Membangun Tanah Papua itu wajib hukumnya bagi siapapun yang mendiami wilayah tersebut, baik pribumi Papua, masyarakat pendatang dari wilayah lain Indonesia atau warga asing di Tanah Papua.
Pembangunan sejatinya menjadi pemersatu dan perekat perbedaan untuk mencapai tujuan utama atau juga hasil akhir yang diharapkan oleh semua pihak.
Pembangunan tidak serta-merta menjadi tanggung-jawab masyarakat asli yang mendiami 7 wilayah adat saja, ‘itu tidak adil’, melainkan juga tanggung-jawab semua pihak.
Sebuah artikel yang dipublikasi oleh Koreri.com dengan judul ‘Posisi Dirut Bank Papua Tak Dijabat OAP Jadi Sorotan’ kembali jadi hiasan kelam carut-marut pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Tanah yang kaya ini.
Menjadi sebuah indikasi bahwa kita ingin menggapai pembangunan dengan akselerasi tinggi tanpa mengikuti proses yang merupakan bagian terpenting dalam berjalanannya pembangunan itu sendiri.
Untuk contoh kasus pada topik Dirut Bank Papua, apakah mengangkat orang non Papua (nasional ataupun tenaga kerja asing) dan sangat ‘kompeten’ untuk jabatan ini adalah tindakan tidak tepat?
Dengan segala hormat, sebenarnya tidaklah perlu dipermasalahkan, apalagi ada dana besar masyarakat yang disimpan di Bank ‘KEBANGGAAN ORANG PAPUA’ itu.
Ingat dengan baik, ada juga dana Otsus yang beristirahat disana dan tolong garis-bawahi, itu bukan dana pejabat tertentu tetapi dana rakyat dalam rangka pembangunan.
Intinya, jangan bermain-main apalagi sampai salah urus buat sesuatu yang sangat serius terkait hajat hidup orang banyak.
Kalau memang pejabat non OAP yang ditunjuk memiliki kompetensi yang ‘lebih’ unggul dengan reputasi cemerlang dan attitude (niat hati) yang baik, serahkan saja tanggung jawab penuh padanya dengan acuan kerja dan target yang jelas dan terukur.
Masih terngiang jernih dan juga masuk ulasan Redaksi Koreri ketika berakhirnya PON XX Papua, dengan slogan hebohnya “Torang Bisa” ternyata belum memberikan keadilan bagi sebagian ‘driver’ pendukung yang menantikan pembayaran jasa mereka berbulan-bulan setelah pesta olahraga nasional itu berlalu.
Namun, apakah memang OAP belum ada yang mampu mengurusi posisi-posisi seperti itu diumur otonomi yang sudah lebih dari 20 tahun sampai dengan hari ini?
Haruskah kita malu dengan orang Papua New Guinea? Tentu saja harus malu jika melihat Gubernur Bank negara itu yang asli pribumi, Benny Popoitai.
Program ‘1000 Doktor’ yang telah almarhum, yang digadang-gadang memproyeksi putra-putra terbaik memimpin tanah Papua yang salah satunya memiliki kemampuan mumpuni dalam dunia perbankan dimana kah hasilnya?
Dengan matematika sederhana, 20 tahun otonomi itu bisa dibagi menjadi S1, S2, S3 dalam 10 tahun dan 10 tahun sisanya adalah masa kerja menerapkan ilmu di dunia nyata, harusnya Papua sudah memiliki banyak pakar perbankan.
Lalu, kenapa masih belum ada orang Papua yang lulus ‘fit and proper test’ direktur Bank Papua yang adalah contoh dalam topik ini?
Terlepas dari semua yang telah disebutkan, apakah konsep pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang kita terapkan selama ini belum tepat?
Entahlah, tapi banyak-banyak belajarlah ke Persipura, yang bisa menyatukan berbagai macam suku bangsa yang ada di tanah Papua termasuk punggawa asing untuk satu tujuan prestasi dan kemajuan sepak bola Papua.
Ayo mari sama-sama perbaiki apa yang belum tepat dalam pembangunan SDM yang kita lakukan selama ini.
Ingat, kompetensi itu bicara Knowledge (pengetahuan), Skill (keahlian) serta Attitude (niat hati) jadi jangan beli kucing dalam karung.
Konten Khusus – Redaksi Koreri