Luncurkan Buku Kewarganegaraan NFRPB, Onisemus: Kami Mau Berunding Dengan NKRI

WhatsApp Image 2022 02 01 at 00.04.52
Ketua Dewan Nasional Papua (DNP) NFRPB, Onesimus Banundi (tengah) didampingi Zakeus Sorondanya, Helen dan Robi Nian ketika memberikan keterangan pers pada saat peluncuran Buku Kewarganegaraan, di Kantor Sekretariat NFRPB, Jalan Batu Dua, Kampung Sabron Yaru, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, Senin (31/1/2022) / Foto: IDI

Koreri.com, Sentani – Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) luncurkan buku Kewarnegaraan NFRPB di Kantor Sekretariat NFRPB, Jalan Batu Dua, Kampung Sabron Yaru, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, Senin (31/1/2022).

Peluncuran buku kewarganegaran oleh Ketua Dewan Nasional Papua (DNP) NFRPB, Onesimus Banundi mewakili Presiden NFRPB, Forkorus Yoboisembut, S.Pd.

Onesimus Banundi, mengatakan bahwa peluncuran buku Kewarganegaraan NFRPB dimaksudkan sebagai upaya menuju perundingan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB).

Buku Kewarnegaraan NFRPB ini telah disahkan sejak 19 Desember 2016 lalu dan diluncurkan tahun 2022

“Jadi ini terkendala pada saat kami sahkan dan kami antarkan kepada Menteri Pertahanan RI pada saat itu, Jenderal Ryamizard Ryacudu. Setelah kami pulang (dari Jakarta) sudah kami atur untuk pra perundingannya, tapi saat kami pulang langsung ditangkap oleh Polres Jayapura Kota dan ditahan di Polda selama 18 hari,” kata Onesimus Banundi

Namun pada saat berita acara pemeriksaan atau BAP, sambung Onesimus, proses itu tidak bisa dilanjutkan, karena tidak ada data kuat yang menunjukkan pihaknya bersalah.

“Kami diminta untuk wajib lapor selama 6 bulan. Akhirnya, sampai hari ini sudah 5 tahun tidak ada keputusan pengadilan (Incrach) yang jelas. Terpaksa pada hari ini, sebagai Negara kami harus luncurkan buku ini kepada masyarakat umum agar bisa membacanya,” jelasnya.

Dikatakan, dalam sambutan Presiden NFRPB Forkorus Yoboisembut sudah sangat jelas sekali, bahwa bagaimana nanti nasib 6 juta orang Indonesia yang tinggal di Papua ini. Jadi ini yang menjadi pertimbangan pihak NFRPB untuk bersama NKRI bagaimana masalah ini dibicarakan secara bersama-sama.

Oleh karena itu, negara harus berfikir, mari kita duduk bicara lewat perundingan dan proposal yang sudah disampaikan pada tahun 2020 lalu mengenai perundingan.

“Kami telah sampaikan buku ini di tahun 2016 lewat Menteri Pertahanan RI saat itu. Seharusnya sudah ada tindaklanjutnya, tapi Polisi Indonesia (Polri) yang ada di Papua menangkap kami. Jadi, akhirnya (rencana itu) kabur,” katanya.

“Tapi di hari ini, kami minta tidak usah tangkap-tangkap lagi. Akan tetapi, mari duduk bicara. Karena ini mengenai nasib 6 juta orang Indonesia yang ada di Papua. Nah, bagaimana nasib mereka?, itu yang sedang dipikirkan, dipertimbangakan oleh para pemimpin NFRPB,” sambung Onisemus.

Sehingga hari ini secara resmi kita luncurkan buku ini untuk dimiliki semua pihak. Baik itu, kepada masyarakat non-Papua, juga masyarakat Papua asli. Supaya sama-sama bisa mengetahui posisi dalam kehidupan bersama ini.

“Jadi NFRPB hanya menghendaki pada saat nanti ada intervensi internasional, kalau Indonesia tidak mau perundingan, bagaimana nasib orang indoensia di Papua?,” tanya Onisemus.

Untuk itu, Onesimus juga meminta agar pemerintah Pusat juga harus respon terhadap peluncuran buku ini dan dalam waktu dekat akan memperbanyak agar dapat dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai ilmu pengetahuan.

“Itulah salah satu alasan mendasar diluncurkannya buku ini, karena di dalam buku ini bisa menjadi berkat atau menjadi kutukan,” pungkasnya.

IDI