Koreri.com, Jayapura – Ketua Koalisi Mahasiswa dan Pemuda Papua Peduli Rakyat (KMP3R), Paul Ohee, menegaskan bahwa Badan Adhoc seperti Panitia Pemilihan Distrik (PPD), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang terbukti terlibat dalam pelanggaran Pilkada Papua 2024 lalu tidak boleh dilibatkan dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Hal ini disampaikan Paul dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).
Ia menekankan pentingnya prinsip-prinsip pemilu yang bersih dan transparan dalam pelaksanaan PSU Pilgub Papua pasca putusan MK.
Terkait pembentukan badan ad hoc di situ PPD, PPS, dan KPPS. Kami mendorong agar badan ad hoc yang terlibat dalam pelanggaran dalam Pilkada 2024, tidak dilibatkan dalam PSU.
Ini untuk menjaga agar PSUPilgub Papua bisa berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu itu sendiri.
“Dan ini bisa menutup peluang adanya gugatan-gugatan lanjutan di Mahkamah Konstitusi,” ujar Paul sapaan akrabnya.
Dalam kesempatan yang sama, Paul juga menyampaikan bahwa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua 2024 termasuk salah satu Pilkada yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh TPS se-Provinsi Papua.
Hal ini sebagaimana yang diputusan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dibacakan dalam sidang putusan MK, pada Senin, 24 Februari 2024.
Di tengah-tengah sorotan publik atas kegagalan KPU Papua dalam menyelenggarakan Pilkada Papua, menurutnya yang menjadi permasalahan sekarang adalah, uang rakyat sebesar itu ternyata habis tanpa ada hasil sebagaimana yang diharapkan.
“Seluruh hasil kerja KPU dan Bawaslu Papua dibatalkan oleh MK karena terdapat pelanggaran fundamental yang dilakukan KPU Papua dan diketahui Bawaslu Papua terkait ketidakbenaran dan ketidakabsahan persyaratan salah satu calon,” jelasnya.
Paul juga menyoroti kinerja Bawaslu Papua dan Jajarannya yang dinilai kurang optimal dalam melakukan pengawasan selama Pilkada berlangsung, sehingga banyak pelanggaran yang terjadi.
Hal ini, menurutnya, berdampak pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan penyelenggaraan PSU Pilgub Papua pada 9 Kabupaten/Kota.
“Bawaslu Provinsi Papua dan Bawaslu Kab/Kota kurang optimal di dalam pengawasan sehingga banyak pelanggaran yang terjadi di dalamnya,” kata Paul.
Akhirnya MK memutuskan PSU dengan jangka waktu 180 hari.
“Ini juga sebuah permasalahan mungkin untuk para penyelenggara, khususnya juga untuk Kementerian Dalam Negeri seperti dalam Pasal 166 Ayat 1 Undang-Undang Pilkada, bahwa pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada APBN atau APBD yang dapat didukung oleh APBN,” tambahnya.
Anggaran PSU Pilgub Papua
Lebih lanjut, Paul mengungkapkan bahwa kebutuhan anggaran PSU kali ini mencapai sekitar Rp364 miliar.
Hal tersebut dapat dirincikan, KPU Papua mengajukan anggaran sebesar Rp 168 miliar. Angka ini lebih besar dibanding anggaran Pilkada pada November 2024 sebesar Rp 155 miliar.
Kemudian Bawaslu Papua mengajukan sebesar Rp 151 miliar atau hampir 200 persen lebih.
“KPU Papua mengajukan anggaran sebesar Rp168 miliar. Sedangkan Bawaslu Papua, mengajukan Rp 151 miliar. Anggaran yang diminta Bawaslu justru lebih besar dari awal yang realisasikan pemprov papua pada Pilkada 2024 sebesar Rp 55 miliar,” bebernya.
Sedangkan untuk anggaran keamanan, Paul menyebut untuk anggaran keamanan untuk kepolisian sebesar Rp 29 miliar sementara TNI Rp 19 miliar.
“Jika semua ditotal maka PSU Pilgub Papua membutuhkan Rp364 miliar untuk menggelar Pemilihan akibat sebuah pelanggaran. Angka yang sangat fantastis tentunya di tengah efisiensi anggaran,” sorotnya.
Pemilih Pemula Baru
Selain itu, KMP3R ini juga menyoroti tantangan baru dalam penyelenggaraan PSU Pilgub Papua, yaitu adanya tambahan pemilih pemula baru yang telah memenuhi syarat usia 17 tahun pada saat pemungutan suara ulang berlangsung.
Menurutnya, KPU Papua harus mampu mengakomodasi pemilih pemula ini agar mereka tetap dapat berpartisipasi dalam PSU.
“Pada saat penyelenggaraan PSU untuk kali ini terdapat tambahan pemilih, yaitu dari pemilih pemula yang akan memenuhi persyaratan 17 tahun pada saat. penyelenggaraan PSU. Ini tentunya tantangan untuk KPU bagaimana bisa mengakomodir pemilih pemula ini agar bisa mengikuti tahapan ataupun pemilihan dalam PSU ini,” sambungnya.
Karena kesannya kalau PSU ini, orang sudah malas.
“Kemarin yang sudah jelas hasil dari partisipasi publiknya turun, jangan sampai nanti malah turun lagi,” paparnya.
Sejumlah carut-marut pelanggaran yang terjadi pada proses pungut hitung dan rekapitulasi ini tidak terjadi dengan sendirinya tanpa kerja sama dengan tim sukses yang memang sejak awal sudah menyadari besarnya peran KPPS dalam mendulang suara dengan cara kotor.
Peserta pemilihan melalui tim sukses merekomendasikan para penyelenggara ad hoc mulai dari KPPS, panitia pemungutan suara (PPS) di kelurahan/kampung, sampai panitia pemilihan distrik (PPD) kepada KPU Kabupaten/Kota untuk memudahkan terjadinya manipulasi perolehan suara pada tingkatan pungut hitung maupun tingkat rekapitulasi.
Dengan menguasai struktur penyelenggara mulai dari tingkat TPS, mereka bisa merancang dan menyembunyikan kecurangan, meski sistem pemilihan kepala daerah sudah didesain sedemikian terbuka dengan tingkat partisipasi publik yang aksesibel.
“Meski PSU Pilgub Papua ini tidak mampu menyelamatkan semua aspek, namun dapat kami sarankan agar semua penyelenggara badan Ad hoc yang terlibat dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 di Provinsi Papua dapat diseleksi ulang oleh KPU dan Bawaslu Papua guna mencegah terjadinya kecurangan yang mengotori demokrasi di Tanah Papua,” pintanya.
Sebagai penutup, Paul meminta agar Kementerian Dalam Negeri dapat memberikan dukungan penuh kepada pemerintah provinsi papua agar seluruh proses PSU berjalan dengan baik.
Menurutnya, diskresi sangat dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan yang ada dan dapat dibicarakan dengan lembaga serta kementerian terkait.
“Kami memohon bantuan Kementerian Dalam Negeri agar keseluruhan proses untuk PSU Pilgub Papua ini bisa berjalan dengan baik, sehingga diskresi sangat dibutuhkan. Tentunya ini bisa disampaikan dan dibicarakan dengan lembaga dan kementerian terkait,” pungkasnya.
TIM