Pengurus KPA Dukung Kejati Papua Proses Hukum Kasus Dana Hibah 5 M

Pengurus KPA Papua Dukung Kejati
Pengurus KPA Papua saat memberikan keterangan pers di Waena, Kota Jayapura, Kamis (29/7/2021) / Foto: Seo Balubun

Koreri.com, Jayapura – Sejumlah pengurus aktif Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi  Papua mendukung Kejaksaan Tinggi (Kejati) setempat dalam menangani proses hukum dugaan korupsi penyalahgunaan dana hibah 5 Miliar tahun anggaran 2019.

Wakil Sekretaris KPA Papua, Ida Bagus Kade Suagama, mengatakan pihaknya memberikan apresiasi kepada Kejati yang sudah menaikkan dugaan kasus korupsi penyalahgunaan dana hibah  senilai 5 Miliar ke tahap penyidikan.

“Jadi berkasnya sudah ada di meja Aspidsus. Untuk itu, kami selaku pengurus KPA aktif sesuai SK Gubernur Papua ingin menyampaikan terima kasih dan mendukung penuh pak Kajati Papua yang sudah memproses hukum penyalahgunaan dana hibah KPA Provinsi Papua tahun anggaran 2019,” ungkapnya dalam keterangan persnya di Jayapura, Kamis (29/7/2021).

Dijelaskan, total dana hibah KPA Papua tahun anggaran 2019 sebesar 20 miliar dan dicairkan selama tiga tahap yang disalahgunakan untuk membeli obat ilegal bagi para ODHA yang belum ada izin edar dari Kemenkes dan BPOM.

Tahap pertama dicairkan tanggal 20 Maret 2019 senilai 6 Miliar, tahap kedua tanggal 31 Juli 2019 senilai 9 Miliar dan tahap ketiga sekitar November 2019 dicairkan sisa 5 Miliar.

“Jadi, tahap pertama cair dipakai satu Miliar beli obat, tahap kedua cair 9 Miliar dipakai 4,5 Miliar untuk beli obat dan pembelian obat purtier placenta itu tidak termuat dalam rencana kerja KPA Papua tahun 2019,” sambungnya.

Menurut Kade Suagama, pembelian obat ilegal sepenuhnya adalah kebijakan oknum Ketua Karian KPA yang dibeli secara multi level marketing (MLM) atas inisiatif dan dorongan dari Dokter Jhon Manangsang.

“Awalnya diberitahukan bahwa obat purtier placenta bisa sembuhkan penderita HIV/AIDS, padahal itu salah. Purtier placenta itu cuma suplemen bukan obat HIV/AIDS,” jelasnya.

Akibat mengonsumsi obat purtier placenta, sudah ada 6 ODHA meninggal dunia.

“Dari data yang kami punya, sudah ada 6 orang korban meninggal dunia setelah mengonsumsi obat purtier placenta. Semua di wilayah Sentani Timur. Itu baru satu wilayah yang kami ambil sampel,” tandas Kade Suagama.

Anggota Divisi Hukum dan Advokasi KPA Papua, Yustina Haluk, mengatakan bahwa tindakan Ketua Harian yang membeli obat purtier placenta telah melanggar aturan dan mekanisme.

“Akibatnya mengonsumsi purtier placenta sekitar 6 ODHA meninggal dunia,” kata Yustina saat memberikan keterangan pers di Jayapura.

Meski sudah diberhentikan sepihak, Yustina mengaku sejumlah anggota KPA yang diberhentikan masih aktif karena dilantik berdasarkan SK Gubernur dan ditandatangani Gubernur Lukas Enembe sehingga masih memiliki kapasitas sebagai anggota KPA Papua dan mendukung proses hukum kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah 5 Miliar.

“Untuk kasus penyalahgunaan dana hibah sedang diproses Kejaksaan Tinggi Papua, dan kami dukung proses penetapan tersangka kasus dana hibah KPA Papua tahun 2019 senilai 5 miliar yang dipakai beli obat ilegal,” kata Yustina Haluk.

Sementara itu, Kepala Divisi Sekertariatan KPA Papua, Asri Gombo, mengatakan bahwa pembelian obat purtier placenta merupakan salah satu tindakan yang tidak bagus dilakukan oleh Ketua Harian KPA Papua, Yan Matuan.

“Publik sudah tahu kasus dana hibah 5 miliar ini sudah diproses Kejaksaan Tinggi Papua. Kita terus dorong dan memberikan apresiasi bahwa ini satu langkah awal untuk berantas dugaan korupsi di KPA Papua,” kata Asri dalam keterangan pers bersama pengurus KPA Papua lain.

Menurut gombo, ada aktor intelektual dibalik pembelian purtier placenta itu ada dimana ketua harian KPA Papua tidak punya basic dokter atau kesehatan.

Tapi aktor intelektual yang memboncengi atau mengambil manfaat dari keluguan Ketua Harian KPA Papua. Sehingga dana hibah dimanfaatkan untuk bisnis MLM yang jual purtier placenta dari aktor intelektual.

“Bisnis MLM ini bisnis penjaringan sehingga kami minta penyidik Kejati Papua harus panggil aktor dibalik pembelian obat ilegal untuk diperiksa bahkan harus ditetapkan tersangka karena ketua harian kami juga korban,” tegasnya.

VER