Koreri.com, Teluk Bintuni – Kabupaten Teluk Bintuni memperingati hari kelahirannya yang ke 20 tahun dengan mengusung tema “Bergerak Lebih Cepat, Bersinergi Lebih Erat”.
Peringatan yang dilaksanakan dalam sebuah upacara pengibaran bendera berlangsung di Gelanggang Argosigemerai, SP 5, Distrik Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, Jumat (9/6/2023).
Bupati Ir. Petrus Kasihiw, M.T bertindak sebagai Inspektur Upacara (Irup), dengan Komandan Upacara dipercayakan kepada Hosana Fimbay.
Peserta upacara berasal dari perwakilan TNI, Polri, ASN, instansi vertikal, ormas dan SMA/SMK.
Anggota DPR Papua Barat Dapil Teluk Bintuni, Syamsudin Seknun yang turut hadir memberikan apresiasinya.
“20 tahun ini bukan waktu yang mudah untuk sebuah kabupaten dalam berkarya sehingga dengan apa yang disampaikan oleh Bupati Piet Kasihiw tadi terkait tentang keberhasilan-keberhasilan pemerintah dari masa ke masa itu, kita harus memberikan apresiasi,” ungkapnya kepada Koreri.com seusai upacara, Jumat (9/6/2023).
Menurut Syamsudin, dari sinopsis yang dibaca tadi itu sangat jelas terlihat bahwa para pendiri Kabupaten ini memiliki sebuah impian yang luar biasa yaitu bagaimana suatu saat kelak anak cucu mereka itu akan melihat Bintuni ini sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada.
“Bintuni punya gas, punya hasil laut yang luar biasa, punya tambang yang begitu luar biasa. Inilah yang harus dikelola Pemerintah secara profesional sehingga masa depan masyarakat asli Teluk Bintuni ini bisa sejahtera sesuai dengan apa yang menjadi impian para pendiri Kabupaten ini,” urainya.
Pria yang akrab disapa SASE ini juga memuji strategi pembangunan yang dimulai sejak kepemimpinan Alfons Manibuy hingga era Piet Kasihiw.
“Saya melihat bahwa dengan adanya strategi Pembangunan yang dilakukan oleh Bupati mulai dari Alfons Manibuy dan wakilnya kemudian dilanjutkan era Piet Kasihiw dan Matret Kokop ini sudah memberikan sebuah starting awal untuk ke depan bagi figur yang akan melanjutkan kepemimpinan ini kemudian dia bisa mewujud nyatakan harapan dan impian yang akan dicapai,” pujinya.
SASE kemudian menyoroti soal kemiskinan ekstrim berdasarkan penilaian pusat yang dikaitkan dengan beberapa indikator.
“Jadi Pemerintah pusat dalam menentukan standar kemiskinan ekstrim ini menggunakan beberapa simpul sehingga kalau Teluk Bintuni dikatakan ada kemiskinan ekstrim, saya rasa bahwa itu harus diuji dulu datanya. Kenapa demikian? Karena masyarakat Teluk Bintuni sampai saat ini masih eksis seperti kemarin menghadapi situasi kondisi Covid-19,” bebernya.
Pasalnya, kabupaten-kabupaten lain mengalami stagnan dalam hal pembangunan, tata kelola pemerintahan ketika kondisi Covid, sedangkan Kabupaten Teluk Bintuni masih stabil.
“Kenapa itu bisa terjadi? Karena Kabupaten Bintuni ini masih memiliki saving pendapatan lainnya di luar daripada PAD itu sendiri. Sehingga tolak ukur kemiskinan ekstrim ini saya rasa ada sebuah anomali karena dengan siklus APBD atau standar APBD yang dimiliki Kabupaten Teluk Bintuni dengan segmentasi penduduk yang tidak terlalu banyak, saya rasa bahwa itu harus diuji dulu,” nilainya.
Karena menurut pandangan SASE yang juga berada di Komisi V DPR Papua Barat, dirinya melihat bahwa ada beberapa variabel yang sebenarnya digunakan oleh Pemerintah pusat dalam menentukan kemiskinan ekstrim itu sendiri.
“Jadi kalau ada beberapa distrik, kita gunakan itu saja sebagai batu loncatan, evaluasi diri kita khusus di Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni untuk bisa percepatan pembangunan ke depan. Dan kalau menurut saya bahwa masyarakat Bintuni sudah berada pada level dimana dia bisa bersaing dengan daerah-daerah lain. Tinggal kita melihat bahwa potensi masyarakat ini sebenarnya mau diarahkan ke mana potensi ekonominya. Karena tidak serta merta harus kita bersandar pada APBD Pemerintah daerah sehingga ini yang menjadi tanggung jawab kita bersama,” sambungnya.
Anggota Komisi V DPR Papua Barat ini bahkan berharap media massa bisa melakukan penelitian-penelitian standar terkait tentang sebenarnya karakter masyarakat Teluk Bintuni ini bagusnya diarahkan ke mana? Apa ekonomi mikro atau seperti apa?
“Ini yang harus kita lihat sehingga ketergantungan masyarakat itu jangan ada pada APBD. Karena itu kebiasaan kita lihat di beberapa kabupaten lainnya seperti itu,” pintanya.
Disinggung soal stunting di Teluk Bintuni sebagaimana pernyataan Pj Gubernur Papua Barat, SASE pun menanggapinya bahwa itu bukan persoalan baru.
“Ya, stunting itu kan begini. Ini di daerah Papua ini ketika kita berbicara tentang stunting, sebenarnya bukan persoalan baru sekarang tetapi karena faktor budaya juga yang ada di masyarakat Papua itu yang sedikit jadi masalah. Maka tugas kita harus memberikan pemahaman bahwa anak-anak muda itu jangan sampai kemudian mereka nikah dini dan lain-lain. Karena ketika itu terjadi maka pasti akan berpengaruh juga dari peningkatan stunting itu sendiri,” tekannya.
Dan paling bagus itu, tegas SASE, bagaimana Pemerintah daerah memberikan pemahaman kepada masyarakat lebih khusus saudara-saudara yang ada di pedalaman bahwa masa depan anak-anak ebih harus diperjuangkan ketimbang orang tua memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menikah dini.
“Ini yang harus kita sama-sama memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar merubah mindset berpikir itu karena pendidikan itu adalah salah satu benteng keberhasilan pembangunan di sebuah daerah, “ pungkasnya.
KENN