Koreri.com, Manokwari – Kendati Presiden Joko Widodo berupaya memberantas tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di negara Indonesia tapi ternyata masih banyak para pembantunya diduga masih melakukan hal keji itu.
Perbuatan tak terpuji jual beli jabatan masih banyak terjadi di jajaran Kementerian terkait yang diduga dalam upaya memperkaya diri dan kelompok tertentu.
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Papua Barat M. Sanusi Rahaningmas, S.Sos, MM, SIP mendukung penuh upaya hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap dugaan jual beli jabatan di Kementerian Desa – PDTT RI.
Senator yang akrab disapa MSR itu meminta kepada lembaga anti rasuah dan Pemerintah untuk tidak saja membidik soal jual beli jabatan serta proyek di Kemendes.
Tetapi bisa juga ditelusuri terkait dengan rekrutmen tenaga pendamping dana desa yang juga diduga syarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme alias KKN.
“Banyak isu yang berkembang di daerah bahwa rekrutmen tenaga pendamping yang dilakukan di tingkat provinsi sarat dengan KKN. Dimana kalau mau jadi tenaga pendamping harus berasal dari partai yang bersangkutan dan diduga banyak rekayasa terkait ijazah atau pendidikan yang dibutuhkan sebagai tenaga pendamping,” jelas MSR melalui siaran persnya yang diterima media ini, Minggu (18/4/2021).
Ditegaskannya, bahwa akhir-akhir ini juga semakin santer isu kalau mau jadi tenaga pendamping di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus berkontribusi untuk partai tertentu.
Hal ini perlu ditelusuri oleh KPK dan pihak- pihak terkait sehingga kalau ada kebenaran serta fakta di lapangan maka perlu ditindaklanjuti.
Menurut mantan anggota DPR Papua Barat tiga periode ini, ada program baru Kemendes PDTT dan IFAD kerja sama tekad di 5 provinsi termasuk Papua Barat.
Itupun dalam rekrutmen tenaga pendamping yang dibutuhkan adalah pendidikan Strata 1 (S1) yang dapat memberikan penyuluhan dan pendampingan terkait hal seperti perikanan, kelautan, kehutanan dan hukum.
Tetapi semua dari peserta yang ikut pemberkasan sampai selesai dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
“Anehnya, menurut para pelamar yang lolos bukan dari sarjana disiplin ilmu yang dibutuhkan tetapi dari sarjana agama yang lolos. Ironisnya lagi, mereka tidak masuk dalam daftar permintaan karena diduga ada intervensi dari oknum salah satu pimpinan partai politik tertentu yang notabene adalah orang dekat Kementerian Desa,” beber MSR.
Hal-hal seperti inilah merupakan bagian dari merusak sistem pemerintahan yang ada dan tidak akan maksimal dalam memberikan pelayanan akibat tidak sesuai dengan skill yang dimiliki.
Sebab itu kedepan, pemerintah dalam rekrutmen tenaga pendamping desa tingkat kabupaten seharusnya dilakukan atau diberikan kepercayaan kepada instansi berwewang karena mereka yang tahu dan paham tentang SDM daerah untuk bekerja di bidang itu.
Sehingga bisa diberikan kesempatan buat anak daerah untuk bisa menjadi pendamping di kampung halamanya, yang sudah barang tentu merasa memiliki kampung halaman dan bisa berbuat terbaik meskipun mungkin dengan penghasilan yang belum memadai sebagaimana diperoleh tenaga pendamping sekarang ini.
“Semoga ada pergantian Kemendes dapat membawa perubahan bagi para tenaga pendamping dari provinsi sampai ke kampung-kampung dan tak ada lagi yang namaya KKN dan lain. Harus diprioritas putra-putri yang ada kabupaten se – Papua Barat yang berdomisili di Papua Barat dan tidak mendatangkan orang dari luar Provinsi Papua Barat,” tegas MSR.
KENN