Koreri.com, Jayapura – Media sosial (medsos) sejak Rabu (4/11/2020) marak dan jadi sorotan publik pasca beredarnya surat kesepakatan damai para pihak terkait kasus dugaan tindak pidana pelanggaran ITE “Video Mesum Mimika”.
Seperti yang diperoleh redaksi Koreri.com, Kamis (5/11/2020), surat kesepakatan tersebut ditandatangani oleh pihak I atas nama Marianus Maknaipeku (54) dan pihak II atas nama Eltinus Omaleng (42).
Sementara para saksi yang turut menandatangi surat bermeterai 6000 itu masing-masing Bram Raweyai, Robby Omaleng, Lebu Tadan dan Martina W. Ufmia.
Inti dari kesepakatan itu, antara lain pihak I dan II secara kekeluargaan sepakat untuk berdamai dan menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan.
Kedua belah pihak juga sepakat untuk tidak meneruskan permasalahan hukum (mencabut perkara) terkait laporan video yang beredar di media sosial yang sementara berproses di Polres Mimika.
Mereka juga sepakat untuk saling mendukung baik secara kekeluargaan maupun dalam pemerintahan guna kemajuan dan kesejahteraan Suku Amungme dan Kamoro, serta tidak saling menuntut dikemudian hari.
Terkait informasi kesepakatan tersebut, salah satu wakil rakyat setempat memberikan tanggapannya.
“Menurut pendapat saya, kesepakatan itu adalah usaha dari pihak-pihak yang bermasalah hukum dan itu sah-sah saja. Namun apakah surat kesepakatan tersebut adalah novum atau alat bukti baru yang dapat membuat penyidik mengeluarkan SP3, tentu jawabannya adalah tidak,” tanggap sumber yang meminta namanya tidak dipublis media.
Diakuinya, memang ada hak diskresi pihak penyidik untuk menyelesaikan perkara diluar obyek masalah sepanjang belum tertuang di dalam UU demi kepentingan umum.
“Apakah kasus ITE belum ada di UU ? Jawabannya tentu tidak! Apakah kesepakatan tersebut bermanfaat? Di pihak penyidik, tentu tidak bermanfaat namun akan sangat bermanfaat di hadapan hakim untuk menjadi sebuah pertimbangan dalam menjatuhkan putusan,” akui sumber.
Di sisi lain, akibat adanya kesepakatan ini sangat berpotensi bagi kuasa hukum MM untuk menuntut balik kliennya karena ingkar janji.
Pasalnya, saat MM memberikan kuasa penuh kepada pihak kuasa hukum tentu dengan berbagai macam kekuasaan yang diberikan kepada pembelanya. Salah satunya adalah berhak menandatangani surat apapun.
“Maka itu, akan sangat bagus dan elegan jika saksi di pihak MM itu adalah PH-nya sendiri,” bebernya.
Sumber juga menekankan UU ITE yang memberlakukan ancaman hukuman di atas 5 tahun. Pertanyaanya, bisakah pihak penyidik mengambil langkah yang begitu berisiko mengeluarkan SP3, sementara pihak JPU atau Kejaksaan teleh membentuk tim penuntutnya?
“Jika saja kasus ini tidak ramai di publik, maka saya yakin bisa dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pihak penyidik dan PU. Alasan-alasannya pasti bisa di terima oleh pimpinan di tingkat atas termasuk alasan yang paling menonjol di Papua yaitu stabilitas keamanan. Seperti pepatah, orang bijak katakan apakah karena ulah seekor tikus, maka anda harus membakar rumah sendiri?” ujarnya.
Namun memang, akan ada penilaian hingga sorotan yang bermacam-macam kepada pihak penyidik dari kalangan publik dalam hal ini masyarakat.
“Tapi kalau masyarakat tak hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan apalagi yang bisa berdampak ke UU ITE, maka masyarakat sendiri yang akan terancam proses hukum,” himbaunya.
Lalu apa ending dari semua ini …? Sumber mengajak semua pihak untuk merenung sejenak.
“Lalu kita sama-sama berpikir dengan hati yang tulus sebagai manusia, bagaimana jika hal yang dialami oleh EO dan kawan-kawannya terjadi pada diri kita? Bukankah selama bebrapa bulan ini EO telah mengalami hukuman moral dari masyarakat? Bagaimana perasaan istri dan anak-anaknya? Ada berita dengan judul EO ’sudah jatuh ketimpa tangga pula’. Bagaimana istri dan keluarga lainnya melihat semua ini ? Lalu kita alihkan pikiran kita kepada saudara MM, anda mendapat nikmat dan juga penyebab ramainya masalah anda di media, 1000 persen saya berkeyakinan bahwa andapun telah mendapat dua hukuman; dari masyarakat dan juga dari istrimu bahkan hukuman dari istrimu seumur hudup….!?” ajaknya.
Sumber juga mengajak semua pihak berhenti menyebut nama EO dan MM di medsos setelah membaca kesepakatan mereka.
“Cukup bagi kita membuat dua gerakan yaitu menggeleng geleng kepala atau mengangguk-angguk !! Mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak yang saya sebutkan namanya dalam pendapat pribadi ini…trims,” tutupnya.
Hingga berita ini dipublis, belum diperoleh pernyataan resmi dari otoritas kepolisian setempat terkait kesepakatan itu.
SEO