Koreri.com, Jayapura – Proses penanganan aduan dugaan pelanggaran kode etik Notaris Marina, SH, M.Kn yang ditangani Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Kota Jayapura telah berlangsung di Kantor Kementerian Hukum Provinsi Papua.
Pelapor atas nama JHP Jarangga telah menjalani pemeriksaan oleh Tim Majelis Pemeriksa yang berlangsung, Kamis (20/3/2025).
Sementara Notaris Marina sendiri diinformasikan telah lebih dulu menjalani pemeriksaan.
Ternyata ada hal menarik yang tercetus dalam proses pemeriksaan pelapor.
Telah terungkap sebuah fakta baru dan cukup mengejutkan di dalam proses pemeriksaan pelapor kemarin, dimana oleh Tim Majelis Pemeriksa menunjukkan selembar foto kopi surat yang mengatasnamakan 4 ahli waris dari almarhum Alex Jarangga.
Fakta ini cukup mengagetkan pelapor setelah ditunjukkan sebuah surat yang berisi nama dan tandatangan dirinya bersama tiga saudaranya diatas meterai pada lembaran surat tersebut.
Seusai menjalani pemeriksaan, JHP Jarangga mengaku kaget atas keberadaan surat itu.
“Saya kaget bukan main waktu ditunjukan foto kopi surat oleh Majelis Pemeriksa Daerah Notaris (MPDN, red) Kota Jayapura. Karena disitu jelas-jelas tertera nama saya dan tiga saudara saya lalu dibubuhi tandatangan di atas meterai dan tertulis tahun 2023 pula. Saya benar-benar soak saat lihat surat itu,” bebernya kepada Koreri.com di Jayapura, Jumat (21/3/2025).
JHP Jarangga pun memastikan secara tegas bahwa surat atau dokumen tersebut adalah palsu karena ia tidak pernah ditemui atau diminta persetujuan untuk melakukan itu.
Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, dirinya mengaku baru pernah melihat surat palsu itu pada saat diperiksa MPDN Kota Jayapura kemarin.
“Jadi terus terang saya baru pernah lihat lembaran surat itu. Makanya saya tegaskan sekali lagi kepada Tim Majelis Pemeriksa bahwa itu surat dan tanda tangan palsu karena saya dan tiga saudara saya tidak pernah melakukan kesepakatan ini. Apalagi kedua adik saya selama ini berada di Malang dan Surabaya sementara kakak saya di Manado. Jadi sekali lagi saya tegaskan itu dokumen palsu. Tanda tangannya pun beda,” tegasnya.
JHP pun menyesalkan kejadian ini lantas mempertanyakan kapasitas Notaris Marina yang ada dalam lingkaran persoalan ini.
“Pertama, yang saya pertanyakan adalah kenapa sebagai seorang Notaris, yang bersangkutan tidak terlebih dahulu memastikan keabsahan seluruh dokumen yang ada di hadapannya itu benar-benar legal/sah atau tidak, baru mensahkan atau meleges,” tanyanya.
Kemudian yang kedua, kenapa Notaris yang bersangkutan tidak terlebih dahulu mengklarifikasi para ahli waris selaku pemilik sah sertifikat yang dijadikan jaminan dalam pembuatan surat perjanjian itu?
“Kan yang bersangkutan tinggal meminta nomor telepon para ahli waris lalu menghubungi kami masing-masing untuk memastikan keabsahan surat atau dokumen yang disertakan di situ. Sudah begitu, surat (palsu) ini disembunyikan lagi dari kami ahli waris. Kan ketahuannya karena saya melapor dan diperiksa di MPDN Kota Jayapura baru saya tahu kalau ada surat atau dokumen palsu itu,” herannya tak habis pikir.
Yang lebih parahnya lagi, Notaris Marina diduga telah bertindak dengan melakukan legalisasi atau pengesahan Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023 dengan mendasari surat palsu tadi.
“Artinya kan sangat disesalkan kalau kemudian Notaris yang bersangkutan memang meleges/mensahkan surat perjanjian itu dengan mendasari surat palsu atau ilegal tadi seolah-olah itu kami para ahli waris yang membuat surat persetujuan yang baru pernah ditunjukkan ke saya oleh Majelis Pemeriksa,” sesalnya.
Pelapor menegaskan pula, bahwa akibat kelalaian ini telah menyebabkan para ahli waris menderita kerugian.
