Koreri.com, Jayapura – Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) Tsingwarop menilai ada permainan oknum-oknum di DPRD dan Tim Pemerintah Daerah Mimika untuk meloloskan Raperda penyertaan modal PT. Papua Divestasi Mandiri dan PT. Mimika Abadi Sejahtera.
Kabarnya, dua perusahaan tersebut diusulkan untuk mengelola saham 7 persen yang termasuk di dalamnya saham 4 persen Masyarakat Pemilik Hak Ulayat selaku Korban Permanen.
“PT. Papua Disvestasi Mandiri untuk saham pemerintah dan penyertaan modal untuk saham siapa? Ada dua perusahaan yang diusulkan untuk kelola saham 7 persen ! Yang menjadi pertanyaan kami adalah untuk kelola saham 7 persen kenapa harus buat dua PT? Kenapa tidak buat satu perusahaan, jika memang itu mau dikelola oleh Pemda Mimika,” demikian rilis pernyataan Sekretaris FPHS Tsingwarop Yohan Zonggonau yang diterima redaksi Koreri.com, Minggu (11/10/2020).
Untuk diketahui, PT. Mimika Abadi Sejahtera merupakan perusahaan pribadi Eltinus Omaleng yang tak lain adalah Bupati Mimika sendiri.
“Kami Forum Pemilik Hak Sulung terus mengikuti langkah penipuan publik yang dilakukan oleh oknum tim Pemda Mimika untuk menguasai seluruh saham 7 persen namun dibalik itu ada ketidakjujuran terhadap publik tentang sosialisasi yang dilakukan Bupati tanggal 8 Oktober 2020 di Hotel 66,” bebernya.
Sosialisasi itu berakhir ricuh dan kacau akibat dilakukan protes keras oleh Masyarakat Pemilik Hak Ulayat dan Korban Permanen karena tidak adanya transparansi.
Bahkan tak hanya itu, Pemda Mimika juga melakukan penekanan bahwa saham tersebut milik Bupati Eltinus Omaleng tanpa ada kesimpulan.
Diakui Zonggonau, hal serupa itu mulai terjadi pertengahan September lalu saat berlangsung kegiatan Bimtek DPRD Mimika di Jakarta.
Sempat Tim Bupati Mimika memaksakan kehendak untuk meminta agar mengesahkan Perda penyertaan modal PT. Papua Disvestasi Mandiri dan Perda penyertaan modal untuk PT. Mimika Abadi Sejahtera, yang merupakan perusahaan pribadi Eltinus Omaleng.
Lantas pada pertemuan tersebut dilakukan penolakan oleh DPRD Mimika.
Kemudian dilanjutkan pertemuan di Jayapura pada 28 September 2020, namun itupun dilakukan penolakan Oleh Bapemperda dengan catatan harus ketemu dengan FPHS Tsingwarop.
Selanjutnya Bupati Eltinus membuat 2 Pertemuan, yaitu pertemuan pertama tanggal 7 Oktober 2020 di Hotel Grand Mosa dengan topik pembicaraan dana 1 persen yang diberikan oleh PT. Freeport Indoensia.
Sementara pertemuan kedua di Hotel 66 membahas tentang saham 7 persen yang kemudian berujung kacau dan ricuh.
Anehnya, pada pertemuan kedua itu, masyarakat adat FPHS Tsingwarop, yang merupakan Pemilik Hak Sulung Ulayat dan Korban Permanen tidak mendapat undangan Resmi.
“Jadi, melalui Ketua DPRD dan Ketua Bapemperda yang kirimkan kita undangan. Undangan itu ditujukan ke Ketua DPRD lalu disampaikan ke kita juga untuk ikut karena bebas untuk semua masyarakat. Maka kami ikut hadir,” akuinya.
Zonggonau menegaskan, pihaknya telah berjuang dari awal sehingga ada saham 10 persen dan didalamnya ada Pemilik Hak Ulayat Korban Permanen 4 persen yang sudah disosialisasi dan disampaikan baik oleh pihak provinsi dan juga Kabupaten dalam hal ini Bupat Eltinus Omaleng sendiri.
“Sayangnya, beliau sendiri yang terus melakukan penipuan publik, dengan penyampaian beliau di media. Bahkan pada pertemuan tanggal 8 Oktober 2020 kemarin sangat jelas Bupati Eltinus melakukan penipuan publik dengan menyatakan 7 persen itu milik mutlak Pemerintah tidak dibagi-bagi ke masyarakat,” kecamnya.
Lantas sebagai Bupati, uang negara ini mau dimakan sendiri oleh Pemerintah.
Hal ini sangat tidak sesuai dengan perjanjian induk yang telah disepakati bersama, Meteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, PT. Inalum, Gubernur Papua dan Bupati Mimika pada tanggal 12 Januari 2018 di Jakarta.
Pasal (2) Point 2,2 menyatakan “Para pihak sepakat bahwa porsi kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika secara tidak langsung (melalui Perseroan Khusus) sejumlah 10% (sepuluh Persen) dari Total Saham dalam PT. FI sehingga kepemilikan saham Provinsi Papua dan Pemda Mimika melaui BUMD Papua pada perseroan Khusus dan dihitung secara proporsional berdasarkan kepemilikan 10% Saham tersebut dengan rincian sebagai berikut : Komposisi 10% tersebut terdiri atas (a).Pemerintah Provinsi Papua sebesar 3% dan (b). Pemerintah Kabupaten Mimika sebesar 7% termasuk mewakili hak-hak Pemilik Hak Ulayat dan masyarakat yang terkena Dampak Permanen”.
Perjanjian induk ini sudah semestinya dirincikan secara baik di Perubahan Perdasi No 7 Tahun 2018 tentang perseroan terbatas Papua Disvestasi Mandiri dimana pada pasal 15 tentang komposisi saham itu harus dirincikan, bukan melakukan kopi paste langsung dari perjanjian induk.
Akhirnya Bupati Eltinus, menganggap dia Pemilik Hak Ulayat dan juga pemegang kekuasaan.
“Yang bersangkutan jadi semena-mena dan berusaha menghilangkan nilai adat secara sepihak lalu mengklaim diri sebagai pemilik tunggal,” tegasnya.
SEO