Seorang Notaris di Biak Bakal Dipolisikan, Ini Dugaan Tindak Pidana yang Dilakukan

Ilustrasi Surat Perjanjian pake Jaminan Sertifikat AY
Foto Ilustrasi

Koreri.com, Biak – Seorang Notaris di Biak berinisial M terancam bakal dipidanakan.

Ia diduga melakukan tindak pidana berupa pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat mensahkan Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan antara PT. Maju Makmur Grup yang diwakili HSP selaku pihak I dan MVGPJ selaku pihak kedua.

as

Indikasi pelanggaran tersebut berkaitan dengan penyertaan dua sertifikat atas nama AY (Almarhum) yang kemudian dijadikan sebagai jaminan dalam Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023 yang diduga dilegalisasikan Notaris M.

Dua sertifikat dimaksud masing-masing Sertifikat Hak Milik Nomor M.31/Ambroben seluas 626 ㎡, atas nama pemegang hak AY, Surat Ukur No. 147/1982 tanggal 22-III-1982, diterbitkan oleh Bupati Kepala Daerah Tinggat II/Kepala Kantor Agraria tanggal 05 April 1982 dan Sertifikat Hak Milik Nomor M.30/Ambroben seluas 762 ㎡, atas nama pemegang hak AY, Surat Ukur No. 146/1982  tanggal 22-III-1982, diterbitkan oleh Bupati Kepala Daerah Tinggat II/Kepala Kantor Agraria tanggal 05 April 1982.

Dua sertifikat tersebut adalah sah milik para ahli waris yaitu 4 anak kandung almarhum AY masing-masing atas nama JMBJ, JHPJ, ABWJ dan ARDJ.

Sedangkan salah satu pihak dalam Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan yang diduga disahkan Notaris M yaitu MVGPJ selaku pihak II tidak memiliki hak apapun baik secara hukum positif maupun hukum adat terhadap dua sertifikat dimaksud karena bukan berstatus sebagai ahli waris atau pemilik.

Terhadap dugaan pelanggaran hukum tersebut, para ahli waris dari almarhum AY tidak terima atas tindakan sang Notaris termasuk para pihak yang berada di balik semua ini.

Hal itu lantaran tidak pernah sekalipun ada konfirmasi dari Notaris yang bersangkutan atau pihak manapun untuk meminta ijin kepada para ahli waris untuk menggunakan dua sertifikat tersebut sebagai jaminan dalam perjanjian apapun.

Selain itu juga, tidak pernah para ahli waris menjual atau mengalihkan sertifikat tersebut kepada pihak manapun atau untuk dijadikan jaminan dalam perjanjian apapun.

Langkah hukum akan segera diambil para ahli waris dengan melaporkan dugaan tindak pidana dimaksud ke institusi Kepolisian.

Tak hanya itu, para ahli waris juga akan segera mengadukan Notaris yang bersangkutan ke Kementerian Hukum RI serta organisasi etik Notaris atas dugaan pelanggaran kode etik.

Terungkapnya dugaan tindak pidana ini bermula saat munculnya masalah antara MVGPJ dengan pihak perusahaan tempatnya bekerja di Biak yaitu PT. Maju Makmur Grup terkait dengan dugaan penyalagunaan uang milik perusahaan tersebut.

MVGPJ diketahui sebagai konsultan pajak pada perusahaan itu yang membawahi atau berafiliasi dengan lebih kurang 50 anak perusahaan.

MVGPJ kemudian mengakui selama periode 2021 hingga 2023, telah menggunakan uang perusahaan yang ditotalkan mencapai Rp5 Miliar lebih yang diakuinya sebagian digunakan untuk membangun rumah 2 lantai di atas salah satu lahan milik almarhum AY.

Untuk diketahui, almarhum AY sendiri adalah kakek dari MVGPJ.

Singkatnya, persoalan ini kemudian diselesaikan secara kekeluargaan antara pihak PT Maju Makmur Grup yang diwakili HSP dengan MVGPJ yang disepakati dalam sebuah Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan antara kedua belah pihak yang sama sekali tidak diketahui para ahli waris.

