Koreri.com, Sorong – Seorang guru yang bertugas di SMP Negeri 3 Kota Sorong, Papua Barat Daya ketiban masalah.
Pendidik berinisial SA ini harus menutup denda sebesar Rp100 juta akibat ulahnya sendiri.
Ia dikabarkan dituntut oleh orang tua muridnya sendiri inisial ES (13) gara-gara menyebarkan video hingga viral.
Hal itu dibenarkan Kepala SMP Negeri 3 Kota Sorong Herlin S Maniagasi Herlin kepada awak media di Sorong, Senin (4/11/2024).
Dia mengaku ada pemicu hingga SA dituntut membayar denda hingga Rp100 juta.
“Memang kasus ini, kita sudah didatangi oleh keluarga ES terkait video viral dan berlanjut pada stigma miring kepada siswi tersebut di media sosial,” akui Kepsek.
Atas kejadian tersebut pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Sorong sudah membuat sejumlah langkah termasuk mengajak para keluarga menempuh jalur kekeluargaan.
Selama dua kali dinegosiasi, pihak keluarga dan sekolah belum mendapatkan titik temu hingga berlanjut ke Polresta Sorong Kota.
Ia mengaku, kesepakatan awal di Polresta Sorong Kota keluarga meminta denda dari Rp500 juta, dinegosiasi hingga turun jadi Rp100 juta dan diberikan waktu seminggu.
“Awalnya ada permintaan denda termasuk syarat saya turun dari jabatan dan guru SA harus dinonaktifkan, namun kita terus buat negosiasi dengan keluarga ES,” katanya.
Selama beberapa jam lakukan negosiasi, pihak sekolah dan orang tua murid sepakat Rp100 juta dengan batas waktu membayar dendanya hingga pada 9 November besok.
Dengan adanya kesepakatan itu, pihaknya telah melakukan rapat dengan komite agar patungan membantu membayar denda itu.
“Pihak sekolah akan bantu Rp10 juta dan SA sudah menyanggupi agar bayar Rp20 juta sisanya kami cari jalan,” ucap Herlin.
Atas koordinasi bersama pihak PGRI, maka seluruh guru di Kota Sorong buat gerakan solidaritas agar mengumpulkan uang guna membantu membayar denda dimaksud.
Gerakan solidaritas tersebut berdasarkan hasil rapat bersama PGRI setiap orang guru hanya diberi batas nominal Rp30 ribu.
Tak hanya itu, sebelumnya guru SA telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada pihak keluarga ES terkait video itu.
Kronologi Awal
Sebelumnya, Herlin menyadari kasus ini bermula dari sebuah video yang diambil oleh guru SA di salah satu ruang kelas dan langsung disebar tanpa sepengetahuan ES.
“Memang saat itu anak-anak ada di ruang kelas, namun karena tidak ada guru maka SA masuk duduk di dalam,” kata Herlin.
Dijelaskan Herlin, saat SA di ruangan ES tampak menggaris alis menggunakan alat tulis di papan dan langsung diambil video oleh guru yang bersangkutan di kelas.
Dalam video tersebut, ada salah satu siswa memberitahu ke ES ihwal ada SA di dalam ruang kelas dan yang bersangkutan kaget.
Tak lama kemudian si guru SA iseng lalu mengupload video tersebut ke media sosial dan menuai banyak respon mulai positif hingga ada beberapa lebel yang miring.
Melalui komentar tersebut, pihak keluarga tidak terima dan langsung mendatangi sekolah serta langsung bertemu guru SA.
Herlin berharap, melalui masalah ini semua dewan guru bisa lebih berhati-hati, bisa cari jalan damai dan buat keluarga siswa jangan main hakim sendiri kepada guru di sekolah.
RED