Koreri.com, Bintuni – Proyek pembangunan jembatan di kampung Idoor, Distrik Wamesa, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejak tahun 2020 kini jadi sorotan.
Hal itu lantaran kegiatan pembangunan jembatan tersebut dikabarkan bersifat multiyears yang dianggarkan dalam APBD Kabupaten Teluk Bintuni mulai 2020 hingga 2023.
Namun faktanya, pekerjaan fisik yang menggunakan anggaran negara miliaran rupiah itu diduga belum atau tidak dilaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggarannya.
Pasalnya, Pemerintah daerah melalui Inspektorat baru mengetahui kegiatan tersebut dan akan melakukan penelusuran.
Kepala Inspektorat Teluk Bintuni I Wayan Sidia kepada awak media belum lama ini mengaku baru mendapat informasi tersebut dari pemberitaan media.
“Kita masih telusuri dinas mana yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan jembatan Idoor. Kita koordinasi supaya tahu dulu permasalahannya apa, tahun berapa kemudian APBDnya kabupaten, provinsi atau pusat? Itu harus jelas dulu supaya kita mengambil langkah selanjutnya,” akuinya.
Pekerjaan jembatan Idoor yang merupakan poros utama menghubungkan Kabupaten Teluk Bintuni dengan Teluk Wondama dikerjakan Memed Alfajri yang juga salah satu kontraktor setempat.
Sementara itu, Ketua RT Kampung Idoor Yoel Idorway membenarkan Kontraktor Memed Alfajri yang mengerjakan pekerjaan jembatan dimaksud.
“Setahu saya pak Memed yang pertama mengerjakan jembatan ini, setelah itu siapa lagi yang kerja atau masih di Pak Memed, saya juga tidak mengetahui itu,” ujarnya.
Memed Alfajri yang saat ini menjabat sebagai Ketua KPU Teluk Bintuni langsung membantah dirinya sebagai kontraktor yang mengerjakan pekerjaan pembangunan jembatan Kampung Idoor itu.
Dia mengklaim hanya sebagai pemodal dalam pekerjaan itu.
Klaim Ketua KPU Teluk Bintuni itu langsung ditanggapi serius Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti Yohanes Akwan,S.H.,M.A.P.
Menurut Akwan, pernyataan Memed Alfajri itu tersebut menimbulkan pertanyaan serius dan harus ditindaklanjuti dengan mekanisme pengawasan etik dan hukum.
“Ketua KPU Teluk Bintuni sendiri menyatakan bahwa ia adalah pemodal proyek Pemerintah daerah yang dibiayai dari APBD. Ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah layak seorang pejabat publik, khususnya penyelenggara Pemilu terlibat secara finansial dalam proyek negara?” sorotnya.
Akwan menilai bahwa pengakuan sebagai pemodal berpotensi menimbulkan benturan kepentingan, terlebih lagi posisi Memed sebagai Ketua KPU Teluk Bintuni merupakan jabatan strategis yang menuntut independensi tinggi.
“Kami tidak serta-merta menuduh adanya pelanggaran hukum. Tapi fakta bahwa seorang pejabat publik ikut mendanai proyek negara perlu ditelaah lebih lanjut. Apakah ada akses atau pengaruh istimewa yang digunakan? Itu yang penting untuk diselidiki. Apalagi dalam pengakuannya, bahwa proyek tersebut sepenuhnya berprogress sesuai dengan anggaran yang dicairkan oleh Pemerintah, terus fungsi permodalan dalam bentuk apa? Imbal balik berupa apa?,” jelasnya.
Akwan juga mengingatkan bahwa partisipasi dalam proyek yang dibiayai APBD meskipun tidak terlibat sebagai pelaksana tetap menimbulkan pertanyaan integritas dan profesionalisme, apalagi jika keterlibatan berlangsung saat menjabat.
RED