Koreri.com, Sorong – Bupati Sorong Selatan menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Pengakuan Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan Wilayah Adat yang diberikan kepada tujuh kelompok marga, sub suku dan persekutuan masyarakat hukum adat di daerah itu.
“Saya mewakili Bupati menyerahkan Surat Keputusan Bupati Sorong Selatan tentang pengakuan perlindung dan penghormatan hak masyarakat hukum adat dan wilayah adat pada hari ini secara resmi,” ungkap Dance Nauw, Sekretaris Daerah Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya sebagaimana rilis yang diterima Koreri.com, Kamis (6/6/2024).
Penyerahaan SK penetapan pengakuan hak masyarakat hukum adat dilakukan bersamaan dengan peluncuran dan peresmian Sekretariat Panitia MHA Sorong Selatan, yang berlokasi di Kampung Ani Sesna, Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan.
Mulanya, keputusan ini pertama kali diakui dan ditetapkan oleh Bupati Sorong Selatan pada Juni 2022.
Pemda Kabupaten Sorong Selatan saat itu menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Sorong Selatan.
Diketahui terdapat 42 kelompok sub suku dan ratusan marga dari masyarakat adat di Kabupaten Sorong Selatan yang didaftarkan dan diakui keberadaanya melalui Perda 03/2022 tersebut.
Pemimpin masyarakat adat sub Suku Afsya, Yulian Kareth mengucapkan terima kasih atas keputusan Bupati yang mengakui hak masyarakat adat.
“Surat keputusan ini dapat memberikan kekuatan kepada kami dalam mengelola dan mengamankan tanah dan hutan adat,” akuinya.
Pada Juni 2023, Sub Suku Afsya yang berdiam di Kampung Bariat dan Konda, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan menyampaikan surat permohonan penetapan pengakuan hak masyarakat adat.
Permohonan itu disampaikan kepada Wakil Bupati Sorong Selatan dan Panitia MHA disertai dokumen persyaratan pengakuan hak masyarakat adat dan wilayah adat antara lain sejarah keberadaan masyarakat adat dan penguasaan wilayah adat dengan melampirkan peta wilayah adat, peraturan dan hukum adat, harta juga benda adat, dan sebagainya.
Pada Oktober 2023, Panitia MHA Sorong Selatan bersama Asisten II bekerjasama dengan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (Pusaka), melakukan musyawarah pra verifikasi atas permohonan Suku Afsya.
Musyawarah ini sekaligus memverifikasi dan meluruskan berbagai informasi sejarah penguasaan tanah dan pengakuan antara Suku Afsya dan kelompok masyarakat adat yang berbatasan dari Sub Suku Gemna, Nakna dan Yaben.
Pengkampanye Pusaka Natalia Yewen menyambut baik dan mengapresiasi kebijakan Pemda Kabupaten Sorong Selatan.
“Saya harap kepada semua, ini bukan hanya momen terima SK ataupun negara mengakui kita saja, tapi kita harus diyakinkan oleh pemerintah bahwa kita punya tanah harus aman, karena kita orang Papua punya hidup tidak bisa dipisahkan dari tanah. Kita tidak punya uang, tapi kita punya hutan dan tanah. Jadi momen ini tidak hanya sebatas momen penerimaan SK dan Negara mengakui, tapi negara juga harus menjamin kita akan tetap aman dan hidup berdaulat diatas tanah adat,” tegas Natalia.
Akhir 2022, Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Bupati Sorong Selatan dan memenangkan perusahaan kelapa sawit PT Anugerah Sakti Internusa atas perkara pencabutan izin usaha perkebunan kelapa sawit yang berada di wilayah adat Suku Afsya dan sekitarnya, dengan luas 37.000 hektar.
Izin-izin yang diberikan dengan cara merampas hak masyarakat adat, tidak mengakui dan menghormati hak masyarakat adat.
Olehnya itu, SK tentang Pengakuan Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat ini memberikan jembatan baru bagi perjuangan masyarakat adat Afsya untuk mengamankan, mempertahankan dan mendapatkan kembali hak atas tanah dan hutan adat yang menjadi sasaran investasi industri minyak kelapa sawit dan bisnis karbon yang baru.
RLS