Koreri.com,Manokwari– Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti memberikan Warning kepada DPR Papua Barat khususnya Fraksi Otsus agar memperhatikan revisi tentang rancangan peraturan daerah khusus RTRW Papua Barat.
Direktur YLBH Sisar Matiti Yohanes Akwan,S.H mengatakan, RTRW Papua Barat harus memasukan Wilayah Masyarakat adat agar diatur perlindungannya sehingga laju deforestasi tidak meningkat dan pengaturan pola ruang dapat dikendalikan secara berkelanjutan.
Dimana sebelumnya pola ruang Papua Barat sebelum direvisi diketahui fungsi budidaya 46, 1 % sekitar 4,5 juta hektar) dan fungsi lindung lebih besar 53,9 % (sekitar 5,3 juta hektar).
Rinciannya, fungsi budidaya, yakni, hutan produksi terbatas 12,3%, hutan produksi tetap 13,6%, hutan produksi dapat dikonversi 13,0%, perkampungan/desa 4,5%, pertambangan 0,2%, pertanian agropolitan 0,1%, dan tanaman tahunan/perkebunan 2,2%). Untuk fungsi lindung sebelum revisi, yakni, cagar alam darat (11,8%), gambut (5,9%), hutan lindung (21,5%), hutan suaka alam dan hutan wisata (0,3%), kawasan rawan bencana (2,3%), kawasan resapan air (7,8%), lahan basah (0,3%), suaka margasatwa darat (0,5%), taman nasional darat (3,5%), dan taman wisata alam (0,2%).
Sedang RTRW Papua Barat 2013-2033, terlihat peningkatan fungsi budidaya jadi 66% (6, 5 Juta hektar), fungsi lindung turun jadi 34 % (3,3 juta hektar).
Fungsi budidaya terdiri dari hutan produksi terbatas 16%, hutan produksi tetap 15%, hutan produksi dapat dikonversi 10%, kawasan budidaya lain 5%, perkebunan 4%, pemukiman 3%, pertambangan 0,2%, dan pertanian 12%. Lalu, fungsi lindung: hutan lindung 16% dan suaka alam atau kawasan pelestarian alam 18%.
“Apabila hal ini diabaikan maka kami akan menggugat Revisi RTRW Papua Barat tersebut harus mengakomodir pola ruang lindung dan Hak Masyarakat adat,” jelas Yohanes Akwan.
KENN