Koreri.com, Jayapura – Bertempat di aula Rupatama Polda Papua, Selasa (30/3/2021) telah dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) kajian jangka panjang tentang mencari solusi komprehensif bagi penyelesaian masalah di provinsi.
Wakil Gubernur Lemhanas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan memimpin langsung giat itu didampingi Wakapolda Papua Brigjen Pol. Dr. Eko Rudi Sudarto, SIK, M.Si.
Turut hadir, Taji Bidang Hankam Lemhanas RI Irjen Pol. Triyono Basuki Pujiono, M.Si, Taprof Bidang Hankam dan Padnas Lemhanas RI Mayjen TNI (Purn) Dr. I Putu Buana S.A.P., M.Sc, Kesra Setda Provinsi Papua DR. Drs Muhammad Musaad M.Si, Rektor Universitas Cenderawasih Dr. Ir. Apolo Safanpo ST, MT, Pendiri Yayasan Maga Edukasi Papua (MEP) / Direktur Papua Language Institute (PLI) Samuel Tabuni SE.,M.Si.
Kapolda Irjen Pol. Mathius D. Fakhiri, dalam sambutannya yang dibacakan Wakapolda mengakui bahwa masalah Papua masih terus menjadi bahan yang hangat untuk dibicarakan dan menjadi pusat isu domestik maupun global.
‘’Hal ini tentunya perlu dicari penyelesaian yang komprehensif melalui sebuah kajian-kajian dalam rangka mencari solusi bagi penyelesaian masalah papua sebagaimana kita ketahui bersama,’’ akuinya.
Lanjut Kapolda, Papua identik dengan kerumitan dan kekerasan dimana kompleksitas persoalan dan sumber konflik Papua ditandai dengan multi kepentingan yang cenderung saling berkolerasi.
Berbagai kebijakan pembangunan di Papua memiliki konten yang konprehensif dengan berbagai aturan tentang program pembangunan, aktor pembangunan, periodisasi pelaksanaan pembangunan dan aturan operasionalisasi pembangunan lainnya.
Namun demikian, dengan meganalisis isi dari kebijakan – kebijakan itu juga terindikasi berbagai resiko masalah yang berpotensi muncul kemudian, yang diantaranya adalah Inefektivitas kerja pemerintah, problem koordinasi dan sinergi kerja pembangunan, potensi terjadinya penolakan publik dan tumpang tindih hukum.
Meski demikian, di dalam sejarah sosial masyarakat Papua, nilai toleransi antar agama, ras dan etnis telah lama dilakukan sebagai bentuk kearifan lokal.
‘’Hal ini merupakan modal sosial yang dapat menjamin relasi sosial agar tetap harmonis antar warga masyarakat yang hidup di tanah Papua. Modal sosial Papua adalah kontribusi positif dalam demokrasi dan masyarakat indonesia yang sangat beragam,’’ sambungnya.
Kapolda menjelaskan, pembangunan di Papua ada 3 aspek, yang pertama agensi, instruktur, dan dualitas.
Dalam konteks global pembangunan di Papua dilakukan secara masif dimana – mana. Mencari solusi komprehensif di Papua yaitu pembangunan di Papua itu sendiri, 20 tahun UU Otsus di Papua, namun pembangunan belum optimal, non fisik maupun fisik, lebih dari 92 triliun rupiah, nyatanya masih ditemui banyak peristiwa pembangunan tidak dirasakan oleh masyarakat Papua. Metodologi pola perencanaan yang tidak tepat, resistensi presepsi tentang Papua serta praktek sosial tentang kedaulatan di Papua.
Dualitas adalah merujuk pada suatu hubungan timbal balik antara agen dan struktur. Dualitas belum berjalan antara lain, Perda Provinsi Papua No. 4 Tahun 2005 terkait mekanisme pengangkatan
Lemahnya koordinasi aktor dan struktur terkait, Implementasi Inpres tumpang tindih, Ketidak percayaan antara pusat dan daerah dalam buat UU, UU No. 21 Tahun 2001 belum optimal.
Agar dualitas berfungsi perlunya akulturasi (Penetrasi) Budaya agar norma baru diterima, Otsus sebagai struktur perlu dilakukan penguatan yang signifikan, otsus sebagai formalitas kompromi politik, dimaknai dan disepakati bersama.
Kesimpulannya, dengan belum optimalnya pembangunan disebabkan oleh pertama Dominasi Agen dalam praktek social, kedua Struktur tanpa kesepakatan mengakibatkan tidak bekerja secara optimal dan ketiga hubungan kausalitas tidak terbentuk sehingga terjadi kekacauan dalam praktik serta perlunya pemaknaan relasi agensi struktur.
Undang – undang Otsus tidak boleh mengabaikan kepentingan lokal / local wisdom.
‘’Saran kami yaitu kembangkan dialog terkait UU No. 21 Tahun 2021 tentang Otsus dalam menciptakan kepercayaan masyarakat Papua pada Inpres No. 9 Tahun 2017 – 2021 dalam percepatan pembanguan Papua dan Papua Barat,’’ pungkasnya.
Wakil Gubernur Lemhanas RI Marsdya TNI Wieko Sofyan dalam sambutannya mengatakan bahwa Ini giat FGD ini merupakan salah satu dari 4 program Lemhanas RI di tahun 2021 yaitu membahas terkait permasalahan di Papua.
FGD merupakan program Lemhanas RI yang memiliki tugas dan tanggung jawab secara langsung di bawah Presiden RI yang selanjutnya akan dilaksanakan di Lemhanas RI. Dan hasil diskusi ini menjadi referensi yang akan disampaikan kepada Presiden RI.
‘’Saya berharap kegiatan ini kita bisa laksanakan secara cair, silahkan disampaikan apapun masukan – masukan terkait pencarian solusi permasalahan yang terjadi di Papua,’’ pintanya.
Masalah Papua harus dibacarakan, isu domestik pada sidang PBB tahun lalu, tuduhan pejabat dari Negara Vanuatu kepada Indonesia melakukan pelanggaran HAM, namun dibantah langsung oleh Diplomat Indonesia.
Lemhanas RI mempunyai tugas memberikan masukan rekomndasi starategis dalam solusi penyelesaian masalah Papua.
‘’Ini merupakan tahap lanjutan sebelumnya telah dilakukan di Lemhanas RI untuk menggali informasi dan data yang lebih dalam terkait akar permasalahan di Papua sehingga didapati solusi untuk menjawabnya,’’ tukas Marsdya TNI Wieko.
SEO