Oleh : Frans Lusianak
Berbicara tentang Hutan Adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat yang merupakan hak yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat.
Perlindungan masyarakat hukum adat atas hutan adat merupakan kewajiban pemerintah yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 18B UUD 1945. Mahkamah Konstitusi telah menetapkan masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang diakui kepemilikannya atas suatu wilayah.
Keputusan MK ini sebagai momentum penguatan kewenangan masyarakat adat atas pemanfaatan hutan adat dan penetapan batas wilayah hutan adat yang diusulkan agar bisa berlangsung secara transparan dan partisipatif, dengan memberi peluang kepada masyarakat adat untuk melakukan self identification termasuk dalam pengaturan tata kelolanya.
Berdasarkan putusan MK tersebut, pemerintah daerah dan peraturan daerah seharusnya berperan penting dalam pelaksanaannya, namun sayangnya belum semua jajaran aparat pemerintah memahami bahwa hak-hak masyarakat adat yang banyak dirampas harus dikembalikan dan dilindungi.
Peran pemerintah daerah dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi masyarakat hukum adat atas hutan adat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-IX/2012 adalah dengan menerbitkan SURAT KEPUTUSAN kepala daerah tentang pengakuan, perlindungan masyarakat hukum adat dan wilayahnya termasuk didalamnya hutan adat.
Kehadiran PERDA sangat penting karena menjadi jaminan kepastian hukum dan rekognisi bagi masyarakat adat. Hal ini jelas sekali termuat dalam PERDA No. 1 Thn 2019, tentang PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT 7 SUKU yang merupakan turunan dari PERDASUS NO. 1 PERLINDUNGAN PENGAKUAN MASYARAKAT ADAT DI PROPINSI PAPUA BARAT.
Pembentukan panitia PPMHA yang terdiri dari beberapa lembaga/instansi/bagian diantaranya BAPPEDA, Dinas PMD, Dinas LH, SETDA dan KABAG HUKUM bertugas untuk melakukan identifikasi, verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat dan menetapkannya sebagai Dokumen Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Tidak terkecuali Teluk Bintuni, daerah yang kaya oleh investasi SDA di bidang tambang, hutan dan perairan. HAK masyarakat atas tanah dan hutan adat harus mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum sehingga hutan adat dapat bernilai ekonomis bagi masyarakat dan memampukan mereka cerdas dan bijak dalam mengelola hutan adat baik untuk kehidupan kini maupun generasi yang akan datang.
Salah satu tokoh Ejeskona yang adalah Kepala Distrik Merdey yang juga perempuan asli Moskona merupakan inisiator dan pemrakarsa Perda PPMHA yang menggandeng LSM PANAH PAPUA.
Sejak tahun 2018, usaha sosialisasi, loka karya dan kunjungan lapangan telah dilakukannya guna memperjelas peta wilayah dan profil masyarakat demi kepentingan masyarakat 7 anak suku meskipun harus merogoh dompet pribadinya.
Ketabahan, keuletan dan kegigihannya memperjuangkan hal ini adalah bukti kecintaan, kepedulian sekaligus keprihatinan pada masyarkatnya dan negeri Sisar Matiti.
Hal ini diperjuangkannya karena terinspirasi oleh kiprah Bupati Landak Dr. Caroline yang bekerja keras untuk mengembalikan hak hutan adat masyarakatnya yang sebagian besar sudah berubah menjadi lahan kelapa sawit.
Dalam perjalanan mempersiapkan pengakuan Hak atas Tanah Adat Marga OGONEY, Suku Moskona hingga resmi dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Teluk Bintuni dengan Nomor 188.4.5/H-10/2021, tidak sedikit tantangan yang dihadapi Kartini Merdey ini. Mulai dari letak geografis, kultur juga instansi terkait yang kurang proaktif.
Hal ini patut diapresiasi dan menjadi contoh bagi pemimpin OPD lain yang berada di Teluk Bintuni bahwa uang rakyat tidak dihabiskan untuk membuat program namun berusaha menciptakan program kreatif yang menghasilkan sesuatu dan bermanfaat bagi rakyat.
Menutup pembicaraan yang luar biasa bersama wanita hebat ini, Saya sebagai tokoh politik anak negeri yang lahir dan besar di Teluk Bintuni, mengucapkan terima kasih serta apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Ibu Yustina Ogoney bersama LSM PANAH PAPUA atas dedikasinya sebagai inisiator dan pejuang terciptanya payung hukum bagi MARGA OGONEY.
Pengakuan dan Perlindungan hukum atas Hutan Adat mereka ini merupakan keberhasilan pertama di Papua dan Papua Barat.**