Koreri.com, Manokwari – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat kembali membukan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan septic tank Individual BioTech pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Raja Ampat yang bersumber dari APBD tahun 2018 sebanyak 223 unit, senilai Rp7,062 miliar.
Dimana kasus dugaan korupsi ini sebelumnya pernah disidik Kejati Papua Barat pada awal 2021 lalu namun, penyidik harus kehilangan kesempatan memproses hukum tersangka Muchamad Nur Umlati alias MNU akibat kalah dalam gugatan pra-peradilan yang diajukan penasihat hukumnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Papua Barat Billy Wuisan mengatakan bahwa terkait penyidikan kembali ini pihaknya siap hadapi ‘serangan balik’.
“Kami tentu sudah belajar dari penanganan sebelumnya intinya kami siap hadapi serangan balik, karena dalam penanganan yang sekarang ini, kami bisa pastikan bahwa hal-hal seperti kemarin tidak akan terjadi lagi,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Billy Wuisan kepada wartawan di Manokwari, Sabtu (23/10/2021).
Kasipenkum menjelaskan bahwa status penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan septic tank Raja Ampat bukan lagi dari penyelidikan ke penyidikan, tetapi sudah masuk penyidikan. Oleh sebab itu, penanganan kali ini tak membutuhkan waktu lama karena sudah pernah dilakukan sebelumnya, bahkan pemeriksaan dilapangan pun sudah berulang kali dilakukan.
Penyidik tipikor Kejati Papua Barat juga telah memiliki cukup bukti baru, dan sedang melengkapi berbagai materi yang pada penyidikan sebelumnya dianggap belum lengkap, sebagaimana yang digugatkan dalam pra-peradilan.
“Barang bukti yang disipakan diantaranya, hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Papua Barat, terkait kerugian negara. “Kami menunggu saja hasil dari BPKP, itu update terbaru. Setelah hasilnya keluar, kita langsung penetapan,” kata Wuisan.
Untuk diketahui, -penyidikan sebelumnya- penyidik menetapkan Muchamad Nur Umlati sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tersebut. Ia diduga telah melakukan tindak pidana dengan kerugian negara mencapai Rp4.112 miliar.
Penanganan kasus tersebut pun sempat menjadi kontroversi. Sebab, Muchamad Nur Umlati telah dua kali ditetapkan tersangka, dan dua kali menang pra-peradilan. Pertama, Ia ditetapkan tersangka oleh Kejati Papua pada 2019.
Kemudian pada awal 2021, Muchamad Nur Umlati kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Papua Barat, namun statusnya sebagai tersangka secara otomatis dicabut setelah lagi-lagi menang gugatan melalui sidang pra-peradilan.
Kini, dalam memproses kembali kasus dugaan korupsi itu, Kejati mengaku siap menghadapi segala upaya atau langkah hukum yang mungkin akan kembali dilayangkan oleh pihak yang berkaitan.
“Apapun upaya kedepan yang mungkin nanti dilayangkan oleh pihak bersangkutan atau yang terkait, penyidik siap hadapi. Hal kemarin itu kita jadikan pelajaran, pastinya tidak akan terulang lagi,” kata Wuisan.
Sebagai informasi, berdasarkan hasil penyidikan Kejati diketahui dugaan korupsi tersebut bermula saat Pemerintah Raja Ampat mengadakan program pengadaan dan pembangunan septic tank Individual BioTech, sebanyak 223 unit untuk mengatasi masalah limbah pembuangan dari rumah tangga.
Ratusan unit tangki sebagai wadah penampungan limbah dan juga tempat pengolahan untuk menjadi cairan yang layak buang dan ramah lingkungan itu, disebar pada tiga wilayah. Masing-masing di Kota Waisai sebanyak 100 unit, Waigeo Selatan 50 unit dan Misool Timur sebanyak 73 unit, dengan total anggaran mencapai Rp7.062 miliar.
Anggaran proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD Raja Ampat 2018 itu telah dicairkan 100 persen dan dibagikan ke masyarakat. Namun, progress pekerjaan ternyata tak 100 persen terealisasi.
Akibatnya, sesuai hasil audit investigasi BPKP perwakilan Papua Barat saat itu, menyatakan, kerugian negara yang dialami Pemerintah Raja Ampat mencapai Rp4.112 miliar dari nilai total anggaran.
KENN