Koreri.com, Manokwari – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti yang dipimpin Yohanes Akwan, SH., Zainudin Patta, SH., Melkianus Indouw, SH., dan Melianus P Yable, SH., mendampingi pelaporan 33 anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya (PBD) ke Polda Papua Barat.
Laporan tersebut terkait dengan keputusan MRPBD yang menyatakan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw bukan Orang Asli Papua (OAP).
Proses pelaporan dilakukan oleh tiga orang yang dikirimkan dan didampingi YLBH Sisar Matiti, Senin (11/9/2024).
Para pelapor yang menyampaikan laporan ke Polda Papua Barat adalah Abner Sanoy, dengan Nomor: STTLP/B/260/IX/2024/SPKT/POLDA PAPUA BARAT dan Moh Nasib Baria dengan Nomor: STTLP/B/261/IX/2024/ SPKT/POLDA PAPUA BARAT.
Keduanya melaporkan MRPBD karena keputusan yang tidak meloloskan Abdul Faris Umlati sebagai OAP.
Sementara itu, Derek Frengky Tatuta, dengan Nomor: STTLP/B/262/IX/2024/SPKT/POLDA PAPUA BARAT, melaporkan MRPBD terkait dengan tidak diloloskannya Petrus Kasihiw sebagai OAP.
Yohanes Akwan, SH., Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, menjelaskan bahwa laporan ini dikirimkan karena para pelapor merasa bahwa 33 anggota MRPBD tersebut telah melakukan penggelapan asal usul dan tindakan diskriminatif, yang tidak mengakui garis keturunan ibu dari Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw sebagai bagian dari OAP.
“Keputusan MRP Papua Barat Daya yang tidak mengakui garis keturunan ibu (matrilineal) sebagai penentu keaslian OAP sangat subjektif dan telah melukai rasa keadilan bagi Orang Asli Papua,” ujar Yohanes Akwan.
Selain laporan atas dugaan penggelapan asal-usul serta diskriminasi, YLBH Sisar Matiti juga menjelaskan bahwa terdapat sejumlah pelanggaran yang ditemukan ketika verifikasi faktual dilakukan oleh MRPBD di Raja Ampat dan Sorong maupun di Teluk Bintuni.
“Ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh anggota MRP ketika mereka melakukan verifikasi faktual, oleh karena itu kami berharap Polda Papua Barat dapat mengembangkan laporan ini menjadi penyidikan,” pungkas Yohanes Akwan.
Laporan ini diharapkan tidak hanya dapat memberikan keadilan bagi Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw serta menegaskan pentingnya pengakuan terhadap garis keturunan matrilineal dalam penentuan keaslian Orang Asli Papua, tetapi bisa menjadi sebuah preseden tentang keadilan bagi Orang Asli Papua di Tanah Papua.
RED