Koreri.com, Jakarta (5/2) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua mengklarifikasi insiden 2 petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lobi Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2/2019).
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Papua melalui Kabag Protokol, Gilbert Yakwart, menjelaskan Pemprov Papua telah menyelesaikan RAPBD 2019 dan telah mendapat evaluasi Menteri Dalam Negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Berkenan dengan hasil evaluasi tersebut, pada Sabtu (2/2/2019), Pemprov dan DPR Papua melakukan pertemuan resmi di Hotel Borobudur Jakarta Pusat yang dihadiri juga oleh Kementerian Dalam Negeri, melalui Direktorat Keuangan Daerah untuk menjelaskan substansi hasil evaluasi agar dapat dipahami untuk segera ditindaklanjuti.
Bersamaan dengan pelaksanaan agenda pertemuan tersebut, ternyata KPK telah menempatkan beberapa pegawainya untuk melakukan kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan dugaan akan ada tindakan penyuapan pada pertemuan dimaksud.
Hal tersebut dapat terbaca dari beberapa bukti-bukti berupa cuplikan komunikasi melalui WA yang berisikan informasi, gambar dan/atau foto seluruh peserta rapat beserta keterangan, termasuk barang – barang yang dibawa peserta seperti tas ransel, yang senantiasa dilaporkan secara detail antara pegawai KPK yang satu kepada pegawai KPK lainnya dan/atau kepada atasannya yang tidak berada di tempat kejadian.
Bahwa mengetahui adanya pihak lain dan/atau orang lain yang sedang melalukan pemotretan secara berulang – ulang yang dikuti dengan komunikasi via telepon atas semua gerak-gerik peserta rapat, maka yang bersangkutan didatangi untuk ditanyakan guna memastikan apakah benar yang bersangkutan sementara memantau semua pergerakan peserta rapat sebagaimana yang diduga.
Bahwa ketika yang bersangkutan dihampiri, membuat yang bersangkutan menjadi gugup atau panik dan terlihat berkelit ketika ditanyakan perihal identitas bersangkutan serta tindakan apa yang sementara dilakukan pada saat itu.
Pada mulanya yang bersangkutan tidak mengakui sebagai pegawai KPK yang sementara melakukan tugas pengawasan dan/atau monitoring terhadap kegiatan evaluasi APBD Papua bersama Kementerian Dalam Negeri RI, namun setelah tas jinjingnya diambil dan dilihat isinya ternyata terdapat kartu identitas sebagai Anggota KPK atas nama Muhamad Gilang Wicaksono, lalu ditanyakan pula berapa anggota yang bersama – sama dengan yang bersangkutan dan di jawab oleh yang bersangkutan bahwa mereka ada berenam namun ternyata yang berada di tempat kejadian (lobi hotel Borobudur) hanyalah berdua bersama dengan seseorang yang kemudian diketahui bernama saudara Ahmad Fajar.
Selanjutnya diminta pula untuk memperlihatkan surat tugas atau surat perintah penugasan akan tetapi yang bersangkutan menyatakan tidak ada, seraya mengatakan bahwa hanya diperintah oleh Pimpinan.
Yang bersangkutan juga diminta untuk memperlihatkan siapa – siapa saja yang telah diambil gambar atau di foto dengan hand phone yang bersangkutan.
Ternyata dalam hand phone tersebut terdapat hampir semua foto pejabat Papua beserta keterangan termasuk barang – barang bawaan serta lebih disoroti lagi tentang adanya tas ransel yang di bawa oleh salah satu peserta yang diduga di dalamnya berisi uang untuk tujuan penyuapan.
Peserta yang membawa tas ransel tersebut setelah mengetahui bahwa dirinya sebagai bidikan utama, seolah- olah dalam tas ransel tersebut berisikan uang, maka secara spontanitas peserta tersebut, mendatangi pegawai KPK dimaksud lalu memperlihatkan isi dalam tas ransel dimaksud, yang sesungguhnya hanya berisikan dokumen-dokumen berupa kertas dan tidak terdapat uang di dalamnya.
