as
as

Stadion Papua Bangkit Masih Dipalang Pemilik Lahan, Peresmian Terancam Batal

Masyarakat Adat Nendali Palang Stadion PB

Koreri.com, Sentani – Stadion Papua Bangkit kembali di palang pemilik hak ulayat dari kampung Nendali dan mengancam akan memboikot peresmian stadion dan beberapa Venue PON XX tahun 2021 pada tanggal 23 Oktober 2020.

Aksi pemalangan ini karena tanah seluas 42 hektar dipakai membangun stadion Papua Bangkitt, Istora dan Aquatik belum dilakukan pembayaran ganti rugi hak ulayat.

Akibatnya, rencana peresmian stadion Papua Bangkit dan sejumlah venue lainnya terancam batal

Juru bicara Ondofolo Suku Nendali, Melianus Wally, aksi pemalangan ini untuk menagih janji Gubernur Papua, Lukas Enembe, saat berkunjung ke Obhe atau Parapara adat keondoafian Kampung Nendali.

Menurutnya, Gubernur sendiri yang memutuskan untuk melakukan pembayaran ganti rugi tanah seluas 42 Hektar yang digunakan oleh Pemerintah guna pembangunan Stadion Papua Bangkit dan beberapa Venue PON lain di kompleks olahraga kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura.

“Jadi, apa yang diminta oleh masyarakat adat tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah padahal ini hak ulayat yang sudah resmi, ada surat-surat pengakuannya. Kami kecewa dengan Gubernur seakan menutup mata dan menutup hati,” sesal Melianus di Sentani, Rabu (21/10/2020).

Sikap tegas akan ditunjukan masyarakat adat Nendali Kata Melianus Walli dengan menolak segala bentuk kegiatan diatas tanah masyarakat adat Kampung Nendali seluas 42 hektar yang digunakan untuk kepentingan Pekan Olahraga Nasional 2021 mendatang.

“Sikap tegas kami akan tunjukan hari ini, kami tunjukan di atas tanah kami kegiatan apapun kami akan menolak diatas tanah ini,” tegasnya.

Alasan pemalangan Stadion Papua Bangkit yang dilakukan oleh masyarakat Rukhunai Walli Nai Keondofoloan Kampung Nendali tersebut adalah karena tidak terbayarnya hak ukayat mereka seluas 42 hektar tanah yang digunakan untuk pembangunan Stadion Papua Bangkit.

“Suratnya kami sudah ada, nilainya kami belum tahu, nanti di hitung berapa permeter tanah ini kan kelas satu baru di tentukan nilainya,” cetusnya.

Terkait persoalan ini pernah dilakukan negosiasi oleh pihak masyarakat adat Nendali dengan Pemprov Papua tetapi pemerintah tidak pernah menemui mereka.

Bahkan Gubernur Papua Lukas Enembe pernah hadir bersama masyarakat adat di Obhe dengan memberikan uang sebesar 50 juta bahkan berjanji untuk secepatnya menyelesaikan Hak ulayat mereka.

“Gubernur pernah datang di obhe di Nendali dan memberikan uang 50 juta, dia berjanji secepatnya menyelesaikan Hak ulayat masyarakat Nendali,” bebernya.

Sementara itu, Abraham Walli selaku ahli waris hak ulayat 42 hektar lokasi Stadion Papua Bangkit menyampaikan secara sejarah tidak ada sejengkal tanah di Papua yang tidak bertuan.

Sesuai keputusan Mahkama Agung, Pemerintah Provinsi Papua telah dinyatakan kalah dalam gugatan 42 hektar tanah stadion dan wajib membayar sejengkal tanah masyarakat adat sesuai kepemilikan masing-masing

“Sejak tahun 1999 hingga 2020 Pemerintah Provinsi Papua tidak pernah membayar satu rupiah pun kepada masyarakat suku Walli sebagai pemilik tanah adat yang sah di tempat stadion berdiri,” bebernya.

Jika pemerintah Provinsi Papua ingin menunjukan bukti atau klarifikasi, Abraham menegaskan mereka akan memberikan ruang, sehingga pemerintah dapat menjelaskan kepada siapa mereka membayar yang dapat di buktikan dengan dokumen-dokumen yang lengkap kepada masyarakat adat suku Walli dari Kampung Nendali.

Selain itu pihak masyarakat adat, Odofollo, Khoselo, kepala Suku tidak pernah memberikan hak atau kuasa kepada siapapun untuk menjual kecuali mengurus pelepasan untuk memenangkan perkara di pengadilan Mahkama Agung.

“Kalau ada yang melakukan penjualan tanah itu merupakan penipuan terhadap Pemerintah. Bisa saja pemerintah melakukan manipulasi menipu masyarakat adat sehingga kami menjadi korban diatas hak ulayat kami,” tegasnya.

Masyarakat adat suku Walli dengan tegas memberikan ultimatum kepada Pemerintah jika ingin PON 2021 dilaksanakan, segera menemui mereka untuk memberikan secara baik bagaimana solusi penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat adat.

OZIE

as