as
as

SKK Migas – KKKS Terus Dorong Peningkatan Efek Berganda Industri Hulu Migas

SKK Migas Bukit Tua Phase 3 2
Foto Ilustrasi

Koreri.com, Sorong – SKK Migas dan seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terus mendorong peningkatan efek berganda (multiplier effects) industri hulu migas pada perekonomian nasional dan daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sektor hulu migas memberikan dampak positif bagi pundi-pundi pemerintah daerah dengan adanya kewajiban untuk memilih perusahaan daerah dimana proyek berada untuk pengadaan barang/jasa senilai US$1 juta.

Selain itu, efek berganda industri hulu migas bagi pemerintah daerah juga dirasakan melalui penerapan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan participating interest.

Sektor hulu migas merupakan satu-satunya industri di Indonesia yang menerapkan kedua kebijakan tersebut untuk daerah penghasil migas.

Bagi daerah penghasil, DBH Migas adalah andalan sumber anggaran bagi pembangunan di daerah.

DBH diharapkan dapat digunakan sesuai dengan tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasi hulu migas.

Sedangkan dampak tidak langsung dari sektor hulu migas adalah terciptanya bisnis penyedia barang dan jasa lokal, kesempatan lapangan usaha, kesempatan kerja penyerapan tenaga kerja lokal, dan adanya tanggung jawab sosial yang diemban setiap KKKS pada wilayah kerjanya.

Besarnya efek berganda industri migas pada industri lain membuat SKK Migas menerapkan kebijakan untuk tetap menjalankan operasi hulu migas ketika pandemi COVID-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, pada 2020.

Menurut Kepala Satuan Kerja Hulu Migas (SKK Migas) Dwi Soetjipto, sebagaimana rilis yang diterima Koreri.com menyebutkan keberadaan industri hulu migas beserta penunjangnya telah memberikan dukungan bagi kelangsungan industri lain, terutama di masa pandemi COVID-19.

Dampak yang ditimbulkan sektor hulu migas tersebut tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teknis, tetapi juga non-teknis.

Terus beroperasinya usaha-usaha tersebut di seluruh wilayah operasi hulu migas membuat pendapatan daerah tetap terus bergulir.

“Di saat industri hulu migas tidak menghentikan kegiatan operasionalnya, maka industri yang terkait langsung maupun tidak dengan hulu migas tetap berjalan,” akuinya.

Dwi mengatakan, nilai kontribusi industri migas bagi sejumlah industri lain pada 2020- Semester III 2021 mencapai USD7,126 miliar (setara dengan Rp.103,3 triliun).

Industri-industri yang mendapatkan efek berganda dari tetap beroperasinya sektor hulu migas di saat pandemi COVID-19 diantaranya adalah Komoditas Utama dan Penunjang Migas dengan nilai USD6,058 miliar (Rp.87 triliun) dengan capaian TKDN 52 persen dan dilanjutkan dengan industri transportasi dengan nilai USD470 juta (Rp.6,8 triliun).

Kemudian  kandungan TKDN mencapai 78 persen. Selain itu, lanjut Dwi, juga terdapat industri tenaga kerja USD 442,76 juta (Rp.6,4 triliun) dengan nilai TKDN sebesar 86 persen, industri perhotelan senilai USD129.88 juta (Rp.1,8 triliun) dengan kandungan TKDN sebesar 92 persen.

Sementara pencapaian industri kesehatan, kata Dwi, mencapai USD20,446 juta (setara dengan Rp.296,4 miliar) dengan  TKDN 86 persen, disusul dengan industri asuransi senilai USD3,821 (setara dengan Rp.55,4 miliar) juta dengan nilai TKDN sebesar 86 persen.

“Dari keseluruhan kontribusi tersebut, Usaha Menengah dan Usaha Kecil memiliki peranan aktif terhadap perputaran roda ekonomi sebesar 10,7 persen dengan nilai TKDN 100 persen,” tukas Dwi.

Menurut pengamat migas dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, industri migas memiliki multiplier effect yang sangat besar, mengingat dari 185 sub-sektor yang ada di Indonesia, 73 sub-sektornya merupakan sektor pendukung industri hulu migas dan 45 sub-sektor lainnya adalah industri pengguna.

Hal tersebut menunjukkan bahwa industri hulu migas memiliki peran yang sangat vital dalam struktur ekonomi nasional dan daerah, terutama dalam melahirkan jasa-jasa penunjang.

Hal ini disebabkan setiap US$ 1 miliar investasi hulu migas akan menghasilkan dampak ekonomi sebesar US$ 3,7 miliar atau sebesar 3,7 kali.

“Kalau kegiatan hulu migas bermasalah, maka 73 sub-sektor yang ada di belakangnya juga ikut bermasalah. Demikian pula dengan 45 sub-sektor pengguna, seperti industri listrik, semen, pupuk, pengilangan. Ini juga akan bermasalah. Peran penting industri migas luar biasa besar,” ujarnya.

Komaidi mengatakan produksi minyak nasional sebesar 1 juta barel per hari pada 2030 dipastikan akan memberikan dampak yang sangat besar bagi daerah, selain itu peluang industri nasional untuk berperan aktif semakin besar.

“Dengan demikian penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat di wilayah operasi hulu migas akan meningkat secara signifikan,” tandasnya.

Sebagai catatan, pada 2020 kontribusi hulu migas ke penerimaan negara mencapai Rp 122 triliun atau tercapai 144 persen dari target APBN-P 2020. Hingga Agustus 2021, penerimaan negara dari sektor hulu migas sudah mencapai Rp 125 triliun atau 125 persen dari target 2021.

Data terbaru, hingga Kuartal III – 2021 (30 September 2021), penerimaan negara yang dihasilkan industri hulu migas mencapai Rp136,8 (kurs 1 USD = Rp14.350,-) triliun dan telah melampaui target APBN 2021 yang ditetapkan sebesar 131 persen.

KENN

as