Soal Saham Divestasi PTFI, Gubernur Papua Jangan Lupa Hak Masyarakat Pemilik Ulayat

WhatsApp Image 2022 02 18 at 20.03.41
Perwakilan FPHS Kota Jayapura Bertemu Sekda Papua, DR. Ridwan Rumasukun di Kantor Gubernur Papua, Jumat (18/2/2022) / Foto: Dok FPHS

Koreri.com, Jayapura – Perwakilan Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) Tsingwarop yang menjadi korban permanen di area tambang PT. Freeport Indonesia kembali mendatangi kantor Gubernur Papua untuk memastikan posisi dan status hukum masyarakat adat pemilik hak ulayat dalam pembagian saham divestasi 10 persen PT. Freeport Indonesia.

Koordinator FPHS perwakilan Jayapura, Litinus Agabal, mengatakan pihaknya datangi kantor Gubernur Papua ingin bertemu Asisten II Sekda Papua, DR. Muhamad Musaad namun ada kegiatan dinas keluar daerah sehingga difasilitasi untuk pertemuan dengan Sekda Papua.

Dalam pertemuan itu, kata Litinus, bahwa Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe dan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng sebaiknya pastikan posisi atau status masyarakat pemilik hak ulayat itu dimana secara hukum sebelum mendorong SK penetapan komisaris pemegang divestasi ke Menteri investasi.

“Jadi mengacu pada perjanjian induk itu telah menyatakan bahwa dari 10 persen saham divestasi PTFI itu sekian persen untuk provinsi, sekian persen Kabupaten Mimika itu termasuk pemilik hak ulayat yang tergabung dalam FPHS Tsingwarop,” kata Litinus kepada wartwan usai bertemu Sekda Papua, DR. Ridwan Rumasukun, diruang kerjanya, Jumat (18/2/2022).

“Sekarang di dalam akta notaris yang dibuat oleh provinsi Papua status pemilik hak ulayat itu dimana? Itu yang kami pertanyakan kepada sekda Papua,” sambung Litinus Agabal.

Dikatakan, dalam pertemuan itu FPHS juga titipkan harapkan kalau memang kami minta kepada Pemerintah Provinsi Papua agar segera mengangkat perwakilan FPHS menjadi komisaris dalam pembuatan akta notaris nanti.

“Kemudian jika SK tersebut tidak mengakomodir kepentingan masyarakat pemilik hak ulayat maka kami tidak akan tinggal diam tapi terus kawal hak – hak dan menuntut posisi hak kami” tegasnya.

Menurut Litinus, ada kesalahan besar yang ada di Provinsi Papua adalah sampai saat tidak mengijinkan perwakilan pemilik hak ulayat ketemu Gubernur Lukas Enembe.

“Kami belum pernah berhasil pertemuan dengan Gubernur Lukas Enembe itu kesalahan besar. Kami pesan kepada Gubernur Papua mari ketemu kami bicarakan nasib kami atas negeri dan gunung emas kami yang sedang dihancukan,” ujarnya.

“Pastikan status kami, pastikan posisi kami secara hukum itu baru sah! Jadi untuk kelolah dan pembagian 10 persen saham ini masyarakat pemilik hak ulayat ini wajib dilibatkan di dalam akta notaris maupun SK sehingga kami tenang,” kata Litinus.

Agabal juga minta Bupati Mimika tidak bisa bertindak tanpa mengakomodir kepentingan masyarakat pemilik hak ulayat.

“Dia tidak bisa mendorong juga orang-orang yang sebenarnya tidak layak duduk di jabatan komisaris tapi perwaklian FPHS harus diakomodir masuk jadi komisaris yang diatur dalam peraturan daerah provinsi (Perdasi) itu harus diakomodir,” jelasnya.

Dari hasil pertemuan, kata Litinus, bahwa Sekda sampaikan bahwa pemilik hak ulayat itu harus diakomodir.

“Pak sekda sampaikan bahwa memang pertemuan antara kami pemilik hak ulayat dengan gubernur itu penting jadi harus ada pertemuan berikutnya. Kemudian juga disarankan untuk ketemu dengan asisten III sekda Papua untuk kita bahas tentang status hukumnya masyarakat pemilik hak ulayat dimana,” kata Litins Agabal.

WhatsApp Image 2022 02 18 at 14.45.13Litinus menjelaskan bahwa perjuangan FPHS dari tahun 2017 sampai saat ini dan secara hukum semua dukungan sudah lengkap hanya perwakilan FPHS belum ketemu Gubernur Papua untuk duduk sama-sama bicarakan hak pemilik hak ulayat dalam divestasi saham PTFI.

“Barang itu kami yang punya, emas itu kami yang punya, babi itu kami yang punya, pisau itu kami yang punya. Kami punya hak untuk potong dan bagi-bagi tetapi pemilik tidak dilibatkan itu masalah dan perlu dibahas lagi,” tegasnya.

Dikatakan, FPHS tetap kawal sampai hak diserahkan karena sudah cukup 54 tahun pemilik hak ulayat menderita diatas negerinya sendiri.

“Kami masih sulit ketemu Gubernur Papua sedangkan kompromi dan lain dengan Bupati Mimika dan orang – orang yang punya kepentingan sedang berjalan” ujarnya.

“Jadi, gubernur Provinsi Papua perlu melibatkan kami pemilik hak ulayat duduk bersama dengan stakeholder lainnya termasuk Bupati Mimika setelah itu baru kita dorong SK ke Menteri investasi untuk disahkan, kalau sebelum itu semua tidak sah menurut kami yang punya emas menyatakan tidak sah semuanya,” pungkas Litinus.

SEO