Koreri.com, Biak – Perusahaan air bersih PT. War Besrendi mengaku mengalami kerugian sebesar Rp11 miliar dikarenakan 600 pelanggan di 8 kampung di Biak menunggak pembayaran.
Akibat tunggukan jaringan air bersih ke 600 pelanggan tersebut langsung diputus pihak perusahaan.
Hal ini dibenarkan Dirut. PT. War Besrendi Biak Hasael Rumabar ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (27/9/2023).
Hasael membeberkan, pemutusan jaringan air bersih yang ada di kampung Anggraidi sampai dengan Kampung Karyendi itu adalah akibat dari tunggakan 600 lebih pelanggan dari 8 kampung tersebut yang tidak menyelesaikan kewajiban mereka tidak membayar secara rutin, hingga memicu tunggakan senilai Rp11 miliar lebih.
“Rp11 miliar rupiah yang jadi tunggakan 600 pelanggan di 8 Kampung itu adalah merupakan urutan paling terbesar dari pelayanan PDAM Kota Biak sehingga kami lakukan pemutusan pada pipa induk,” ujarnya.
Hasael menyayangkan sikap dari 600 pelanggan yang menunggak karena masih ada 88 pelanggan aktif yang rutin membayar juga ikut menerima dampak akibat pemutusan pipa induk.
“Kami sudah berusaha untuk mencari solusi bagaimana supaya menyelamatkan 88 pelanggan aktif ini tetapi setelah kami hitung-hitung biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan khusus bagi 88 pelanggan ini lebih tinggi artinya biayanya besar juga,” sambungnya.
Menurut Hasael, penunggakan ini sudah berlangsung sejak 2007 hingga kini dan sebagian besar pelanggan yang ada di Anggraidi sampai di Karyendi itu menggunakan dana kampung untuk pemasangan-pemasangan air bersih bagi mereka.
“Di dalam pemasangan jaringan air bersih untuk 8 kampung dari 600 sekian pelanggan ini kebanyakan yang menggunakan dana kampung dimana mereka beranggapan bahwa setelah menggunakan dana kampung untuk membayar pemasangan airnya maka dana kampung jugalah yang akan membayar pemakaian setiap bulan padahal itu tidak semestinya demikian,” bebernya.
Pemerintah hanya membantu untuk membangun sarana air bersih untuk sambungan awalnya saja sedangkan pembayaran pemakaian merupakan tanggung jawab dari pemakai dalam artian masyarakat itu sendiri.
“Akibat pemikiran ini menyebabkan sampai tidak ada penyelesaian dan menumpuk dan juga untuk daerah Anggraidi sampai dengan Karyendi itu sudah melakukan pemutusan berkali-kali Namun tim kami terbentur dengan persoalan yaitu penggunaan lokasi Parai dengan Taman Anggrek dimana masyarakat selalu mengklaim bahwa itu mereka punya lokasi, mereka punya air, sehingga kami terbentur di situ dan tidak bisa melakukan keputusan sesuai dengan yang diaturkan oleh perusahaan ini, kami terbentur banyak,” keluhnya.
Hasael juga menjelaskan pihaknya sudah melakukan pertemuan beberapa kali tidak hanya tahun ini saja tapi tahun-tahun kemarin pun sudah dilakukan sosialisasi dengan 8 Kampung ini masing-masing.
Termasuk juga melakukan pertemuan-pertemuan dengan mengundang kepala kampung dan Bamuskam dari 8 kampung dengan melibatkan beberapa instansi terkait untuk membicarakan bagian ini yaitu bagaimana proses penyelesaiannya.
“Namun pada bulan Juni itu merupakan pertemuan terakhir untuk mendapatkan solusi dan inipun juga kita libatkan Pemerintah daerah didalamnya supaya mengetahui bahwa ada tunggakan terbesar dari 8 kampung ini, sehingga kita sama-sama mencari solusi namun tidak ada solusi penyelesaian,” akuinya.
Dengan demikian, pihaknya tetap melakukan pemutusan karena perusahaan ini tetap melakukan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat dalam hal sarana air bersih.
“Jadi jika membiarkan bagian ini terus-menerus maka akibatnya adalah semua masyarakat kota Biak tidak akan mendapat pelayanan air bersih karena perusahaan akan bangkrut. Dengan demikian, pihak perusahaan harus ambil tindakan tegas,” cetusnya.
Hasael menjelaskan pula, sekitar wilayah kota, Ridge dan Samofa mendapat pelayanan air bersih dari sumur Snerbo sehingga terlepas dari 8 kampung yang menggunakan air tanah yang ada di Kali Ruar.
Terkait pencurian air bersih dijelaskan, ia tak menampik jika itu adalah bagian yang selalu terjadi.
Dia mencontohkan, pencurian air ini selalu terjadi pada jaringan dimana ada yang sengaja merusak jaringan pipa dengan masukan selang tetapi juga ada yang sengaja melakukan sambungan secara pembukaan kembali air itu setelah diputus.
Termasuk juga ada yang mengambil air menggunakan mesin air (dub-red).
“Nah ini memang banyak hal yang kami hendak lakukan tapi pada prinsipnya belum mendapatkan dukungan dalam jaminan secara hukum untuk bagaimana kami harus ambil tindakan tegas terhadap mereka-mereka yang melakukan pencurian ini. Tapi kalau di dalam aturan perusahaan diaturkan disitu bahwa siapapun yang melakukan pengrusakan atau menggunakan mesin dab untuk mengambil air tanpa seijin perusahaan maka akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Oleh karenanya, pihak perusahaan masih tetap memberikan pengarahan, penjelasan buat masyarakat bahwa hal-hal yang dilakukan adalah hal yang merugikan perusahaan tetapi juga merugikan masyarakat pengguna air bersih yang lain. Dimana menggunakan mesin dab juga membocori pipa-pipa induk sangat merugikan pihak perusahaan dan dan bisa terkena sanksi.
“Hanya kesadaran masyarakat untuk menyelesaikan pembayaran yang kurang dalam artian kami berharap supaya setelah hak-hak mereka yaitu menerima air bersih dari perusahaan ini maka kewajiban mereka harus diselesaikan yakni membayar tagihan sehingga hak dan kewajiban harus berjalan seiring,” tegasnya.
Untuk diketahui, PDAM Biak memiliki jumlah pelanggan sebanyak 12.000 lebih dan Kabupaten Biak Numfor termasuk urutan ketiga dari PDAM di tanah Papua setelah Jayapura dan Sorong
HDK