Apalagi, masalah utang piutang hingga jamin menjamin menggunakan dua sertifikat milik para ahli waris ini baru diketahui para ahli waris saat proses hukum sudah bergulir di Kepolisian Resort Biak.
“Jadi kami para ahli waris itu baru tahu kalau ada masalah setelah persoalan ini sudah bergulir di Kepolisian dan dua sertifikat kami yang dijaminkan. Terus soal surat perjanjian itu disahkan Notaris itu juga baru kami tahu setelah kami dapat BAP di sidang pengadilan,” bebernya.
Dan pelapor juga menambahkan, jika hingga hari ini para ahli waris tidak mengetahui keberadaan dua sertifikat miliknya itu.
“Makanya saya tuntut dua sertifikat kami itu harus segera dikembalikan karena itu hak kami,” tegasnya kembali.
Masih berkaitan dengan persoalan ini, atas petunjuk Tim Majelis Pemeriksa, JHP Jarangga melalui kuasa hukumnya telah mengambil langkah ke kantor Badan Pertanahan Biak untuk memblokir status dua sertifikat tersebut atas permintaan para ahli waris sehingga tidak dapat dilakukan upaya balik nama oleh oknum atau pihak lainnya selain dari 4 ahli waris ini.
JHP mengakui jika dirinya menduga sudah sejak awal ada upaya dari sejumlah pihak yang terlibat dalam konspirasi ini untuk merampas hak-hak dari para ahli waris.
Ia bahkan mencurigai dugaan konspirasi itu saat dimulai proses persidangan di Pengadilan Negeri Biak.
“Karena untuk BAP berkas perkaranya saja, kuasa hukum kami baru terima dari Jaksa Penuntut Umum menjelang pembacaan putusan. Dan Itu pun karena kuasa hukum kami memaksa minta ke Hakim agar BAP itu diberikan dan Hakim kemudian memerintahkan itu,” bebernya.
Setelah di cek BAP itu, pada halaman belakangnya ternyata ada surat perjanjian yang dileges/disahkan Notaris Marina tetapi ada halaman yang dihilangkan.
“Baru disitu kami tahu kalau ada surat perjanjian yang dileges atau disahkan Notaris dan kami duga surat palsu yang kemarin diperlihatkan kepada saya tidak dimasukkan dalam BAP itu agar supaya tidak ketahuan bahwa memang ada dugaan rancangan tidak baik dibalik masalah ini,” cetusnya.
Pelapor mengaku telah secara tegas meminta kepada Tim Majelis Pemeriksa untuk mengungkap apa yang selama ini tersembunyi atau abu-abu di hadapan dirinya.
Karena, ini bukan hanya soal dugaan pelanggaran kode etik semata namun lebih dari itu ada fakta baru soal dugaan pemalsuan surat dan penggelapan sertifikat para ahli waris.
JHP Jarangga mengaku tak menyangka ada oknum atau pihak yang berani melakukan pemalsuan itu.
Ia pun memastikan siapapun yang terlibat dalam kosnpirasi jahat ini akan menanggung konsekuensi hukumnya.
“Ini sudah persoalan hukum baru lagi dan kami akan sikapi ini,“ pungkasnya menegaskan itu.
Sebelumnya, Notaris Marina diadukan para ahli waris dari Almarhum Alex Jarangga karena melegalkan dua Sertfikat Hak Milik (SHM) para ahli waris sebagai jaminan dalam suatu perjanjian utang piutang di Biak.
Perjanjian itu dibuat dan/atau disahkan oleh Notaris Marina tanpa sepengetahuan dan/atau tanpa melibatkan para ahli waris selaku pemilik sah sertifikat yang dijadikan jaminan.
Tak terima atas tindakan tersebut, para ahli waris kemudian mengadukan Notaris Marina ke Kementerian Hukum Provinsi Papua melalui Majelis Pengawas Daerah Notaris Papua pada 5 Maret 2025 lalu.
Menindaklanjuti aduan tersebut, MPND Kota Jayapura kemudian menetapkan Tim Majelis Pemeriksa Notaris Marina, SH, M.Kn dengan nomor penetapan: M.03/PN/MPDN.Kota Jayapura.02.25 yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap laporan pengadu.
Salah satu yang menjadi dasar pengaduan yaitu Undang-undang No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Di Pasal 16, dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib ”Bertindak Amanah, Jujur, Saksama, Mandiri, Tidak Berpihak, dan Menjaga Kepentingan Pihak yang terkait dalam Perbuatan Hukum”.
