Bencana Kekeringan di MBD Sebabkan Gagal Panen, Begini Respon Distan Maluku

Kadis Pertanian Promal Ilham Tauda
Kepala Distan Provinsi Maluku Dr. Ilham Tauda SP, M.Si saat memberikan keterangan pers / Foto : Ist

Koreri.com, Ambon – Bencana kekeringan dilaporkan melanda Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Provinsi Maluku hingga menyebabkan terjadinya gagal panen.

Pemkab setempat pun telah mengambil langkah-langkah penting dalam upaya mengatasi dampak yang terjadi.

as

Merespon itu, Kepala Dinas Pertanian Maluku, Dr. Ilham Tauda SP, M.Si membenarkan terjadinya bencana kekeringan yang melanda MBD.

“Kemarin saya sendiri sudah konfirmasi ke Kepala Dinas Pertanian MBD dan memang di sampaikan bahwa ada bencana kekeringan di sana yang mengakibatkan gagal panen. Dan menurut Kepala Dinas Pertanian disana bahwa Pemkab sendiri telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya,” ungkapnya kepada awak media di Ambon, Kamis (28/3/2024).

Dan bila terjadi seperti ini, maka ada beberapa instansi teknis yang nantinya akan bertanggung jawab di sana.

“Maka jika itu ditetapkan oleh Bupati sebagai salah satu keadaan darurat dan nanti disampaikan ke Provinsi maupun Kabupaten/Kota, maka pasti ada langkah-langkah yang akan di ambil oleh BPBD Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk mengambil langkah- langkah penanganan,” sambungnya.

Karena ini juga berkaitan dengan sumber pangan maka Dinas Sosial juga bisa mengambil langkah-langkah darurat untuk menyediakan terutama bahan pangan lebih lanjut.

“Memang kami dari Dinas Pertanian sendiri selama ini juga baru tahu dan juga biar belum ada informasi secara resmi yang kami terima, tetapi meskipun demikian sudah ada laporan masyarakat dan sudah ada konfirmasi ke sana maka itu menjadi tanggung jawab kita juga. Sehingga kita mengambil langkah-langkah di antaranya adalah melakukan penanganan kemudian mengidentifikasi para petani setempat untuk nanti kita bantu,” tandas Tauda.

Tahun ini, lanjut Tauda, untuk Pemkab MBD itu akan dialokasikan anggaran bagi pengembangan jagung sebesar 200 hektar.

“Dan ini dimaksudkan terutama untuk menggantikan tanaman-tanaman yang tadi mengalami gagal panen itu,” lanjutnya.

Diakui Tauda, faktor-faktor yang mengakibatkan gagal panen itu antara lain adalah perubahan iklim yang sangat ekstrim dengan gejala elnino yang ini terjadi hampir menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Provinsi Maluku.

“Maka daerah-daerah yang sangat terdampak itu yang memang secara agro iklim metodologis masuk dalam kategori daerah kering antaranya MBD, Kepulauan Tanimbar karena dari sisi curah hujannya sangat rendah berbeda dengan Ambon, Buru dan SBB,” rincinya.

Lanjut Tauda, langkah-langkah penanganan melalui Kementerian Pertanian dalam rangka menangani kekeringan di Indonesia termasuk di Maluku juga dilakukan.

“Beberapa waktu lalu saya sendiri telah melakukan penandatanganan kerja sama dengan TNI dalam hal ini Kodam XVI Pattimura untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pompanisasi sumber daya air. Itu dimaksudkan untuk mengatasi kekeringan di daerah sentral,” lanjutnya.

Daerah sentral pertanian Maluku yang mengalami kekeringan yaitu dua lokasi pilot project di Provinsi Maluku dan menjadi sasaran untuk mendapatkan batuan pompanisasi penyediaan SDA yaitu pulau Buru dengan luasan 341 hektar dan Maluku Tengah dengan luasan 951 hektar.

Total di Provinsi Maluku untuk lahan yang menjadi project Kementerian Pertanian itu mencapai luasan 1. 292 hektar.

Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan akan terbuka juga wilayah-wilayah yang lain untuk hal ini.

Termasuk Pemkab MBD sendiri telah meresmikan kurang lebih sekitar 11 embung untuk mengatasi masa kekeringan secara berkepanjangan di Pulau Moa yang berdampak pada kematian khususnya kerbau Moa.

“Dengan semua itu kita bersyukur ini sudah bisa tertangani, bahkan hampir setiap desa telah terbangun embung dan ini diharapkan tidak hanya untuk kepentingan peternakan saja, tetapi juga untuk pengembangan pertanian baik pangan maupun holtikultura yang ada di sana,” tandasnya.

Pihaknya berharap memasuki La Nina yaitu hujan ekstrim secara bergantian, perlu diambil langkah-langkah antisipasi sehingga wilayah-wilayah tangkapan air yang ada selama ini dapat dijaga dan dirawat. Kemudian tidak di lakukan penembangan yang nantinya akan berdampak pada kekeringan, menurunnya sedimentasi atau debit sungai berkurang.

Juga dukungan lintas sektor terutama melalui Kementerian PUPR dalam hal ini BWS untuk bisa juga turut melihat daerah-daerah sentral pertanian yang terdampak akibat kekeringan.

“Kemudian yang terakhir kita telah menghimbau kepada semua kepala dinas Kabupaten/Kota untuk memonitor setiap perubahan atau kejadian yang terjadi dan secepatnya melaporkan dampak kekeringan itu sehingga kita bisa mengambil langkah-langkah penyelesaian lebih lanjut,” pungkasnya.

JFL