Koreri.com, Sorong – Ekonomi Papua Barat (termasuk Papua Barat Daya) pada Triwulan II tahun 2024 mengalami pertumbuhan sebesar 21,11 persen (yoy).
Keadaan itu terhitung merupakan pencapaian tertinggi sejak 2013 dan menjadikan Provinsi Papua Barat dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi nasional.
Selain didorong dari Lapangan Usaha (LU) industri pengolahan dan LU pertambangan dan penggalian, pencapaian tersebut terjadi pada LU perdagangan yang terkonsentrasi di wilayah Papua Barat Daya.
Untuk terus menjaga pencapaian pertumbuhan yang tinggi dan inklusif tersebut diperlukan strategi dan sinergi antar sektor dan stakeholder.
Bank Indonesia Perwakilan Papua Barat menyikapi perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut dengan mengadakan kegiatan Ngobrol Bareng Ekonomi Daerah (BOBARA) sebagai forum komunikasi dan dialog antar stakeholder di Rylich Panorama Hotel Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (13/8/2024).
Setian selaku Kepala Perwakilan BI Papua Barat mengatakan terkait capaian pertumbuhan ekonomi ini perlu diketahui seluruh lapisan masyarakat.
“Kita sharing bagaimana perkembangan ekonomi yang terkini di Papua Barat Daya kepada stakeholder kami baik itu pengusaha, akademisi maupun Pemerintah daerah termasuk juga perbankan didalamnya,” ungkapnya kepada awak media, Selasa (13/8/2024).
Dengan mengetahui kondisi ekonomi ini, tentu mereka bisa melakukan kebijakan-kebijakan di internal mereka lebih baik dan bisa mengambil decision making (mengambil keputusan) untuk mengantisipasi atau berkontribusi itu di dalam pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Dirincikan Setian, pada triwulan II berdasarkan hasil rilis dari BPS yang datanya masih Papua Barat termasuk PBD mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan yaitu 21,11%.
“Ini merupakan pertumbuhan yang tertinggi se-Nasional,” tandasnya.
Kendati demikian, Setian menekankan, pentingnya juga untuk membaca angka tinggi ini yang sebenarnya mencerminkan apa.
“Jangan sampai kita menganggap bahwa ekonomi itu tumbuh sangat tinggi berarti seluruh penghasilan lapisan masyarakat itu mengalami peningkatan yang sama. Padahal kita harus cermati lebih detail lagi seperti yang diuraikan tadi di pembahasan atau diskusi obrolan kita bahwa setelah kita bedah lebih dalam ternyata pertumbuhan yang tinggi ini dikontribusikan oleh sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. Namun trigger down efek ke ekonomi masyarakatnya sebenarnya agak terbatas. Setelah tahu seperti itu kan mungkin kebijakan dan keputusan dari pelaku usaha itu akan berbeda dibandingkan dengan cuma membaca angka tersebut,” urainya.
Setian menegaskan pertumbuhan dikatakan selalu positif jika sektor yang ada didalamnya mengalami pertumbuhan. Maka otomatis sektor-sektor lain yang ada di sekeliling dari sektor itu tentu akan mendapatkan impactnya.
Dan untuk provinsi sendiri tentu mendapatkan impactnya dari pajak DBH yang diturunkan dari pusat tapi impact yang lebih luas lagi dari sektor industri pengolahannya seperti Teluk Bintuni.
“Kalau Bintuni ke Sorong agak jauh kan dari sisi lokasi mungkin impactnya itu kan akan berbeda dibandingkan masyarakat di sekitar Bintuni itu sendiri. Jadi kalau kita baca 21% itu mungkin impact ke Sorongnya tidak sebesar 21%,” tandasnya.
Eksan Musa’ad selaku Kabiro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan PBD mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga momentum pencapaian ini.
“Penting untuk kita terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ini karena selain sektor migas terdapat juga sektor sektor unggulan yang berasal dari kelautan perikanan, pertanian, pertambangan termasuk sektor jasa kemudian juga usaha-usaha kecil mikro dan menengah,” imbuhnya.
Eksan menegaskan pertumbuhan yang baik itu bisa menggerakkan sektor riil karena banyak menyerap tenaga kerja juga membuka lapangan usaha baru.
“Kalau sektor ril ini bisa kita dorong justru itu yang memberikan daya tahan yang lebih kuat dibandingkan sektor sektor lainnya,” pungkasnya.
ZAN