Dalam hal ini, Notaris Marina diduga tidak melakukan prinsip ‘SAKSAMA’ artinya teliti, cermat, tepat benar atau jitu.
Karena dalam hal ini telah jelas bahwa dua sertifikat yang dijadikan jaminan dalam Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023 tidak pernah diberikan izin oleh para ahli waris yang tidak pernah mengalihkan atau menjual kepada pihak manapun.
Lebih anehnya lagi, para ahli waris tidak pernah dilibatkan dalam perjanjian tersebut atau tidak secara teliti Notaris yang bersangkutan mengonfirmasi para ahli waris pemilik sertifikat tersebut.
Sebaliknya, Notaris yang bersangkutan malah tetap memfasilitasi Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023 untuk dileges dan/atau disahkan.
Perbuatan Notaris Marina juga diduga mengarah ke tindak pidana penggelapan sesuai Pasal 372 KUH Pidana berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam karena penggelapan”.
Sementara itu, JHP Jarangga selaku ahli waris dari Alex Jarangga meminta Kementerian Hukum melalui MPDN untuk bersikap tegas terhadap Notaris Marina yang diduga telah merugikan pihaknya.
“Saya minta ada tindakan tegas terhadap perilaku oknum Notaris ini yang tidak menjalankan profesinya sesuai dengan Undang-undang sampai membuat kami sangat dirugikan dalam hal ini,” pintanya.
JHP Jarangga mengakui jika hingga saat ini tidak mengetahui keberadaan dua sertifikat miliknya.
“Sampai hari ini kami tidak tahu itu barang (sertifikat, red) ada dimana,” bebernya.
JHP Jarangga juga menegaskan akan mengambil langkah hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam persoalan ini.
Saat ini, dirinya bersama tiga saudaranya selaku ahli waris almarhum dari sang ayah Alex Jarangga telah mengantongi sejumlah bukti dari upaya jahat untuk merampas hak milik mereka.
Diakhir pernyataannya, ia kembali menegaskan akan menyeret semua pihak yang terlibat dalam upaya jahat merampas hak waris dirinya dan tiga saudaranya.
Sebelumnya, Notaris Marina sendiri yang telah dikonfirmasi terkait dugaan pelanggaran yang dilakukannya telah mengakui menandatangani dan melegalisasi Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023.
“Jadi ceritanya itu, kemarin memang sertifikat dikasih ke saya karena MWGPJ ada bikin perjanjian untuk membayar hutang sebesar Rp5 miliar secara cicil. Tapi dari pak S (inisial) yang merasa dirugikan dia ada bikin perjanjian tersendiri dengan MVGPJ secara lisan. Jadi modelnya itu kalau dia (MVGPJ) tidak bisa bayar berarti MVGPJ serahkan tanah,” ungkapnya saat dikonfirmasi Koreri.com melalui telepon selulernya, Jumat (10/1/2025).
Belakangan lanjut Notaris Marina, MVGPJ tak jadi menyerahkan tanah tersebut.
“Dibelakang hari MVGPJ ngomong (bicara, red) tidak mau serahkan sertifikat tapi mau pakai ambil kredit di bank untuk bayar hutang. Jadi, sempat dimasukkan ke Bank tapi tidak disetujui dengan alasan jaminan tidak mencukupi kalau hanya rumah yang dia bangun di tanah kakeknya,” lanjutnya.
Notaris Marina mengakui jika ada 2 sertifikat tanah milik Almarhum Alex Jarangga yang sempat dipegangnya.
“Tapi belakangan saya sudah kembalikan ke pihak Maju Makmur karena memang tidak bisa. Karena awalnya mau balik nama ke MVGPJ tapi pamannya sebagai ahli waris tidak mau. Jadi saya konfirmasi ke salah satu ahli waris dan mereka tidak setuju. Jadi saya bilang ke Maju Makmur bahwa sertifikat ini bagaimana? Lebih baik diambil kembali saja karena tidak bisa balik nama,” akuinya.
Jadi, dua sertifikat tersebut tegas Notaris Marina, masih ada di Maju Makmur.
Selanjutnya, terkait dengan surat perjanjian penyelesaian keuangan itu diakui Notaris Marina, dibuat oleh pengacara (pihak Maju Makmur).
“Tapi tandatangan dan legalisasi sama saya,” ujarnya.
RED