as
as

Gelontarkan Anggaran Besar, Kemendagri Didesak Bentuk DPR Transisi di Papua Barat Daya

IMG 20230117 WA0009
Wakil Ketua DPR-PB Jongky R. Fonataba,S.E.,M.M dan Ketua Fraksi Otsus DPR-PB George K. Dedaida,S.Hut.,M.M (Foto : Istimewa)

Koreri.com, Manokwari – Pemerintah Pusat telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 206/PMK.07/2022 tanggal 27 Desember 2022 tentang Alokasi Transfer ke Daerah untuk Provinsi/Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya Tahun Anggaran 2023.

Akibat Kebijakan Pemerintah Pusat itu, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Papua Barat T.A 2023 sebesar Rp 7 triliun lebih yang sudah ditetapkan dalam sidang paripurna DPR Papua Barat akhir tahun 2022 lalu harus digeser sebesar 47 persen ke Provinsi Papua Barat Daya yang saat ini sedang direvisi pagu anggarannya.

Ketua komisi I DPR Papua Barat, George Karel Dedaida,S.Hut.,M.Si, menegaskan bahwa anggaran 36 persen yang akan digeser untuk dipergunakan di Papua Barat Daya sudah diparipurnakan sehingga Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri mempertimbangkan untuk segera membentuk lembaga legislatif transisi di daerah otonomi baru itu.

“Ketika anggaran rakyat yang sudah dipindahkan ke Papua Barat Daya, siapa yang mengawasi?, terkait implementasi terhadap uang rakyat, saya berharap mekanisme pengawasan dan kontrol itu harus berlaku juga di daerah yang anggarannya kita pindahkan yaitu Provinsi Papua Barat Daya,” kata Ketua Fraksi Otsus, George Dedaida, kepada media ini melalui telpon celulernya, Selasa (17/1/2023).

Karena itu, pemerintah pusat didesak segera membentuk lembaga legislatif di daerah otonomi baru Provinsi Papua Barat Daya supaya bisa bermitra sekaligus mengawasi uang rakyat melalui program pemerintah daerah dan OPD setempat, supaya ada keseimbangan.

“Saya berharap 29 anggota DPR Papua Barat dari tiga dapil di Sorong Raya juga dipindahkan untuk Mengawal transisi pemerintahan menuju pemilu serentak 2024 supaya fungsi kontrol terjaga dengan baik, kontrol APBD ke Papua Barat Daya itu uang rakyat,” ujarnya.

Legislator muda asal Kabupaten Sorong Selatan itu menyoroti Kebijakan Pj Gubernur Muhammad Musa’ad yang menentukan Plt Eselon dua saja sudah menuai pro dan kontra ditengah masyarakat Papua Barat Daya, karena itu harusnya ada lembaga legislatif untuk mengontrol selain keuangan rakyat juga kebijakan kepala daerah yang tidak berpihak kepada masyarakat.

Mekanisme pengawasan dari lembaga wakil rakyat harus dilaksanakan jika tidak maka Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah akan prematur di Provinsi yang baru, pasalnya hanya ada eksekutif sedangkan legislatif tidak ada sementara yudikatif baru terbentuk. “Ini harus jadi perhatian bersama,” pungkasnya.

Penegasan ini juga disampaikan Wakil Ketua DPR Papua Barat, Jongky R. Fonataba,S.E.,M.M, yang mengingatkan Pemerintah Pusat terkait pengawasan anggaran rakyat triliunan rupiah di Provinsi Papua Barat Daya.

Menurut politisi demokrat itu bahwa dengan digelontorkan anggaran sebesar Rp 3,2 triliun dan tambahan dana dari Provinsi Induk serta partisipasi Kabupaten/Kota bawahan maka seharusnya ada kebijakan Pemerintah segera merealisasi pembentukan Lembaga DPR di Provinsi Papua Barat Daya untuk mengontrol kebijakan anggaran yang sangat besar itu.

“Penting untuk dilakukan, untuk itu perlu ada kejelasan apakah kebijakan pemakaian anggaran itu di awasi oleh DPR Papua Barat. Hal ini harus jelas agar benar-benar realisasi anggaran sesuai dengan kepentingan percepatan Pembangunan di Provinsi yang baru. Apa lagi ini bukan anggaran yang sedikit dalam waktu hanya kurang lebih 2 Tahun,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya harus mengelola anggaran selama dua tahun sampai pemilihan umum serentak 2024 menghasilkan anggota legislatif, namun pertanyaan selama dua tahun APBD yang digunakan DOB ini ditetapkan pemerintah pusat? atau lembaga legislatif Provinsi induk,?

KENN

as