Koreri.com, Jakarta (11/2) – Komisi Pemberantasan Korupsi RI diminta fair dalam menyikapi soal insiden di Hotel Borobudur yang melibatkan anggotanya dan pejabat Pemerintah Provinsi Papua.
Menyusul kegagalan lembaga antirasuah ini dalam upaya Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Hotel Borobudur dengan menggembar-gemborkan isu penganiayaan terhadap dua pegawainya, Sabtu (2/2/2019) lalu.
“KPK harus fair dengan skenario OTT yang gagal dan bukan sebaliknya menggembar-gemborkan isu penganiayaan petugasnya. Sebab itu, harus dijelaskan oleh KPK secara transparan, jujur dan terbuka kepada publik, apa yang pegawai KPK lakukan di Hotel Borobudur hingga terjadi insiden itu,” terang Kuasa Hukum Pemerintah Provinsi Papua, Stefanus Roy Rening di Jakarta, Senin (11/2/2019) siang.
Menurutnya, apa yang terjadi saat ini adalah akibat sistem kerja KPK yang tidak professional, menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan, mempergunakan hukum untuk menakut-nakuti masyarakat.
“Hal ini menunjukkan sikap tidak percaya KPK terhadap Pemprov Papua dalam pengelolaan keuangan yang seharusnya tidak perlu terjadi,” sambung Roy.
Apalagi, empat tahun belakangan, terhitung sejak 2015, KPK telah bekerja sama dan berkomitmen bersama-sama dengan Pemprov Papua dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
“Tak ada satu pun barang bukti yang ditemukan di lokasi dalam kaitan dengan isu suap. Makanya ini yang kita katakan bahwa pimpinan KPK beserta seluruh jajarannya telah melakukan upaya kriminalisasi terhadap Pemerintah Provinsi dan Gubernur Papua. Karena itu, pimpinan KPK harus menjelaskan hal itu secara terbuka,” lanjutnya.
Pertanyaannya adalah mengapa mereka mengirim mata-mata lagi? Itu kan tandanya KPK tidak percaya Gubernur Papua memimpin daerahnya. Padahal sudah ada kerjasama Pemprov dengan lembaga anti korupsi ini.
“Karena itu, KPK harus jelaskan kepada publik, terutama rakyat di Papua, karena mereka mau tahu, ada apa ini? Kita prihatin, kita tidak mau KPK dipakai sebagai alat politik untuk melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan-pimpinan kami di daerah. Kami menolak itu,” cetusnya Roy.
Ia merincikan, ada tiga indikator gelagat upaya kriminalisasi yang sedang dilakukan KPK kepada Pemprov Papua.
Pertama, para pegawainya yang datang ke Hotel Borobudur 2 Februari 2019 itu melakukan pemantauan, sama sekali tidak dibekali surat tugas.
Kedua, jika KPK mengatakan ada tindak pidana korupsi yang diselidiki hingga mengirim pegawainya melakukan pemantauan, pertanyaannya adalah tindak pidana korupsi yang mana?
“Ketiga, KPK katakan ada indikasi suap. Kalau ada, mana uangnya? Bukti uangnya mana? Semua tak ada bukti. Karena itu, sudah sepentasnya semua pimpinan KPK diajukan ke Dewan Kode Etik,” tegasnya.
VDM