Hasil Audit Kantor Akuntan Publik Tarmizi “Ngawur”, Kuasa Hukum: Mereka Tipu Kita Semua

Sidang Kasus JR2 Saksi KAP PRof Tarmizi
Saksi Ahli Iwan Budiyono, SE, MSi, Ak, CA, ACPA, Auditor KAP Prof Tarmizi dan Akademisi yang dihadirkan JPU saat didengar keterangannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Cesna Caravan dan Helikopter Airbus Pemkab Mimika di Pengadilan Tipikor Jayapura, Papua, Kamis (20/7/2023) / Foto : SAV

as

Koreri.com, Jayapura – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Cesna Caravan dan Helikopter Airbus dengan terdakwa Johannes Rettob dan Direktur PT. Asian One Air Silvi Herawati kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jayapura, Papua, Kamis (20/7/2023).

Sidang dengan agenda pemeriksaan tiga Saksi Ahli JPU dipimpin Ketua Majelis Hakim Thobias Benggian, SH, didampingi dua Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, SH dan Andi Matalata, SH, MH.

Sidang dimulai pukul 14.00 WIT hingga pukul 20.30 WIT diawali dengan pemeriksaan Saksi Ahli Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah LKPP dan Perhitungan Kerugian Negara Dr. Ahmad Feri Tanjung, SH, MM, MKn Dosen DPK Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia.

Kemudian dilanjutkan dengan saksi ahli, Iwan Budiyono, SE, MSi, Ak, CA, ACPA, Auditor Kantor Akuntan Publik Prof Tarmizi dan Akademisi.

Pemeriksaan saksi ketiga Dr. Herold Makawinbang, ahli penghitungan kerugian keuangan negara tidak bisa dilanjutkan karena hujan deras dan mati lampu sehingga hakim menunda sidang untuk dilanjutkan Jumat (21/7/2023) pukul 16.00 Wit.

Juru Bicara Tim Kuasa Hukum, Iwan Niode dalam keterangannya mengatakan Saksi Ahli Ahmad Feri Tanjung secara formal hanya bicara soal pengadaan sesuai Perpres 54 Tahun 2010.

“Jadi, keterangannya dia kemudian analisis mereka dengan analisis kami pasti berbeda. Kalau dia bicara pengadaan dari Perpres, kalau kita meninjaunya dari aspek swakelola dan itu sama – sama di atur dalam Perpres. Cuma kan ahli Ahmad Tanjung ini emosional dan cenderung tidak mau mengungkapkan yang sebenarnya berdasarkan keilmuan dia,” terangnya.

Berbeda dengan Saksi Ahli Iwan Budiyono, dari Kantor Akuntan Publik, Iwan beberkan sejumlah fakta.

“Ini kan baru ketahuan bahwa kelebihan bayar itu ternyata kekurangan bayar. Tidak ada kelebihan bayar dari Pemerintah Daerah Mimika sebesar Rp4 miliar 900 juta itu, tidak ada! Kita sudah tunjukan mana kelebihan bayar. Dan ketika kita konfrontir, dia kan menghindar sebetulnya. Padahal itu hasil kerja mereka artinya bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara ini. Itu yang sebetulnya dari hasil pemeriksaan kita terhadap ahli pada malam hari ini,” bebernya.

Dan, tegas Iwan, tim kuasa hukum sudah membuktikan kerja ahli dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Prof Tarmizi ini ngawur dan semrawut.

“Mereka bilang bekerja sesuai Standar Jasa Investigasi (SJI, red) padahal mereka sendiri tidak menguasai SJI. Ketika kita konfrontir dengan SJI 5400 dan SJI 5300 kebingungan mereka. Laporannya dan isinya itu campur baur. Makanya saya bilang laporan dan isinya saja sudah tidak benar alias ngawur. Apalagi yang kita percaya laporan itu. Jadi tidak ada kerugian Negara, tidak ada kelebihan bayar! Yang ada kekurangan bayar, Pemerintah kurang bayar, bukan kelebihan bayar,” bebernya kembali.

Disinggung soal apakah hasil investigasi KAP Tarmizi murni kerja auditor mencari data sendiri atau mengambil data dari penyidik Kejati Papua?.

