orang adat cuma di LMA, Dewan Adat sehingga pihaknya dibenturkan.

“Itu tidak boleh dan ini sudah jelas kami yang berjuang, kami juga anak adat. Kami punya lembaga jelas LKMPB yang diakui pemerintah dan terdaftar di Kesbangpol seluruh tanah Papua. Jadi libatkan kami karena kita ada niat baik sejak awal perjuangan kami sampai nomor gugatan kami di MK dijadikan dasar oleh Ketua Pansus Otsus Jilid II DPR RI, Komarudin Watubun dan Sekertaris Pansus Yan Mandenas dan seluruh anggota Pansus menginisiasi kursi pengangkatan DPRP dan DPRK itu,” cetusnya

Untuk itu, Darius Nawipa meminta Gubernur se-tanah Papua segera terbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 mengakomodir lembaga yang melaksanakan kebijakan Otsus Papua termasuk LKMPB.

“Pergub tentang rekruitmen anggota DPRP dan DPRK kursi pengangkatan itu harus jelas merujuk pada PP 106, tidak bisa terjemahkan secara nasional. Ingat UU Otsus Papua itu lex spesial sehingga Pergub juga harus melihat kekhususan Papua,” pungkasnya.

EHO

as