Koreri.com, Jayapura – Sidang lanjutan Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Cessna Grand Caravan C 208 B EX dan Helikopter Airbus H 125 milik Pemkab Mimika TA. 2015 kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Negeri Jayapura, Papua, Jumat (21/7/2023).
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kantor Akuntan Publik Tarmizi Tahir untuk didengar pendapatnya.
Sidang lanjutan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Thobias Benggian, SH, didampingi dua Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, SH dan Andi Matalata, SH, MH dimulai pukul 17.11 WIT berjalan cukup alot hingga pukul 19.30 Wit.
Dalam memberikan pendapatnya, Herold Feri Makawimbang ahli hukum keuangan negara dan ahli perhitungan kerugian keuangan negara menyatakan kerjasama operasional pesawat Cessna Grand Carawan dan Helikopter Airbush H-125 milik Pemerintah Kabupaten Mimika oleh PT Asian One Air menimbulkan kerugian negara senilai Rp21.848.875.000 miliar.
Kerugian negara itu timbul karena PT Asian One Air tidak membayar biaya sewa pesawat dan helikopter.
“Itu mengakibatkan hilangnya hak keuangan negara sebesar Rp21 Miliar,” klaim Hernold dalam persidangan.
Pendapat Saksi Ahli JPU ini langsung ditanggapi oleh tim kuasa hukum terdakwa Johannes Rettob dan Silvi Herawaty, Imanuel Baru.
“Bahwa terkait angka Rp21 miliar, saudara Ahli saya tanyakan apakah pernah saudara melihat dokumen pengakuan hutang?
“Pernah, kalau terkait dengan pengakuan hutang,” jawab Herold Makawimbang yang dipekerjakan oleh Kantor Publik Akuntan Tarmizi Achmad Tahir untuk melakukan audit investigasi dan menghitung kerugian keuangan negara atas pengadaan pesawat dan helikopter Pemkab Mimika.
“Apakah saudara melihat ada penyelesaian antara pihak PT Asian One Air dengan Pemerintah untuk membayar yang Rp.21 Miliar? tanya Imanuel Baru lagi.
“Tidak,” jawab ahli yang terus dikejar oleh kuasa hukum terdakwa.
“Oke baik. Nanti kami akan tunjukan dokumen. Saudara ahli apakah saudara melihat bukti – bukti yang Rp21 Miliar itu. Ada bukti angsuran cicilan yang dibayar apakah saudara lihat? tanya kuasa hukum terdakwa lagi.
“Kami diberikan laporan BPKP oleh penyidik Kejati Papua,” jawab Herold Makawimbang lagi.
Lanjut, baru dokumennya saudara lihat? tegas Imanuel Baru.
“Tidak,” jawab Ahli Herold Makawimbang dengan nada yang sudah tidak tegas lagi.
Kemudian Kuasa Hukum Johannes Rettob lainnya, Emilia Lawalata, lanjut bertanya.
“Saudara ahli, tadi saudara katakan tidak melihat surat perjanjian hutang piutang antara Asia One Air dan Pemda Mimika, saya akan tunjukan surat itu di depan Majelis Hakim,” respon Emilia.
Setelah melihat surat perjanjian kesanggupan membayar piutang Rp21 milyar kepada Pemda Mimika di depan Majelis Hakim.
Kuasa Hukum Silvia Herawati, Imanuel Baru, kembali bertanya.
“Saudara ahli setelah melihat surat perjanjian piutang dan berita acara pengembalian pesawat milik Pemda Mimika, apakah dimungkinkan kaitan dengan pekerjaan saudara terkait investigasi? Tanya Imanuel baru terkait kerugian Rp21 Miliar yang disebut Saksi Ahli JPU.
“Apabila dokumen yang saudara dapat sejak awal menurut saudara apakah ada dokumen lain yang masuk lagi, boleh lagi untuk dilakukan ivestigasi. Artinya begini saya singkat saja. Mungkin tidak kalau dokumen saya sudah dapat dari penyidikan tidak boleh lagi ada dokumen lain yang masuk?” masih tanya kuasa hukum terdakawa.
“Boleh saja,” jawab Herold Feri Makawimbang ahli hukum keuangan negara dan ahli perhitungan kerugian keuangan negara yang tidak terdaftar di IAPI.
“Ooh boleh. Terima kasih yang mulia. Terima kasih ahli,” jawab Imanuel baru.
Kemudian, Herold Makawimbang kembali menjelaskan bahwa dalam konteks keuangan negara ini tidak membayar kewajiban pembayaran Rp.21 Miliar ini yang menjadi temuan badan pemeriksa keuangan.
“Harusnya ini treatmen penyelesaian. Bukan perjanjian piutang begitu, itu pendapat saya yang mulia,” jelas Herold di depan majelis hakim, Jaksa dan kuasa hukum terdakwa.
Sebelumnya, Inspektur Mimika Sihol Parlingotan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai salah satu saksi dalam sidang lanjutan Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Helikopter Airbus dan Pesawat Cesna di Pengadilan Tipikor Jayapura, Jumat (7/7/2023) siang.
Ia dihadirkan bersama dengan Penjabat Sekda setempat Petrus Yumte sebagai saksi dalam perkara dengan terdakwa Johannes Retob dan Silvi Herawati.
Di momen sidang kali ini, kesaksiannya telah membuat kasus tersebut menjadi terang benderang.
Bermula saat pertanyaan yang dilontarkan salah satu anggota Tim Hukum JR dan Silvi yaitu Emilia Lawalata, SH.
Ia menyinggung soal surat pengakuan adanya hutang piutang antara Direktur Asian One Air (AOA) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika yang berawal dari temuan BPK RI sebesar 21 Miliar.
Temuan itu telah ditindaklanjuti Pemkab Mimika dengan menghubungi Dirut PT AOA yakni Silvi Herawati untuk membuat perjanjian pengakuan hutang yang bakal dibayar selama empat tahun.
“Saudara saksi, tadi saudara sudah melihat di depan meja sidang tentang Perjanjian Surat Hutang Piutang, antara Pemkab Mimika dan Asian One Air. Yang diperlihatkan itu saudara sebagai saksi,” kata Emilia memulai pertanyaannya.
“Benar,” jawab saksi Sihol.
“Nah, perjanjian itu dilakukan dari tahun berapa hingga tahun berapa,” tanya Emilia lagi.
“Kalau perjanjian hutang piutang itu, Desember dilaksanakan,” jawab Sihol.
“Desember tahun berapa,”cecar Emilia lagi.
“2022,” jawabnya singkat.
“Dan berakhir kapan,” tanya PH Emilia.
“Kalau tidak salah lima tahun,” jawab saksi.
“Berarti dari tahun 2022 sampai tahun berapa?,”tanya Emilia lagi.
“2026,”ungkapnya.
“Itu kira-kira menurut saksi masih berlaku tidak perjanjian ini?”cecarnya terus.
“Masih,” tegas Sihol.
“Berarti 2 Miliar yang sudah dibayar itu apa? Berarti masih bisa dilakukan pembayaran selanjutnya sampai dengan tahun 2026,” tanya Emilia selanjutnya.
“Sesuai perjanjian,” jawab Sihol singkat.
Jawaban sederhana Sihol membuat perkara ini menjadi terang benderang.
Kepada Tim PH kedua terdakwa, saksi Sihol mengungkapkan PT AOA sudah ada itikad baik di tahun 2022 membayar hutangnya sebesar Rp2 miliar dari Rp21 miliar yang harus dibayarkan, sehingga tersisa Rp19 milyar, yang akan dibayar sisanya hingga 2026 sesuai perjanjian.
SAV