Koreri.com, Jayapura – Komisi I DPR Papua menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) Tsingwarop, Dinas Pertanahan serta Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua di Hotel Horison Kotaraja, Kota Jayapura, Kamis (7/4/2022).
Dalam RDP tersebut, Komisi I DPR Papua dan FPHS sepakat membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelesaikan hak-hak masyarakat tiga kampung korban permanen di area tambang PT. Freeport Tsinga, Waa/Banti, Aroanop (Tsingwarop) yang belum diakomodir pemerintah.
Ketua Komisi I DPR Papua, Fernando Tinal mengatakan hasil dari RDP dengan FPHS Tsingwarop ini merupakan tindak lanjut dari perjalanan panjang lembaga tersebut.
“Kami mengucap syukur karena Komisi I DPR Papua dapat menerima serta berdiskusi dengan baik dan sudah dipresentasikan perjalanan FPHS. Hasil ini menjadi bahan pertimbangan kami dalam rapat komisi untuk dilaporkan kepada pimpinan Dewan,” terangnya.
Dikatakan Tinal, permohonan FPHS agar terbentuk satu Pansus telah Komisi I DPRP terima dan akan didorong menjadi agenda Dewan di tahun ini.
“Jadi, usulan pembentukan Pansus ini akan disampaikan kepada pimpinan DPRP dan juga disampaikan dalam rapat Bamus agar menjadi satu agenda karena sangat penting sekali sehingga disetujui menjadi satu pansus. Yang kemudian melibatkan banyak orang dan fokus menyelesaikan semua permasalahan ini sampai tuntas terselesaikan,” ujarnya.
“Ya, dari hasil rapat sudah didengar bahwa hak kesulungan dari pada masyarakat asli tiga kampung korban permanen di area tambang Freeport ini tidak pernah diperhatikan oleh Pemerintah dan PT. Freeport Indonesia. Terkesan seperti ada pembiaran karena masalah ini sudah terjadi sejak jaman orang tua kami,” sambung Tinal.
Ia mengaku FPHS dapat membantu mengangkat kembali hak kesulungan dari masyarakat tiga kampung, Tsinga, Waa/ Banti Arwanop sehingga forum ini dapat berproses luar biasa karena sudah mendapat dukungan dari berbagai pihak.
“Tinggal bagaimana cara untuk mendorong dan memastikan suatu upaya yang kongkrit secara holistik dan menyeluruh sehingga ini dapat selesai dengan cepat dan tepat waktu. Karena kita berbicara tentang hak dasar dari orang asli Papua pemilik hak ulayat di area tambang Freeport yang sudah lama terabaikan,” sambungnya.
Olehnya itu, tegas Tinal, masalah ini harus segera diselesaikan karena telah diatur dalam Undang – undang.
“Sehingga ada rasa adil dan bermartabat diberikan kepada masyarakat akar rumput pemilik hak sulung,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua FPHS Tsingwarop, Yafet Beanal mengapresiasi RDP dengan Komisi I DPR Papua.
Dirinya menilai RDP ini luar biasa dan juga ada beberapa poin aspirasi sudah diserahkan ke Komisi I agar terus didorong dalam agenda kerja DPR Papua.
“Jangan seperti membuang garam di laut. Jadi, kami mau bersama DPRP dorong Pansus untuk membawa satu kemenangan bagi tiga kampung pemilik Hak Ulayat Tsinga, Waa dan Aroanop, Distrik Tembagapura. Itu jadi satu barometer ! Kami juga ingin kabupaten seperti Puncak dan Intan Jaya ikut mendorong agar pemilik hak kesulungan bisa diperhatikan,” harap Yafet.
Menurutnya, Pansus itu usulan dari FPHS kepada Komisi I DPRP untuk didorong dalam rapat paripurna agar masyarakat tiga kampung tidak mau seperti anak ayam kehilangan induk yang selama ini terjadi maka itu forum pemilik hak sulung usul buat pansus untuk kawal masalah ini sampai hak masyarakat diberikan.
“Supaya pemerintah tahu lokasi itu ada tuan dan pemilik. PT. Freeport Indonesia 54 tahun sudah beroperasi tanpa memperhatikan pemilik hak ulayat yang punya tempat sehingga kami buat gerakan untuk jadi contoh bagi Papua lain yang ada operasi tambang,” ujarnya.
“Jadi, tuntutan kami FPHS tolak AMDAL PT. Freeport Indonesia karena FPHS belum diakomodir di dalam dan review kembali AMDAL serta kompensasi selama 54 tahun dan pengukuran tanah milik hak ulayat,” tegas Yafet.
Sekertaris FPHS, Yohan Songgonau, mengatakan pihaknya terus bergerak ini atas dasar aturan yang ada di negara indonesia untuk perjuangkan hak sulung pemilik ulayat tiga kampung di area tambang Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika.
“Kami hanya bicara apa yang jadi hak kami masyarakat tiga kampung pemilik hak sulung, kami tidak mau caplok wilayah lain sehingga kami datang ke rumah orang tua (DPRP) dan diterima Komisi I DPRP,” kata Yohan Songgonau.
Menurutnya, FPHS tetap menggandeng DPR, Freeport sebagai teman juga Pemerintah sehingga bicara hak kaisar kasih ke kaisar dan hak Allah kasih ke Allah. Itu sederhana dan keadilan ditegakkan di Republik Indonesia.
“Yang terpenting kita berbicara dari hati milik kaisar kasih ke kaisar dan apa yang milik Allah punya kasih ke Allah sehingga kita tidak boleh ambil, caplok, mencuri itu tidak boleh. Kita sudah diajarkan tentang peraturan dari sisi adat dan pemerintah, kita takut Tuhan dan mau jalan diatas aturan itu,” ujarnya.
“Kita mau penyelesaian hak sulung masyarakat Tsingwarop jadi daerah lain yang berpotensi Sumber Daya Alam tambang semoga masyarakat adat mereka bicara diatas regulasi yang ada,” tegasnya.
VER