Kunker Komisi IX DPR RI di Papua Barat Beri Catatan Kritis Soal Ini

Komisi IX DPR RI Kunker Papua Barat
Kunjungan kerja bersama Komisi IX DPR RI di Provinsi Papua Barat, Rabu (28/5/2025) / Foto : Ist

Koreri.com, Manokwari – Sejumlah catatan kritis disampaikan Komisi IX DPR RI saat melakukan kunjungan kerja Bersama ke Provinsi Papua Barat.

Catatan kritis tersebut berkaitan dengan pelayanan di sektor Kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius Pemerintah daerah setempat.

as

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. Hj. Nihayatul Wafiroh, MA, saat melakukan kunjungan kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kantor Gubernur Papua Barat, Rabu (28/5/2025).

Kunjungan ini merupakan bagian dari agenda masa persidangan ketiga Tahun Sidang 2018–2025.

Dr. Nihayatul mengungkapkan bahwa meskipun Komisi IX telah beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke wilayah Papua sebelum pemekaran menjadi Papua Barat dan Papua Barat Daya, ini merupakan kunjungan perdananya ke Manokwari dan Papua Barat secara khusus.

“Kunjungan ini kami lakukan secara khusus setelah pemekaran, agar kami bisa melihat lebih rinci apa saja kekurangan dan hal-hal yang perlu diperbaiki, terutama dalam sektor yang menjadi ruang lingkup pengawasan kami: kesehatan, sosial, dan pendidikan,” ungkapnya.

Salah satu catatan kritis Komisi IX adalah berkaitan dengan kondisi fasilitas rumah sakit di Papua Barat.

Dari 12 rumah sakit yang ada, 7 di antaranya masih bertipe C dan 5 lainnya bertipe D. Belum ada satu pun rumah sakit tipe B di wilayah tersebut.

Evita Nursanty Komisi .IX DPR RI
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. Hj. Nihayatul Wafiroh, MA saat memberikan keterangan pers / Foto : Ist

“Ini perlu menjadi perhatian serius. Sesuai dengan arahan Pak Prabowo dalam program Quick Wins bidang kesehatan, harus ada percepatan peningkatan rumah sakit dari tipe D ke tipe C,” tegasnya.

Catatan kritis lainnya, lanjut Dr. Nihayatul, berkaitan kondisi Universal Health Coverage (UHC) di Papua Barat.

Meskipun secara administratif provinsi ini telah mencapai UHC, namun fasilitas yang terbatas membuat masyarakat masih harus dirujuk ke luar provinsi, yang pada akhirnya membebani anggaran Pemda.

“Kalau rumah sakitnya belum bisa meng-cover kebutuhan masyarakat, dan pasien harus dirujuk ke luar provinsi, maka Pemerintah daerah tetap menanggung pembiayaannya. Ini menjadi tidak efisien,” bebernya.

Kondisi geografis Papua Barat yang menantang, dengan dua kabupaten yang hanya bisa diakses melalui jalur udara, juga menjadi perhatian.

Ia menekankan pentingnya sistem rujukan yang terintegrasi dan efektif di tengah tantangan geografis yang ada.

Gubernur Papua Barat dalam rapat tersebut juga menyampaikan rencana pembangunan rumah sakit vertikal di atas lahan seluas 20 hektare.

Menanggapi hal ini, Dr. Nihayatul menyambut baik rencana tersebut namun mengingatkan bahwa peningkatan kualitas rumah sakit daerah dan puskesmas tetap harus menjadi prioritas utama.

“Puskesmas adalah garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Orang akan lebih cepat mengakses puskesmas ketimbang rumah sakit. Jadi, kita harus pastikan fasilitas puskesmas ini juga optimal,” tukasnya.

RED