Koreri.com – Publik perlu mengawal penunjukan ajudan sebagai juri dalam pencalonan Komisioner KPU Kabupaten Mimika untuk memenangkan partai atau politikus tertentu di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mendatang.
Sebagai akademisi, kami menekankan serta mengajak seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Mimika bersama mengontrol serta perlunya pengawasan publik dengan melibatkan media massa dimana penyelenggaraan Pemilu 2024 benar-benar dapat berjalan sesui koridor serta aturan yang ditetapkan.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dimaknai bahwa KPU merupakan lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional.
Cukup dua periode kepemimpinan ini! Masyarakat sudah muak dan bahkan mengalami sendiri persoalan yang menyandera daerah ini menuju suatu yang tidak pasti.
Masyarakat Mimika sangat merindukan daerah ini dipimpin oleh orang-orang yang memiliki ahklak yang baik, paham tentang kebutuhan masyarakatnya dan mengerti birokrasi pemerintah.
Merujuk Pasal 22 Ayat (3) UU 7/2017 tentang Pemilu, Timsel KPU dibentuk Presiden dan terdiri dari tiga perwakilan pemerintah serta masing-masing empat orang dari unsur akademisi dan masyarakat.
Jika hal ini dilakukan secara benar sesuai aturan maka, tim seleksi dalam setiap keputusan yang diambil secara bersama-sama tanpa didominasi oleh satu atau dua orang anggota didukung DPR akan sangat berperan dalam penyiapan berbagai hal terkait Pemilu.
Juga, dapat menjamin para komisioner baru KPU tidak main mata dengan menguntungkan pihak tertentu sehingga Pemilu 2024 berjalan bebas dan adil.
Di Kabupaten Mimika patut dipertanyakan. Keberadaan Independensi tim seleksi ini krusial karena mereka akan memilih calon penyelenggara Pemilu yang sarat pertarungan kepentingan. Demikian halnya dengan pencalonan Komisioner KPU diperlukan pengawasan ketat oleh lapisan masyarakat.
Jangan sampai diisi oleh sejumlah orang yang diduga berhubungan erat dengan pemerintah yang akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2023 dan dengan partai politik tertentu.
Polemik ini belum akan berakhir bila masih terdapat “titipan-titipan” Bupati. Saat ini menjadikan ajudannya sebagai juri baik sebagai tim seleksi atau mendorong maju pencalonan Komisioner KPU. Masyarakat perlu mencermati bahkan mengontrol rekam jejak mereka di bidang kepemiluan.
Masyarakat sudah lelah, pegawai pemerintahan dibuat kocar kacir selama dua periode dengan semua permainan kotor ini.
Jika ajudan Bupati saat ini ditunjuk sebagai tim seleksi atau terlibat dalam pencalonan Komisioner KPU Kabupaten Mimika, sebagai akademisi saya menilai netralitasnya diragukan pada Pilkada 2024.
Kelompok ini terperangkap preferensi pilihan yang subyektif bahkan tidak terlepas dari jaringan kejahatan mereka berasal. Dan mari publik saksikan berpotensi besar penyimpangan anggota KPU nantinya melakukan berbagai kecurangan dalam pesta demokrasi 2024 mendatang.
Jabatan Juri bila sebagai ketua tim, posisi ini biasanya diberikan kepada anggota yang berasal dari masyarakat atau akademisi.
Pernah saya membaca, Pemilu tahun 2014 misalnya dijabat saudara Saldi Isra dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, publik boleh bertanya siapa saja anggota seleksi timsel yang berasal dari unsur pemerintah dan unsur lainnya, bagaimana proses pengambilan keputusan nantinya kolektif kolegial, apakah ada unsur paksaan atau main mata ini tidak bisa diterima sebab harus disepakati bersama-sama.
Oleh karenanya kepada kelompok titipan, dalam pencalonan Komisioner KPU selaku penyelenggara Pemilu sangat diperlukan netralitas serta paham pola rekrutmen anggota komisioner yang merupakan unsur dari non pemerintah dapat berasal dari akademisi, kaum alim ulama (rohaniawan), profesional, aparatur sipil negara (ASN) dan masyarakat umum sesuai dengan persyaratan yang ada di UU No. 7 Tahun 2017.
Dengan memiliki tugas dan kewenangan yang jelas sebagai anggota komisioner KPU, adalah bukan untuk mengurus kepentingan kejahatan berjamaah dalam penyelenggaraan Pemilu legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur serta Bupati/Wali Kota.
Maka tugas dan kewenangan KPU yang diemban akan salah implementasinya dalam pengelolaan, merencanakan, menyusun, menetapkan program dan anggaran, menetapkan tata kerja dan pedoman bagi KPU daerah, salah mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan tahapan demi tahapan pemilu, penetapkan pencalonan, menetapkan daftar pemilih dan peserta pemilu, menetapkan hasil pemilu yang sarat kepentingan terutama calon titipan.
Begitu pula salah dalam menetapkan anggota legislatif terpilih.
Jangan heran kabupaten kita terpuruk terus seperti ini karena peran pembisik yang sakit mental, calon titipan yang tidak berpengetahuan didukung pula dengan peran pengambil keputusan yang rusak ahklaknya !!!
Penulis :
*Akademisi STIE JB