Namun belakangan entah alasan apa, persoalan yang telah diselesaikan dibawah tangan ini malah dilaporkan pihak PT Maju Makmur Grup ke Kepolisian dan berlanjut hingga ke proses persidangan di Pengadilan Negeri Biak.

Informasi terakhir yang diperoleh media ini, perkara tersebut kini lanjut pada tahapan Kasasi di Mahkamah Agung.

Kembali ke persoalan awal, yang menariknya, saat Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan ditandangani kedua belah pihak turut pula menyertakan dua sertifikat atas nama Almarhum AY yang dijadikan sebagai jaminan penyelesaian masalah keuangan ini.

Dan Notaris M selaku pejabat berwenang terlibat mensahkan atau melegalisasi Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan dimaksud meski hal itu jelas-jelas melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Negara RI.

Entah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, karena sesungguhnya dua sertifikat tersebut bukan milik MVGPJ, salah satu pihak yang ada dalam perjanjian tersebut tapi milik pihak lain yaitu ahli waris dari almarhum AY.

JHPJ, salah satu ahli waris AY kepada media ini menegaskan akan mengambil langkah hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam persoalan ini.

Saat ini, dirinya bersama tiga saudaranya selaku ahli waris AY telah mengantongi sejumlah bukti atas upaya jahat untuk mengambil alih hak milik mereka.

“Saya pastikan akan menyeret semua pihak yang melakukan tindakan melanggar hukum terhadap apa yang menjadi hak kami selaku ahli waris dari orang tua kami yang sudah almarhum. Catat itu!” tegasnya singkat.

Mewakili para ahli waris langsung selaku pemilik 2 sertifikat, Imanuel Rumayom, SH menegaskan bahwa tidak pernah ada konfirmasi dari Notaris yang bersangkutan atau pihak manapun untuk meminta ijin kepada para ahli waris untuk menggunakan sertifikat tersebut sebagai jaminan dalam perjanjian apapun.

Para ahli waris juga menegaskan tidak pernah menjual atau mengalihkan sertifikat tersebut kepada pihak manapun atau untuk dijadikan jaminan dalam perjanjian apapun.

“Lalu bagaimana mungkin kedua sertifikat tersebut bisa dijadikan sebagai jaminan, sehingga obyek jaminan tanah dengan bangunan tersebut dalam putusan Pengadilan Tinggi Jayapura telah dialihkan ke pihak PT Maju Makmur Grup. Padahal obyek tanah tersebut tidak pernah dijadikan sebagai jaminan atau tidak pernah dialihkan kepada pihak manapun. Ini pelanggaran serius, maka kami akan lakukan upaya hukum pidana terhadap bagian ini,” tegasnya kepada Koreri.com di Biak, Kamis (9/1/2025).

Rumayom secara khusus menyoroti kinerja Notaris M dalam persoalan ini.

Jika mengacu pada UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sangat jelas dalam Pasal 16 menyebutkan dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib ”Bertindak Amanah, Jujur, saksama, Mandiri, Tidak Berpihak, dan Menjaga Kepentingan Pihak yang terkait dalam Perbuatan Hukum”.

Bahwa dalam hal ini, pihaknya menduga Notaris yang bersangkutan tidak melakukan prinsip “SAKSAMA” artinya Teliti, Cermat, Tepat benar atau Jitu bahwa dalam hal ini telah jelas bahwa dua sertifikat yang dijadikan Jaminan dalam Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023 tidak Pernah diberikan izin atau para ahli waris tidak pernah mengalihkan atau menjual sertifikat tersebut kepada pihak manapun.

Anehnya lagi, para ahli waris tidak pernah dilibatkan dalam perjanjian tersebut atau tidak secara teliti Notaris yang bersangkutan mengkonfirmasi para ahli waris pemilik sertifikat tersebut. Malah tetap mensahkan atau melegalisasi Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023.

“Kami duga bahwa Notaris yang bersangkutan tidak menjalankan kewajibannya sesuai UU Notaris,” cetusnya.

Selanjutnya, urai Direktur LBH KYADAWUN ini, dalam Pasal 16 Bagian F menyebutkan Notaris wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UU, kecuali ada alasan untuk menolaknya.

