as
as

Pemateri KMAN VI di Putali : Negara Belum Ada Itikad Baik Mengakui Hukum Adat

IMG 20221029 WA0002

Koreri.com, Sentani – Kampung Putali, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura menjadi salah satu lokasi pelaksanaan sarasehan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI, 24 – 30 Oktober 2022 di Tanah Tabi, Papua.

Sarasehan yang berlangsung selama dua hari, 25 – 26 Oktober 2022 ini dihadiri sekitar 136 peserta di hari pertama dan 76 orang di hari kedua bertempat di Enakhouw Obhe.

as

Salah satu dari enam pemateri di hari kedua pelaksanaan sarasehan KMAN VI ini datang dari Mahkamah Agung RI M Natsir, S.HI, M.H.
“I real love Papua,” ucapnya mengawali materinya.

“Tuhan menciptakan alam yang luar biasa indahnya dan kita patut bersyukur dengan Papua yang Indah ini. Ini pertama kali saya datang dan Papua memang eksotik,” pujinya terkagum-kagum.

Natsir dalam materinya menekankan bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, adat sudah ada. Dan karena elemen-elemen adat tersebutlah yang telah membentuk Negara Indonesia.

“Jadi perlu dekonstruksi Hukum, selama tatanan itu masih dijalankan oleh masyarakat adat dan tidak bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” urainya.

Ditegaskan Natsir, tidak ada alasan bagi Negara untuk tidak mengakui Hukum Adat.

“Saya belum melihat negara punya itikad baik untuk mengejawantahkan hukum adat,” lanjutnya.

Olehnya itu, masyarakat adat diharapkan untuk melakukan berbagai upaya guna mendorong disahkannya UU Masyarakat Adat .

Untuk diketahui, dalam sarasehan ini menghasilkan beberapa rekomendasi yang menjadi harapan dari masyarakat adat baik kepada NKRI dan juga kepada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.

Dalam hal ini melalui Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat (PPMAN ).

PPMAN menambah advocat sebagai bentuk kaderisasi , hadir ketika masyarakat adat mengalami problem terkait masalah- masalah perampasan wilayah-wilayah adat, bertindak progretif dan proaktif terhadap permasalahan hukum dalam peradilan negara dan menjadi fasilitator dalam setiap persoalan yang dihadapi melalui peradilan adat.

RED

as

as