Koreri.com, Jayapura – Pemerintah Pusat diminta untuk membuka ruang sebesar-besarnya bagi rakyat Papua untuk menentukan arah kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua.
Kebijakan Otsus bukan semata-mata soal uang, tetapi sejauh mana perlindungan dan keberpihakan kepada Orang Asli Papua (OAP).
Hal itu mengemuka dalam seminar berbasis internet atau Webinar bertajuk Menyikapi Berakhirnya Otonomi Khusus di Papua dan Papua Barat 2021 dengan tema “Otonomi Khusus di Papua & Papua Barat Berlanjut atau Berhenti” yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Rabu petang (22/7).
Dua kepala daerah yang hadir sebagai pembicara dalam webinar tersebut yakni Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak, SH, M.Si dan Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap, S.Si, M.Pd memberikan solusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua.
Pagawak mengakui bahwa kurang lebih 20 tahun Otsus diberlakukan di Tanah Papua, masih banyak persolan dan masalah yang belum terselesaikan.
Menurutnya, Otsus bukan hanya soal uang tetapi bagaimana implementasi yang belum maksimal akibat tumpang tindih aturan perundang-undangan.
“Saya tidak bicara masalah uang. Di daerah saya semen satu sak 1 juta, kegiatan habis hanya untuk semen. Yang menjadi sorotan adalah, pemerintah pusat tidak memberikan ruang kepada masyarakat Papua untuk menjalankan Otsus. Jika pemerintah pusat tidak memberikan ruang, buat apa dilanjutkan, jika mau direvisi beri ruang seluas-luasnya kepada orang Papua, karena kami yang tahu persoalan di Papua,” tegas Bupati yang akrab dipanggil RHP itu.
Pagawak juga menambahkan UU Otsus yang ada saat ini belum maksikal berjalan disebabkan belum adanya grand design dalan menerjemahkannya ditengah-tengah masyarakat.
“Saya berharap kalau UU Otsus mau direvisi kembalikan sepenuhnya pada orang Papua,”pintanya.
Hal senada juga disampaikan Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap, S.Si, MPd.
Menurutnya, regulasi yang ada dalam Otsus UU Nomor 21 tahun 2021 lebih ke arah kebijakan, implemantasinya UU Pemerintahan sedangkan regulasi di tingkat provinsi masih sangat minim hanya satu Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang disetujui selama 20 tahun Otus.
“Keberpihakan kepada orang asli Papua tidak terlihat di Otsus ini, yang terlihat hanya nilai uang saja dan tidak diimbangi oleh regulasi keberpihakan kepada masyarakat Papua untuk mengolah sendiri tanahnya,” jelas Herry.
Jika nantinya Otsus dilanjutkan, yang harus diperhatikan grand design, harus jelas seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya.
“Masalah pendidikan harus merata plus tenaga pengajar yang mumpuni, bangun rumah sakit serta tersedianya tenaga kesehatan. Kami menolak Otsus jika tidak berpihak kepada masyarakat Papua untuk mengola sendiri daerahnya. Jika regulasi kewenangan diberikan kepada orang Papua, maka kami bisa lanjutkan itu Otsus,” tegasnya.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang diwakili Deputy VII Bidang Koor. Kominfotur, Marsda TNI Rus Nurhadi Sutedjo, mengatakan Pemerintah menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus ataupun yang bersifat istimewa yang diatur dalam UU.
“Integrasi bangsa dalam wadah NKRI harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesataraan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Papua melalui penetapan daerah otonomi khusus,” jelasnya.
Otsus dikatakan Rus Nurhadi adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Papua termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran provinsi yang berbatasan langsung dengan Negara PNG itu.
VER