as
as

Kuasa Hukum Pemda Sebut Kemiskinan Ekstrim Teluk Bintuni Alami Penurunan

WhatsApp Image 2022 10 27 at 18.37.35
Kuasa Hukum Pemda Teluk Bintuni Advokad Yohanes Akwan,S.H saat berdiskusi dengan Bupati Ir Petrus Kasihiw,M.T (Foto : Istimewa)

Koreri.com, Bintuni– Pernyataan Pj Gubernur Papua Barat Drs Paulus Waterpauw,M.Si yang menyebutkan Teluk Bintuni merupakan salah satu Kabupaten dalam kategori miskin ekstrim ditanggapi dingin kuasa hukum pemerintah daerah setempat.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Kamis (27/10/2022) Kuasa hukum Pemda Teluk Bintuni Yohanes Akwan,S.H mengatakan, kemiskinan merupakan momok bagi semua wilayah di Indonesia.

Papua dan Papua Barat yang kaya dengan sumber daya alam menjadi daerah yang paling miskin dari 34 Provinsi di Indonesia, dimana Papua berada pada urutan 34 dengan angka kemiskinan 26,56 kemudian Papua Barat urutan ke 33 dengan angka kemiskinan 21,34.

Selanjutnya Provinsi NTT  menempati urutan 32 dengan meraih angka kemiskinan 20,5 serta Maluku di urutan 31 angka kemiskinan 15,97 berikutnya Gorontalo diurutan 30 angka kemiskinan 15,42 dan diurutan ke 29 provinsi aceh dengan angka kemiskinan 14,64%.

Provinsi Aceh yang sudah puluhan tahun mengelola Migas tapi masih tetap masuk sebagai daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi dan bahkan masuk sebagai 10 di indonesia yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi.

Yang menjadi pertanyaan mengapa, daerah-daerah itu miskin, padahal adalah daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ??

Menurut Yohanes Akwan, Kabupaten Teluk Bintuni yang dikenal dengan daerah yang kaya dengan SDA Migas, diawal pemekaran DOB Teluk Bintuni sempat dijuluki sebagai daerah paling miskin di Papua Barat karena memiliki angka kemiskinan tertinggi dikisaran  54%,.

Berdasarkan data seris dari BPS Papua Barat angka Kemiskinan Teluk Bintuni pada tahun 2010 mengalami penurunan dari 54%  tahun 2005 menjadi 47,53 kemudian tahun 2015 turun menjadi 36,66 kemudian tahun 2021 turun menjadi 29,79  data itu menunjukkan  ada trend penurunan dari tahun ke tahun hingga memasuki usia yang ke 19, Teluk Bintuni tidak lagi menyandang sebagai daerah paling miskin di tanah papua barat, karena angka kemiskinannya berangsur-angsur mengalami penurunan, hal ini menunjukkan sebuah kemajuan karena hampir seperdua dari angka kemiskinan dapat ditarik turun melalui berbagai program pro rakyat yang dilaksanakan dari waktu ke waktu oleh Pemerintah Daerah.

Teluk Bintuni yang memiliki luasan sekitar 18.637 Km sebagai kabupaten terluas di Papua Barat dengan karakteristik wilayah pegunungan sekitar 7 distrik, wilayah pesisir sekitar 11 Distrik dan wilayah perkotaan sekitar 6 Distrik, bukanlah hal yang mudah, bahkan dengan 14 kebijakan pembangunan pro rakyat mulai dari pendidikan yang digratiskan disemua tingkatan, kesehatan yang juga digratiskan disemua pelayanan bahkan sampai rujukan, pemberian bantuan pendidikan bagi mahasiswa/i yang mengikuti pendidikan di 33 kota studi di indonesia dan 3 kota studi di luar negeri, program padat kerja yang dilaksanakan di 24 Distrik, bantuan modal usaha yang bergulir sejak tahun 2018, pembangunan rumah bagi masyarakat, serta program lintas sektor bahkan masih banyak terobosan pembangunan yang dikakukan dari waktu ke waktu mulai dari kepemimpinan Decky Kawab, kemudian Alfons Manibuy, beberapa bupati Carateker sampai dengan Kepemimpinan Petrus Kasihiw sejak Tahun 2016 hingga saat ini.

Sebenarnya Teluk Bintuni menjadi salah satu daerah pemekaran yang memiliki banyak kemajuan, termasuk Indeks Pembangunan Manusia/IPM yang semakin meningkat menjadi 64,56 dan berada pada urutan ke 6 dari 13 kabupaten/kota di Papua Barat, angka kemiskinan yang semakin menurun di angka 29,79 walaupun masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka kemiskinan papua barat yang berada di angka 21,34 persen,

“Jadi dengan adanya pandangan dari Bapak Penjabat Gubernur Papua Barat, mengapa daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah justru angka kemiskinannya masih tinggi, termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang menyandang sebagai Provinsi tertinggi kemiskinannya di Indonesia, bukanlah bagian yang harus diperdebatkan tapi kita harus sama-sama harus melihatnya sebagai sebuah sentilan yang harus kita jadikan cambuk,” ujarnya.

Khususnya Provinsi Papua Barat ada 5 kabupaten yang memiliki angka kemiskinan ekstrim tinggi yang harus dientaskan sampai tahun 2024, namun untuk tahun 2022 Pemerintah kembali mengumumkan Provinsi Kab/Kota yang masuk kategori Miskin Ekstrim, dimana pada tahun 2021 Pemerintah menetapkan sekitar 7 Provinsi dengan 35 Kab/kota di seluruh Indonesia yg dikategorikan sebagai daerah miskin ekstrim, namun ditahun 2022 Pemerintah memperluas cakupan Provinsi dan Kabupaten Kota yang dikategorikan miskin ekstrim menjadi 212 kab/kota di 25 provinsi. khusus di Papua Barat semua kab/kota selain Kabupaten Kaimana dikategorikan daerah miskin ekstrim.

Ini merupakan sebuah tantangan beaar yang harus menjadi perhatian semua pihak, bukan hanya pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota tapi semua pihak harus bergandengan tangan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan bukan hanya pemerintah daerah.

“Kalau kita berhitung berapa banyak dana yang sudah digelontorkan ke kampung dan distrik, tahun 2021 misalnya ada sekitar 120 milyar dana kampung yang digulirkan, kemudian dana Alokasi untuk 24 Distrik Kurang lebih sekitar 130-an milyar, belum lagi dana padat karya yang jumlahnya sekitar 28 Milyar Rupiah dan dan sektoral lainnya. Yang mana dana2 tersebut dikelolah langsung oleh dimasing masing kampung dan distrik. Pertanyaannya apa yang keliru, mengapa papua masoh miskin ? Mungkin ini yang harus di dialogkan secara baik untuk menyusun rencana aksinpercepatan pengentasan kemiskinan di Tanah Papua,” tambahnya.

KENN

as