Koreri.com, Sorong – Pemerintah pusat dalam mendorong iklim investasi di Papua Barat Daya (PBD) yang merupakan daerah otonomi baru diminta tidak gegabah.
Pasalnya, daerah ini mempunyai kekhususan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 yang direvisi menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021.
Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat George Karel Dedaida,S.Hut.,M.Si menegaskan bahwa di Tanah Papua ini ada aturan yang mengatur sehingga pemerintah pusat melalui kementerian terkait ingin mendorong iklim investasi tetap harus mempertimbangkan lex spesialis derogat lex generalis.
“Sekarang ini UU Nomor 21 Tahun 2001 sudah direvisi menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021 dan masyarakat adat bersama pemerintah daerah berdiri atas produk hukum yang kami perjuangkan sampai berdarah-darah ini. Jadi kalau pemerintah pusat datang dengan iklim investasi dan UU investasi tetap harus mempertimbangkan UU Otonomi Khusus,” tegasnya kepada media ini melalui telepon selulernya, Rabu (9/8/2023).
Ketua LMA PBD itu menegaskan bahwa iklim investasi tidak serta merta datang menorpedo UU Otsus yang hasilnya masyarakat adat kembali berteriak menolak demi UU Otsus karena ulah dari investasi itu.
Ditegaskan bahwa masyarakat adat bukan saja diatur dalam UU Otsus tetapi juga UUD 1945 Pasal 18 b ayat (2) berbunyi “Negara menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih ada dan diakui serta diatur dalam perundang-undangan”.
Menurut, George bahwa ketika pemerintah pusat ingin berinvestasi di PBD harus memposisikan masyarakat adat di tempat yang tepat, tidak mengorbankan mereka sebagaimana beberapa investasi di tanah Papua seperti BP Tangguh dan Freeport Indonesia.
“Kami masyarakat adat dapat apa dari investasi itu? Konteks pemberdayaan mereka seperti apa? Ini harus dibuka dulu karena mereka ini punya saham wilayah adat akan diambil untuk melakukan investasi, jadi duduk bicara sama-sama,” kembali tegasnya.
Tokoh muda Papua asal Imeko, Kabupaten Sorong Selatan ini mengajak Wakil Presiden RI K.H Ma’ruf Amin selaku Ketua Umum BP3OKP untuk duduk bersama membicarakan persoalan investasi supaya posisi masyarakat adat bisa jelas.
Pemetaan wilayah dan masyarakat adat menjadi solusi untuk diberikan haknya, investasi menunggu sampai penyelesaian hak barulah berurusan dengan masyarakat adat.
“Saran konkrit saya, sebelum investasi mari peta wilayah adat dan manusia Papua baru bisa melakukan investasi diatas tanah mereka, supaya kita bisa konsen mengurus mereka jangka sampai mereka jadi korban akibat investasi itu,” tandasnya.
Bertepatan dengan momentum hari masyarakat adat ini, George mengingatkan pemerintah pusat agar menghargai masyarakat adat Papua sebagai pemilik hak ulayat lahan yang incaran investasi.
KENN