Koreri.com, Sorong- Berkaca dari hasil evaluasi dan pengalaman pemilu 2019 lalu jumlah pemilih Provinsi Papua Barat (termasuk Sorong raya) sebesar 81 persen, tetapi 62 persen menggunakan hak pilih atau datang ke TPS karena dijanjikan atau diberikan sesuatu oleh para peserta.
Bawaslu Papua Barat secara kelembagaan sangat sayangkan praktek Money Politik sangat rawan mengakibatkan kualitas demokrasi di Indonesia lebih khusus Provinsi ini masih ada isu-isu pragmatis itu menjadi dominan dan hal ini masih berpotensi pada pemilu serentak 2024.
Dampaknya, pada pemilu serentak 2024 nanti potensi rawan Money Politik bakal masih terjadi di Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya. pasalnya, masih ada pola pikir masyarakat bahwa uang merupakan balas jasa tanpa mereka sadari bahwa money politik adakah perbuatan melawan pidana pemilu.
Ketua Bawaslu Provinsi Papua Barat yang saat ini sebagai pelaksana tugas Bawaslu Papua Barat Daya Elias Idie,S.T menyebutkan, Money Politik ini menjadi tantangan bagi kualitas demokrasi dengan tetap optimis untuk memperbaiki karena tahapan pemilu masih tahun 2024,
“Upaya-upaya pencegahan untuk memberikan kesadaran bagi pemilih dari sisi edukasi publik karena money politik ini sudah macam budaya permisif masyarakat, tirani ini yang harus kita bongkar, ada dua pendekatan yaitu sisi peserta pemilu menggunakan uang sebagai cara untuk memenangkan kontestasi tetapi di kultur masyarakat kita juga sudah mulai terpola bahwa uang itu sudah merupakan kewajiban mereka terima untuk memilih yang memberikan uang itu,” ungkap Elias kepada awak media di kantor sementara KPU Provinsi Papua Barat Daya, Senin (2/1/2023).
Lebih lanjut dijelaskan Elias bahwa dengan money politik maka orang yang terpilih baik sebagai kepala daerah maupun anggota legislatif merasa tidak punya ikatan historis dengan konstituen, karena sudah dibayar sehingga hasil output demokrasi mengabaikan akomodafit publik ketimbang kepentingan kelompok dan golongan.
KENN