Koreri.com, Sorong – Lima Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sorong harus menerima pil pahit menghadapi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena sudah dua kali melawan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Sorong.
Ketua Bawaslu Kota Sorong Julce Ivone Sahureka mengatakan rekomendasi yang disampaikan kepada KPU untuk ditindaklanjuti terkait dengan 4 nama yang tidak boleh lagi diakomodir sebagai anggota Badan Adhoc PPD.
Mantan anggota Badan Adhoc PPD Sorong Barat masing-masing Kostan Adadikam, Nena Mubarak, Pieter Parinussa dan Thobias Tito Ohoiwutun direkomendasikan Bawaslu untuk tidak boleh menjadi anggota PPD, PPS maupun KPPS dan/ atau perangkat pendukung penyelengaraan Pemilu lainnya dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wagub PBD serta Pilwalkot Sorong.
Hal itu, karena mereka terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dengan melakukan pergeseran suara peserta Pemilu.
Keputusan Bawaslu Kota Sorong yang tertuang dalam Rekomendasi nomor: 156/PP.01.02/K.PB-13/5/2024 tanggal 7 Mei 2024 atas laporan pelapor Matheos Selano dengan nomor register: 09/REG/LP/Kota Sorong/38.06/III/2024.
Ironisnya, KPU Kota Sorong secara kelembagaan masih menerima 4 mantan anggota Badan Adhoc PPD Sorong itu untuk mengikuti rekrutmen sampai di tahap wawancara.
Meski pihak lembaga pengawasan telah mengundang mitra mereka (KPU) kantornya, Rabu (15/5/2024) untuk mengklarifikasi terkait dengan dua rekomendasi tanggal 3 dan 7 Mei 2024.
Namun, menurut Ketua Bawaslu Julce Ivone Sahureka, Kordiv Hukum KPU Kota Sorong Indra Saragih yang saat itu hadir memberikan jawaban bahwa 4 orang ini punya hak dilindungi UUD 1945 sehingga rekomendasi Bawaslu masih dipertimbangkan alias belum dilaksanakan.
Faktanya, sampai pelantikan Badan Adhoc PPD Pilkada Kota Sorong di Hotel Mariat Kota Sorong, Nena Mubarak ikut dilantik sebagai anggota PPD Sorong Barat. Sedangkan nama Pieter Parinussa dan Thobias Tito Ohoiwutun masuk dalam daftar tunggu PPD Sorong Barat.
“Sempat terjadi adu argumen dengan Kordiv Hukum KPU Kota Sorong dan kami (Bawaslu) ini juga penyelenggara Pemilu dan kami punya kewenangan untuk menindaklanjuti temuan dan laporan pada saat Pemilu apabila terjadi kecurangan. Jadi jika KPU tidak melaksanakan rekomendasi maka kami mengambil langkah tegas secara hukum,” tegas Ivone Sahureka.
Ivone menuturkan, KPU Kota Sorong sebelumnya melakukan pelanggaran kode etik dengan menolak rekomendasi Bawaslu pada saat rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara pemilihan legislatif, mereka (KPU) Diadukan ke DKPP.
Ditambahkan Kordiv P3S Bawaslu Kota Sorong Abdul Kadir Kelosan langkah hukum yang ditempuh yaitu mengadukan KPU Kota Sorong ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI).
Hal ini Bawaslu akan melakukan kajian untuk melaporkan kepada Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya tembusan Bawaslu RI dan KPU RI dan DKPP.
“Kami sudah melakukan langkah antisipasi dari awal sejak proses seleksi berlangsung dengan mengirim dua surat kepada KPU namun tidak indahkan kemudian mengundang komisioner KPU datang ke kantor kami untuk klarifikasi tapi tidak dihiraukan maka Konsekwensi hukum terkait dengan pelanggaran kode etik tetap ditindaklanjuti yaitu melaporkan ke DKPP,” jelas Kelosan.
Sementara itu, media ini berusaha mengkonfirmasi Ketua KPU Kota Sorong Beltazhar Bert Kambuaya terkait dengan langkah hukum yang ditempuh mitra penyelenggara tersebut, namun hingga berita ini diterbitkan belum dapat terhubung.
KENN