“Dengan tidak dilibatkannya para ahli waris pemilik sertifikat dalam perjanjian ini, maka sudah sepatutnya Notaris yang bersangkutan menolak untuk mengesahkan perjanjian dimaksud,” tegasnya,

Bagaimana mungkin para Ahli Waris Pemilik Sertifikat yang dijadikan jaminan tidak dilibatkan atau dikonfirmasi oleh Notaris atau pihak manapun dalam Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023 sehingga ada pelanggaran dalam pembuatan perjanjian ini.

“Untuk itu, kami minta semua pihak yang terlibat dalam surat perjanjian yang menjadikan sertifikat kami sebagai jaminan, membuktikan bahwa kami pernah menjual atau melepaskan hak kepemilikan atau ada persetujuan dari kami bahwa sertifikat tersebut dijadikan jaminan? Kami tegaskan bahwa dua sertifikat tersebut secara hukum masih sah sebagai hak milik kami,” kembali tegas Rumayom.

Ia juga menekankan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pengajuan 2 Sertifikat atas nama AY tanpa persetujuan dari para ahli waris patut diduga telah melanggar Pasal 378 KUHP: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Perbuatan tersebut juga patut diduga sebagai tindak pidana penggelapan sesuai Pasal 372 KUHP “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

“Untuk itu, kami akan minta pertanggungjawaban hukum dari semua pihak yang terlibat, yang mengakibatkan sertifikat kami dijadikan jaminan tanpa sepengatahuan kami,” pungkasnya.

Sementara itu, Notaris M yang dikonfirmasi terkait dugaan pelanggaran yang dilakukannya telah mengakui menandatangani dan melegalisasi Surat Perjanjian Penyelesaian Pertanggungjawaban Keuangan Nomor 01/MMG.P/XII/2023.

“Jadi ceritanya itu, kemarin memang sertifikat dikasih ke saya karena MWGPJ ada bikin perjanjian untuk membayar hutang sebesar Rp5 miliar secara cicil. Tapi dari pak S (inisial) yang merasa dirugikan dia ada bikin perjanjian tersendiri dengan MVGPJ secara lisan. Jadi modelnya itu kalau dia (MVGPJ) tidak bisa bayar berarti MVGPJ serahkan tanah,” ungkapnya saat dikonfirmasi Koreri.com melalui telepon selulernya, Jumat (10/1/2025).

Belakangan lanjut Notaris M, MVGPJ tak jadi menyerahkan tanah tersebut.

“Dibelakang hari MVGPJ ngomong (bicara, red) tidak mau serahkan sertifikat tapi mau pakai ambil kredit di bank untuk bayar hutang. Jadi, sempat dimasukkan ke Bank tapi tidak disetujui dengan alasan jaminan tidak mencukupi kalau hanya rumah yang dia bangun di tanah kakeknya,” lanjutnya.

Notaris M mengakui jika ada 2 sertifikat tanah milik AY yang sempat dipegangnya.

“Tapi belakangan saya sudah kembalikan ke pihak Maju Makmur karena memang tidak bisa. Karena awalnya mau balik nama ke MVGPJ tapi pamannya sebagai ahli waris tidak mau. Jadi saya konfirmasi ke salah satu ahli waris dan mereka tidak setuju. Jadi saya bilang ke Maju Makmur bahwa sertifikat ini bagaimana? Lebih baik di ambil kembali saja karena tidak bisa balik nama,” akuinya.

Jadi, dua sertifikat tersebut tegas Notaris M, masih ada di Maju Makmur.

Selanjutnya, terkait dengan surat perjanjian penyelesaian keuangan itu diakui Notaris M, dibuat oleh pengacara (pihak Maju Makmur).

“Tapi tandatangan dan legalisasi sama saya,” tegasnya.

Notaris M juga ditanyakan soal kenapa dirinya menandatangani dan melegalisasi surat perjanjian yang sebenarnya barang yang dijaminankan itu bukan milik MVGPJ.

“Jadi, jangan salah paham dulu. Bahwa sertifikat itu tidak ada tandatangan sama sekali tapi tandatangan itu di perjanjian pembayaran piutang. Kalau masalah sertifikat itu saya tidak berani karena ahli waris menolak semua,” ujarnya.

EHO