Koreri.com, Sorong – Presiden RI Joko Widodo pada satu kesempatan melaksanakan kunjungan kenegaraan ke Negara Australia.
Saat itu di sela-sela kunjungannya, orang nomor satu RI ini menyempatkan waktu bertatap muka dan berdiskusi bersama dengan para mahasiswa Indonesia yang berkuliah di negara terletak di Benua Kangguru tersebut.
Di momen itu, terungkap sebuah fakta yang begitu mengharukan.
Tiga tahun yang lalu saya (Presiden Joko Widodo, red) ke Wamena.
Saya tanya berapa harga bensin di Wamena?
Rakyat mengatakan pada saya di Wamena harga bensin di sini pak 60 ribu, kadang-kadang jika cuaca tidak bagus bisa jadi 100 ribu.
Di Jawa harga bensin 6450 rupiah.
Saat itu juga saya perintahkan kepada Menteri, saya mau bensin di sini (Wamena, red) harganya sama dengan di Jawa.
Saya mau cepat, tapi baru satu setengah tahun baru terealisasi. Tapi itu pun patut kita syukuri bahwa harga bensin di Wamena dan sekitarnya, Pegunungan Tengah sama seperti yang kita nikmati di pulau Jawa.
Bayangkan di Jawa kalau naik 500 perak demonya 4 bulan. Di sini (Jawa, red) naiknya 1000 perak saja demonya sampai 6 bulan.
Saudara-saudara kita yang di Wamena, di Pegunungan Tengah harga 60 ribu diam bertahun- tahun.
Itulah yang namanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ???
Curahan hati Presiden yang akrab disapa Jokowi saat momen tatap muka itu dikutip dari video youtube Setpres langsung begitu menyentuh ke hati peserta yang hadir. Bahkan tak sedikit yang terlihat begitu emosional hingga menitikkan air mata haru.
Momen pertemuan itu kemudian menjadi viral dan membuka semua mata dan hati publik betapa besarnya jurang “ketidakadilan sosial” yang terjadi antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Ketertinggalan dalam berbagai aspek pembangunan yang dirasakan masyarakat di Bumi Cenderawasih itu tidak bisa dipungkiri telah berlangsung begitu lama.
Apapun itu, perbedaannya sangat mencolok dan merata di semua sisi.
Maka tak heran, Presiden Joko Widodo sejak kepemimpinannya di periode pertama 2014 – 2019 langsung tancap gas.
Upaya itu kemudian terlihat begitu masif ketika berbagai program unggulan diluncurkan. Bahkan tanpa menunggu lama, eksekusi lapangan pun langsung dilakukan.
Salah satu yang kemudian begitu fenomenal yaitu program pengadaan “BBM Satu Harga”, selain pembangunan infrastruktur baik jalan, jembatan hingga bandara dan pelabuhan.
Ketimpangan harga yang begitu mencolok antara wilayah barat dan timur Indonesia itulah kemudian menjadi alasan kuat mantan Gubernur DKI Jakarta ini mendesak segera dilakukan penyamarataan harga BBM.
Perlu diketahui, BBM Satu Harga adalah program unggulan Pemerintah melalui Pertamina untuk menyediakan BBM di daerah terpencil termasuk wilayah terdepan, yaitu wilayah 3T, terpencil, terluar dan tertinggal. Dan bertujuan untuk pemerataan energi serta menggerakkan perekonomian masyarakat.
Dampak dari program itulah yang kini dirasakan masyarakat di Tanah Papua.
Salah satunya di Kampung Sakabu, Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Kampung yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani ini tak perlu lagi mengeluarkan biaya yang besar untuk mendapatkan BBM jenis pertalite dan solar di tempat tinggal mereka.
Khaerudin Filis (54), salah seorang warga kepada Koreri.com, mengaku sangat bersyukur atas kehadiran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kampung Sakabu.
Ia berujar dengan adanya program BBM Satu Harga ini telah sangat membantu mempermudah pekerjaannya. Karena ia tidak perlu lagi membuang waktu, tenaga bahkan uang untuk mendapatkan pertalite dan solar hingga ke pusat Kota Sorong yang harus dijangkau dengan transportasi laut.
“Kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan kepada bapak Presiden Joko Widodo juga Pertamina karena kami masyarakat pun sekarang sangat mudah mendapatkan BBM dengan harga yang pas. Kami tidak setengah mati (susah, red) lagi mencari BBM,” ucap Khaerudin.
Diakuinya, penjualan bensin di kampung yang dulunya bernama Kalobo kala itu mencapai 15 ribu perliter sebelum adanya SPBU Satu Harga.
