Koreri.com, Jayapura – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Intelektual Masirei (FPPMIM) Provinsi Papua angkat bicara menyikapi polemik terkait keputusan Panitia Seleksi (Pansel) DPRK mekanisme pengangkatan di wilayah itu.
Forum ini mendesak Bupati Waropen FX Mote segera membatalkan keputusan pansel DPRK Waropen dan memberhentikan semua tahapan karena proses hukum sedang berjalan.
Dalam rilis pers DPP FPPMIM Papua atas nama Ketua Umum Yusak Rabrageri, S.Sos dan Sekretaris Jenderal Rando H. Rudamaga, SE yang diterima Koreri.com, (Minggu (9/3/2025) malam menyoroti sejumlah kejanggalan yang diduga dilakukan SA selaku Ketua Pansel DPRK Waropen.
Rando mengungkapkan, SA dalam pengumuman keputusan yang dilakukan terdapat banyak kejanggalan dan kepentingan sesaat tanpa melihat dan mempertimbangkan asas keadilan dan pemerataan suku/marga di Kabupaten Waropen.
Pasalnya dalam satu daerah pengangkatan, terdapat dua marga yang sama.
“Maka perlu kami sampaikan bahwa Waropen bukan milik satu marga tertentu atau satu suku/kelompok tertentu. Sehingga dengan seenaknya Ketua Pansel DPRK Waropen melakukan semua tahapan sesuka maunya,” tegasnya.
Rando mencontohkan Daerah Pengangkatan I.
“Disana ada dua Dewan Adat Suku yaitu DAS KAI TIMUR dan DAS NOWIA DAMA. Tapi juga ada dua kampung besar yaitu Kampung WONTI dan Kampung RISEI SAYATI. Tapi ternyata dalam pengumuman keputusan tersebut terdapat dua marga yang sama dari satu kampung tertentu,” bebernya.
Hal ini juga terjadi di Daerah Pengangkatan 2 dimana terdapat 2 marga yang sama pula.
“Dan menurut hemat kami, Ketua Pansel tidak becus dan jujur dalam melaksanakan tugasnya. Hanya mengutamakan kepentingan dan mengorbankan masyarakat adat di Kabupaten Waropen,” kecamnya.
Lucunya lagi, Ketua dan Anggota Pansel meloloskan anak kandung dari salah satu Anggota Panpel DPRK Waropen dari Daerah Pengangkatan 3.
Fakta lainnya, ungkap Rando, Ketua Pansel DPRK Waropen SA menjadikan rumah pribadinya di Jalan SP V Jalur 3 Barat dalam melakukan semua tahapan Seleksi DPRK Waropen dari awal sampai akhir.
Rumah pribadi tersebut dijadikan sebagai Sekretariat Seleksi Pansel DPRK Waropen. Padahal seharusnya menggunakan Kantor Pemerintah daerah seperti Kantor Kesbangpol atau menyewakan tempat lain sebagai Sekretariat agar terlihat netral dalam seleksi tersebut. “Menurut hemat kami, apa yang dilakukan AS ini telah menyalahi aturan tapi juga menimbulkan pertanyaan dari masyarakat Kabupaten Waropen,” bebernya lagi.
Oleh masyarakat, di rumah pribadinya yang dijadikan sebagai Sekretariat Pansel itu sempat dilakukan aksi orasi, pembentangan baliho hingga pemalangan oleh Masyarakat Adat Waropen.
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada Ketua Pansel DPRK Waropen yang tidak netral dalam melaksanakan tugasnya.
Hal ini telah melanggar kode etik sebagai Anggota MRP dan juga mencederai nilai nilai adat dan budaya orang Waropen.
“Anak adat harus tahu adat,” tegas Rando.
Rando menegaskan apa yang dilakukan pihaknya semata-mata hanya untuk kepentingan seluruh Masyarakat Adat Waropen yang dirugikan dalam tahapan seleksi DPRK Waropen.
Dengan begitu kedepannya tidak lagi terulang hal bobrok seperti yang terjadi hari ini. Karena banyak kepentingan yang termuat dalam pengumuman keputusan tersebut. Diantaranya kepentingan kroni, golongan dan kelompok tertentu lainnya.
“Untuk itu kami atas nama DPP Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Intelektual Masirei Provinsi Papua meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Waropen dalam hal ini Bapak Bupati untuk tidak menandatangani Keputusan Pansel DPRK Waropen terkait pengusulan penerbitan SK Peresmian DPRK Kursi Pengangkatan kepada PJ Gubernur Provinsi Papua karena proses hukum sedang berjalan di Polda Papua dan PTUN Jayapura yang berkaitan dengan penerbitan dua versi SK serta dugaan Gratifikasi,” pintanya.
DPP FPPMIM Papua juga meminta dengan tegas kepada Bupati Waropen untuk memberhentikan seluruh tahapan Pansel dan juga membatalkan Keputusan Pansel DPRK Waropen tertanggal 11 Februari 2025 yang saat ini proses hukumnya sedang berjalan di Polda Papua dan PTUN Jayapura.
“Karena proses seleksi DPRK Waropen bermasalah dan cacat hukum, tetapi juga mal administrasi,” tukasnya.
RLS