“Ya, jadi hasil investigasi mereka cuma mengambil data dari penyidik Kejaksaan Tinggi Papua dan itu sebenarnya bertentangan dengan SJI, itu tidak boleh! Kalau mereka mengambil data dari penyidik berarti perhitungan kerugian negara ini berdasarkan pada SJI 5400. Pertanyaan saya ketika Jaksa menaikan status ke penyidikan audit kerugian negara mana yang dia pakai? Tidak ada!” tegasnya.

“Kan seharusnya ada itu. Dilakukan audit investigasi dulu, kemudian ada indikasi kerugian negara di teliti, baru dinaikan statusnya menjadi penyidikan. Ini tidak! Mereka (Jaksa) menggunakan Tarmisi ini di tingkat penyidikan,” sambungnya.

Sidang Kasus JR2 Saksi Ahli Pengadaan BJ2
Saksi Ahli Pengadaan Barang dan Jasa Ahmad Feri Tanjung saat didengar pendapatnya dalam sidang kasus pengadaan pesawat dan helikopter milik Pemkab Mimika di Pengadilan Tipikor Jayapura, Kamis (20/7/2023) / Foto: SAV

Dengan demikian, tambah Iwan, terbukti pada saat penyelidikan itu tidak ada audit investigasi alias tidak pernah dilakukan.

“Dan lucunya ketika mereka melakukan audit perhitungan kerugian negara dicampuradukan antara SJI 5300 dan SJI 5400. Jangan mereka pikir kita tidak tahu. Saya ini bawa dokumennya. Saya cecar dia dengan ini, dia juga bingung. Dan dia juga tidak menguasai SJI malah kuasa hukum, yang lebih menguasai,” bebernya lagi.

“Makanya saya bilang jangan kamu datang dari Jakarta bilang diri kamu pintar terus bilang kamu lebih pintar dari kita orang di sini. Jangan! Karena ternyata kamu juga tidak tahu apa-apa. Maka sebetulnya kenapa ngawur saya bilang. Jaksa pun kaget, yang dia tipu bukan hanya kita  tapi jaksa dan hakim dia tipu saat dikonfontir,” klaimnya.

Kecaman pun dilayangkan Iwan kepada KAP Tarmizi.

“Dia sudah tipu kita orang semua. Kita akan laporankan ke pihak berwajib karena hasil investigasi yang ngawur dan semrawut ini dipakai Jaksa dalam dakwaan untuk mendakwa klien kami. Hasil ini dipakai dalam dakwaan, itukan menyesatkan. Hasil audit yang keliru digunakan oleh Jaksa jadi sesaat,” tegasnya.

Fakta berikutnya, lanjut Iwan, data-data investigasi itu dikumpulkan dari penyidik Kejati Papua. Akibatnya, dokumen penting untuk perkara ini tidak dia analisis seperti dokumen pengakuan hutang atau perjanjian hutang.

“Ada tapi dia (KAP Tarmizi) tidak analisis. Kalau dia analisis, berarti tidak ada hutang Rp21 miliar. Karena pesawat ada, surat serah terima pesawat juga ada. Kalau mereka analisis surat itu kan tidak ada kerugian. Tertipu kita semua dengan hasil audit KAP Tarmizi dan ini pelanggaran berat yang dilakukan KAP Tarmizi,” kembali ungkapnya.

Iwan kemudian mengutip dalam ilmu hukum adalah profesional code atau pelanggaran kode etik yang berat yang dilakukan KAP Tarmizi.

“Ini kan gara-gara praperadilan. Kalau dari praperadilan barang ini kan lama, mereka pasti goyang sana goyang sini karena ada pra peradilan jadi kerjanya jadi semrawut. Menggunakan KAP Tarmizi akhirnya juga keliru hasilnya. Selisih Rp 4,9 miliar itu kan kurang bayar makanya JPU kan diam dan kaget. Dana yang dialokasikan Rp43 miliar, yang dibayarkan Rp 40 miliar kekurangan bayar kan begitu,” urainya.

Disinggung soal laporan KAP Tarmizi dipercaya?

“Laporan mereka tak bisa dipakai dan kalau saya buang di keranjang sampah,” pungkasnya.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Raymond Biere, menegaskan tetap berpegang pada hasil audit dari KAP Tarmizi.

“Kami tidak tertipu, kami tetap berpegang pada hasil audit yang dilakukan Kantor Akuntan Publik Tarmizi,” pungkasnya singkat usai sidang.

SAV

as

Respon (1)

Komentar ditutup.