as
as

FPHS Tsingwarop : Lemasa – Lemasko Harus Koreksi Diri

FPHS Tsingwarop Kecam Lemasa Lemasko
Pengurus dan Anggota FPHS Tsingwarop

Koreri.com, Jayapura – Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) Tsingwarop mengeluarkan pernyataan tegas mengecam keras tudingan yang disampaikan Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa) dan Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko).

Kecaman tersebut disampaikan menanggapi pernyataan tudingan yang menyoal adanya organisasi serta forum orang Amungme dan Kamoro yang berjalan sendiri menuntut hak dan yang lainnya ke PT. Freeport Indonesia (PTFI) tanpa koordinasi dengan kedua lembaga itu.

Bahkan, kedua lembaga adat yang diklaim terbentuk lama oleh masing-masing suku menilai telah dilangkahi.

“Hari ini tanggal 12 Maret 2021, kami di honai mau sampaikan kepada Lemasa dan Lemasko agar mereka kembali mengoreksi diri,” kecam Markus Manga Beanal selaku pemilik sulung Nemangkawi, dalam konferensi pers, Jumat (12/3/2021).

Ia menyindir kehadiran kedua lembaga itu selama 24 tahun dan mempertanyakan apa yang sudah dilakukan untuk masyarakat adat.

“Apa yang sudah anda lakukan untuk masyarakat adat ketika anda hadir mengatasnamakan 11 wilayah adat? Lantas apa perhatianmu terhadap segala hal tentang proteksi wilayah adat ketika Freeport datang mencuri hasil kekayaan?” sindir Markus.

Ia justru mempertanyakan balik, soal kuncuran dana 15 – 25 Miliar pada setiap tahunnya yang diperuntukkan bagi Lemasa dan Lemasko.

“Semua itu dikemanakan selama bertahun tahun lamanya,” tanya Markus.

Karena itu, selaku pemilik sulung Nemangkawi, ia mengingatkan lebih baik Lemasa dan Lemasko mengoreksi diri untuk kembali berbicara internal lembaga.

“Lembaga adat mana yang mendapat legitimasi masyarakat adat? Ini hanya sibuk dengan direksi atau kepengurusan dan uang saja! Tapi jika ada persoalan di masyarakat anda lari langkah seribu mencari aman. Tapi jika bicara uang dan posisi malah anda yang bawa muka,” bebernya.

Penegasan juga disampaikan Dominggus Natkime yang juga Kepala Suku Besar FPHS Tsingwarop.

Menurutnya, Lembaga Adat Amungme Lemasa itu sudah secara resmi memberikan kuasa kepada FPHS untuk membentuk lembaga sendiri.

“Jadi, kami sudah melakukan musyawarah adat dan memiliki lembaga sendiri yang dinamakan LMA Tsingwarop termasuk sudah ada honai sendiri. Jadi perlu diketahui bahwa Lemasa sudah resmi menjadi payung bagi LMA Tsingwarop,” tegasnya.

Dengan demimkian, mengenai masalah 3 kampung atau Tsingwarop akan diselesaikan sendiri oleh LMA yang sudah terbentuk.

“Jika ada hal yang berkaitan dengan wilayah adat lain seperti di Hoya Jila itu, kami LMA Tsingwarop tidak akan ikut campur karena itu urusan Lemasa yang resmi memdapat legitimasi dari 11 wilayah adat,” pungkasnya.

Tak ketinggalan, Yeni Manga Beanal sebagai anak intelektual masyarakat Tsingwarop yang juga menyampaikan desakannya kepada Lemasa dan Lemasko untuk melakukan upaya koreksi diri.

“Jadi, sebelum koreksi lembaga lain, Lemasa dan lemasko koreksi internal lembaga dulu. Sehingga tidak membuat opini publik yang ngawur di tengah masyarakat. Dan saat ini Lemasa turun di kampung 11 wilayah adat, baru bicara. Jangan tinggal di tempat lain tapi bicara tentang nasyarakat yang tak pernah anda sentuh,” tukasnya.

SEO

as