Bahwa mengingat telah terdapat banyak kasus yang mengatasnamakan diri sebagai pegawai dan/atau sebagai penyidik KPK, apalagi yang bersangkutan tidak dapat memperlihatkan Surat tugas dan/atau surat perintah penugasan, maka atas dasar tersebut, yang bersangkutan diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan klarifikasi oleh Polda Metro Jaya apakah benar yang bersangkutan adalah Pegawai KPK.
“Bahwa terkait dengan isu penganiayaan kedua petugas tersebut sampai kepada tindakan operasi pada bagian hidung dan/atau wajah, perlu kami sampaikan bahwa hal tersebut adalah tidak benar karena tidak ada penganiayaan sebagaimana sampai kepada kerusakan fisik pada bagian hidung dan/atau wajah dimaksud,” demikian pernyataan rilis yang diterima Koreri.com, Minggu (4/2/2019).
Yang terjadi adalah tindakan dorong mendorong karena perasaan emosional, karena diduga akan melakukan penyuapan yang berakibat pada tindakan OTT dari KPK.
“Terlampir kami perlihatkan foto kedua orang dimaksud ketika telah berada dalam ruangan DireskrimUm Polda Metro Jaya, dimana dari foto tersebut, secara jelas menunjukan bahwa kedua orang tersebut dalam keadaan fresh, sehat serta tidak terdapat adanya luka dan/atau sobekan pada bagian hidung dan/atau wajah yang bersangkutan, sehingga membutuhkan tindakan operasi,” sambungnya.
Berkaitan dengan peristiwa itu, dirasakan sangat mencederai hati Pemerintah dan DPR Papua yang telah menseriusi arahan dan pembinaan yang dilakukan KPK selama 4 tahun tentang Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Papua.
“Dimana atas rekomendasi KPK, kami telah membangun sistem e-planning, e-budgeting, e-samsat, e-perijinan, dan e-lapor,” rincinya.
Pemprov Papua telah berusaha dengan sumberdaya yang dimiliki diatas berbagai kekurangan dan kelemahan untuk mendukung penuh arahan-arahan KPK melalui rencana aksi pemberatasan korupsi di Papua.
“Tindakan ini menunjukan ketidakpercayaan KPK terhadap kemampuan dan hati orang Papua untuk berusaha taat asas dan komitmen atas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam NKRI. Dan justru tindakan tersebut menimbulkan rasa takut untuk melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan karena aparat di hantui perasaan“ Akan Ditangkap Sewaktu-Waktu”. Padahal kami telah komitmen untuk menjaga papua dalam kerangka NKRI,” cetusnya.
Secara perlahan-lahan tindakan tersebut akan membunuh kemandirian dan prakarsa daerah untuk berusaha memahami kondisi rill budaya Papua dan mencari solusi-solusi kreatif mengatasi permasalahan untuk membangun dan mengejar ketertinggalan dengan saudara-saudara kami di Provinsi lain untuk mencapai kesejahteraan melalui RAPBD yang tepat sasaran dan pro rakyat.
RAPBD hanyalah alat untuk mencapai kesejahteraan. Jika selalu digunakan kacamata curiga kepada Pemprov dan DPR Papua dalam mengelola anggaran untuk kemanfaatan rakyat, hanya melahirkan ketakutan yang berkepanjangan.
“Untuk itu, kami meminta perlindungan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar kami dapat bekerja dengan tenang, jauh dari rasa takut dan intimidasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di Provinsi Papua,” demikian pernyataan rilis yang disampaikan untuk mengklarifikasi sekaligus menjelaskan duduk persoalan yang benar-benar terjadi.
Dan juga untuk menjawab seluruh pemberitaan yang telah beredar di media massa dan dikalangan publik atau masyarakat.
VDM