Koreri.com, Keerom – Bupati Muhamad Markum telah mengecewakan tenaga kesehatan (Nakes), ASN dan masyarakat Kabupaten Keerom karena tidak mampu menjawab tuntutan pendemo.
Sekretaris Dewan Adat Keerom, Laurens Borotian, tegaskan Bupati Markum tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang dituntut masyarakat selama ini.
“Banyak permasalahan di Kabupaten Keerom mulai dari pengumuman CPNS formasi 2018, insentif Nakes 2 tahun, ULP Nakes dan ASN, insentif dan gaji tenaga guru kontrak, hak nakes kontrak dan honorer (K2),” bebernya kepada wartawan di Jayapura, Sabtu (5/9/2020).
Menurutnya, sudah 5 kali digelar demo menuntut hak namun Bupati Markum tidak bisa menjawab apa yang diharapkan masyarakat.
“Kami demo 31 Agustus sampai 3 September 2020 dimana tenaga kesehatan, ASN K2 menuntut insentif kemudian berbagai persoalan yang terjadi pada dinas kesehatan,” sambungnya.
Dijelaskan Laurens, pada demo hari kelima, Kamis (3/9/2020) Bupati Markum sudah bersedia hadir untuk menerima massa pendemo dan melakukan audiens terkait janji-janjinya atas tuntutan para pendemo.
“Jadi, dalam audiens itu para pendemo ingin Bupati menjawab semua janji – janji yang sudah disampaikan sebelumnya, tetapi bupati menjawab diluar dari harapan ASN dan nakes,” kata Laurens.
Dikatakan, ini penilaian publik sebagai bukti Bupati tidak mampu pimpin pemerintahan di Kabupaten Keerom dari semua sisi aspek pembangunan.
Yang lebih parah lagi seorang Kepala Dinas Kesehatan, dr. Ronny Situmorang yang mestinya hadir menjawab aspirasi nakes tapi Bupati tidak bisa menghadirkannya.
“Kami lihat jelas bahwa Bupati melindungi yang bersangkutan yang jelas-jelas melakukan pelanggaran baik dari sisi kesejahteraan tenaga kesejatan maupun pembangunan infrastruktur pelayanan di wilayah keerom,” bebernya.
Laurens menegaskan pihak Dewan Adat tidak akan tinggal diam tapi tetap akan mengusut terus.
“Dan saudara markum kami mengharapkan untuk menghargai hak-hak dasar OAP lebih khusus orang asli Keerom,” tegasnya.
Laurens mengaku kecewa karena sampai sekarang tuntutan para pendemo ini mengambang semua, belum ada jawaban pasti dari Bupati Markum.
“Kami lihat ini tanda – tanda ketidakmampuan Bupati Markum dalam memimpin Keerom. Jadi kami mengimbau markum jangan paksakan diri maju mencalonkan diri sebagai Bupati,” imbaunya.
Dari semua tuntutan yang ada, Bupati Keerom menjawab itu mengambang dengan mengacu kepada regulasi, regulasi dan regulasi.
“Regulasi ini hanya diucap tapi regulasi apa? Regulasi tidak jelas dan tidak ada keputusan apa-apa. Jadi, Bupati Markum selalu bicara regulasi untuk menutup kesalahan yang telah dibuatnya karena tidak mampu memimpin Keerom,” kecam Laurens dengan nada tegas.
Kemudian aspirasi terkait dana desa dan insentif aparat kampung juga tidak direspon sama sekali oleh Bupati dimana sampai saat ini belum ada kejelasan bahkan yang bersangkutan malah menutup masalah itu.
“Kita lihat bahwa pertama pengalihan dari rekening Bank Papua ke BNI. Kemudian setiap kampung dipotong 300 juta rupiah dikalikan 91 kampung. Bahkan buka rekening baru juga dipotong lagi 10 juta rupiah. Mana ada aturan yang mengatur tentang pemindahan rekening dan buka rekening baru dipotong sekian juta rupiah,” bebernya.
Laurens mengaku tidak tahu regulasi apa yang dipakai Bupati mengatur semua itu.
“Mungkin regulasi yang di pakai Bupati untuk melindungi yang bersangkutan dan kepala dinas yang melakukan tindakan korupsi,” sambungnya.
Laurens juga membantah demo hak nakes dan ASN ditunggangi kepentingan politik Pilkada Kabupaten Keerom 2020.
“Demo ini bukan soal unsur politik tapi kami lihat pertama dari sisi kemampuan kepemimpinan kemudian permasalahan yang terjadi di Keerom serta masalah afirmasi OAP,” tegasnya.
Dijelaskan, ada regulasi yang mengatur hak dasar OAP seperti Undang-undang Otsus, keputusan Dewan Adat Papua, 11 poin keputusan kepala daerah se – Tanah Tabi serta keputusan masyarakat adat Keerom.
“Makanya, kami menolak saudara Markum maju mencalonkan diri sebagai Bupati Keerom,” pungkasnya.
OZIE