“Sekarang ini pembelian tidak dibatasi namun disesuaikan dengan kebutuhan. Bensin yang saya gunakan selain untuk melaut (nelayan) juga saya gunakan untuk menambang pasir. Sebelumnya saya juga menggunakan solar dengan harga 10 ribu untuk menambang namun setelah adanya SPBU ini harganya turun dan biayanya menjadi lebih irit,” sambung Khaerudin.
Pria yang pekerjaan sehari-harinya menambang pasir ini menambahkan, jika di kampung Sakabu ini terdapat juga masyarakat transmigrasi dari Jawa pada 1982 lalu yang kesehariannya menggunakan traktor untuk mengolah ladang.
Mereka kata dia, merasa sangat terbantu dengan adanya BBM satu harga. Karena tanpa harus mengeluarkan biaya ekstra lagi untuk ongkos perjalanan ke Kota Sorong.
“Harapan kami, Insya Allah kedepannya ada tambahan SPBU untuk stok BBM disini,” harapnya.
Senada juga disampaikan Ibu Maria (47), warga asli Papua di Kampung Sakabu yang juga turut merasakan dampak dari adanya program BBM Satu Harga ini.
Ibu rumah tangga ini mengaku lebih mudah mengatur biaya kebutuhan hidup sehari-hari.
“Dulu apa-apa kitong beli barang kebutuhan itu mahal, tetapi setelah harga BBM turun semua barang jadi lebih murah. Bahkan tidak beda jauh dengan harga di kota. Kitong sangat terbantu sekali,” ungkapnya kepada Koreri.com dengan wajah semringah.
Maria pun tak lupa menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Presiden Joko Widodo.
“Terima kasih Bapak Presiden Jokowi sudah jawab kitong masyarakat di Papua punya keluhan. Juga terima kasih kepada Pertamina sudah buat program BBM satu harga ini. Semoga kedepan, kehidupan kitong masyarakat kecil di Kampung Sakabu ini semakin sejahtera,” imbuhnya.
Zaenuddin Majid selaku pengelola SPBU dari CV Alfhasa Raja Ampat di Kampung Sakabu mengatakan kuota BBM yang didistribusikan perbulan sebanyak 85 KL untuk jenis pertalite.
“Sedangkan solar kuotanya sebanyak 30 KL,” ujarnya.
Zaenuddin menambahkan sejak Oktober 2021, BBM satu harga ini juga melayani beberapa pulau sekitar yang berdekatan dengan Kampung Sakabu termasuk beberapa disekitarnya yaitu kampung Kalobo, Waibo, Waijan, Wailabu, Wailen dan kampung Waimaci.
“Dan kami selalu menjaga pasokannya agar tidak terjadi kekosongan. Dan Alhamdulillah sejauh ini kami selalu tepat waktu agar pelayanan kepada masyarakat selalu terjaga dengan baik dan lancar. Jadi begitu stok menipis sudah masuk lagi stok baru dan itu kita sudah komunikasikan dengan pihak pemasok. Untuk peningkatan penggunaan BBM biasanya terjadi saat tahun baru dan hari raya dan dari pihak Pertamina biasanya ada operasi penambahan.,” pungkasnya.
Edi Mangun, Area Manager Communication Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading Regional Papua Maluku mengatakan BBM satu harga yang hadir di Distrik Salawati Tengah diresmikan sejak Oktober 2021 lalu.
Program ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat di Kampung Sakabu hingga ke daerah pemukiman transmigrasi di Batanta juga ke Pulau Jefman.
“Kuota yang diberikan setiap bulan adalah berdasarkan persetujuan Pemerintah daerah yang diusulkan ke BPH Migas dan Pertamina yang kemudian mendistribusikannya.
Kehadiran program BBM Satu Harga di gugusan Pulau Raja Ampat ini sudah pasti memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat termasuk para nelayan juga petani yang menggunakan kendaraan dan alat kerja dengan bahan bakar bensin.
Diharapkan dengan adanya BBM satu harga ini dapat terus mendorong hingga meningkatkan perekonomian bagi masyarakat yang ada di Kampung Sakabu dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah ini.
Edi Mangun menambahkan ada 187 titik SPBU BBM satu harga di regional Papua Maluku. Jumlah yang setara 34,9 persen atau sepertiga dari total 535 titik SPBU BBM satu harga di seluruh wilayah Indonesia.
Di Papua Barat Daya sendiri tersebar di 36 titik dengan rincian 17 titik di kabupaten Maybrat, 7 titik di kabupaten Raja Ampat, 6 titik di kabupaten Sorong Selatan dan 6 titik di kabupaten Tambrauw.
ZAN