Koreri.com, Jayapura – Proses hukum kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan calon Gubernur Papua Mathius D. Fakhiri (MDF) terhadap aktivis Panji Agung Mangkunegoro memasuki babak baru.
Penyidik Ditsiber Polda Papua resmi melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Papua di kantor Kejari Jayapura, Jumat (8/8/2025).
Namun, dalam proses Tahap II yang berlangsung di Kejari Jayapura, muncul sejumlah kejanggalan yang memicu pertanyaan serius tentang integritas penegakan hukum dalam kasus ini.
Panji Agung Mangkunegoro yang kini berstatus terdakwa, menegaskan bahwa laporan terhadap dirinya benar dilayangkan langsung oleh MDF pada Januari 2025.
Penangkapannya di Solo, menurutnya, menjadi bukti nyata kriminalisasi atas kritik politik yang ia lontarkan.
“Saya sudah jalani pemeriksaan kesehatan di RS Bhayangkara dan hadir di Polda untuk proses tahap II. Tapi anehnya, dalam proses tadi saya tidak didampingi pengacara,” ungkap Panji kepada wartawan.
Yang paling mencolok, kata Panji, adalah perubahan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) serta pergeseran materi dakwaan oleh Jaksa. Ia menuding, ada upaya menghilangkan bukti utama berupa rekaman video yang digunakan sebagai dasar penetapan dirinya sebagai tersangka.
“Rekaman itu justru hasil editan tim MDF sendiri. Dalam video panjang, saya memang mengkritisi MDF sebagai calon yang tak punya kapasitas melaporkan Ketua KPU dan Bawaslu ke DKPP. Tapi potongan yang dijadikan bukti, dipelintir seolah saya menghina pribadi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Panji membeberkan bahwa screenshot rekaman video yang sebelumnya tercantum dalam BAP Polda hilang saat tahap pelimpahan ke JPU, dan diganti dengan bukti lain yang disebutnya tidak relevan: status media sosial yang berbunyi “jangan percaya MDF karena MDF main curang”.
“Ini sangat janggal. Jaksa bilang itu hak mereka, tapi saya tegaskan: dakwaan harus sesuai dengan BAP. Jangan sampai hukum dijadikan alat balas dendam politik,” ujarnya tajam.
Tak hanya soal proses hukum, Panji juga menyinggung dugaan plagiarisme dalam visi-misi MDF yang disebutnya menjiplak program Benhur Tomi Mano (BTM), khususnya soal program “kartu nelayan”.
“Saya kritik MDF bukan tanpa alasan. Mobilisasi massa pakai bus milik sendiri di Pilgub lalu, sampai klaim program orang lain. Tapi ketika dikritik, saya malah dikriminalisasi,” bebernya.
MDF, Jangan Anti Kritik!
Panji menyampaikan peringatan keras kepada MDF agar tidak alergi terhadap kritik publik, terlebih dalam kapasitas sebagai calon kepala daerah.
“Anda baru calon saja sudah begini. Jangan bawa-bawa hukum untuk membungkam suara rakyat. Kita masih dalam suasana PSU, masyarakat Papua harus jaga suara. Kriminalisasi terhadap saya adalah bagian dari kecurangan yang harus diungkap,” tegasnya.
Panji memastikan akan membuka semua fakta dalam sidang di Pengadilan Negeri Jayapura. Ia juga menegaskan bahwa dirinya siap menghadapi MDF di meja hijau, didampingi tim kuasa hukum yang ia sebut “kuat dan hebat”.
EHO