Koreri.com, Ambon – Langkah hukum eks ASN Pemerintah Kota Tual Aziz Fidmatan yang mempidanakan sejumlah Jaksa atas dugaan pemalsuan surat di Polda Maluku terus menjadi perhatian berbagai kalangan baik di daerah hingga pusat.
Terbaru, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI resmi mengeluarkan rekomendasi menindaklanjuti permohonan perlindungan yang diajukan
Rekomendasi tersebut dalam kepentingan mengawal penanganan dugaan tindak pidana pemalsuan surat oleh oknum Jaksa Kejaksaan Negeri Tual yang dilaporkan Fidmatan ke Polda Maluku.
Sebagaimana data yang diterima media ini, Senin (28/8/2023), LPSK RI resmi mengeluarkan rekomendasi Nomor: R-2412/1.4.2.APRP/LPSK/8/2023 tanggal 25 Agustus 2023 bersifat segera.
Rekomendasi tersebut ditujukan kepada Kapolda Maluku, up. Diresskrimum atau Penyidik yang menangani perkara dengan Laporan Polisi No: LP/335/VII/20222/SPKT/POLDA MALUKU.
Adapun rekomendasi tersebut terdiri dari beberapa poin, sebagai berikut :
- Rujukan – Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Surat Permohonan Perlindungan yang diajukan oleh Sdr. Aziz Fidmatan, dan Surat Keputusan LPSK No A.2433/KEP/SMP-LPSK/VIII/2023, tanggal 14 Agustus 2023
- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah mengambil keputusan terkait permohonan perlindungan sebagai Saksi Pelaku yang diajukan oleh Sdr. Aziz Fidmatan dalam perkara dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat.
- Berdasarkan Keputusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK sesuai rujukan angka 1 huruf c diatas, LPSK merekomendasikan agar Penyidik yang menangani perkara dimaksud untuk memberikan perhatian atas laporan dan proses penanganannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundag-undangan yang berlaku.
- Berkenaan dengan rekomendasi tersebut, mohon kiranya dapat diinformasikan tindaklanjutnya kepada LPSK.
Rekomendasi tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Dr. Muhammad Ramdan, S.H., M.Si.
Tembusan ditujukan kepada Ketua dan Wakil Ketua LPSK (sebagai laporan) dan Aziz Fidmatan selaku Pemohon.
Sementara itu, informasi yang diperoleh media ini, Ditreskrimum Polda Maluku hingga saat ini masih melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana pemalsuan suara dengan dasar Laporan Polisi No: LP/335/VII/20222/SPKT/Polda Maluku tanggal 22 Juli 2022 yang dilaporkan Aziz Fidmatan.
Penyelidik Polda Maluku juga sementara berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Tinggi Maluku untuk pemanggilan oknum Jaksa Heppies Notanubun, SH, MH cs selaku terlapor.
“Pemeriksaan tehadap para saksi telah dilakukan dan sementara dilakukan analisa dokumen guna menemukan ada tidaknya indikasi dugaan tindak pidana pemalsuan,” demikian pemberitahuan yang ditandatangani Plh Irwasda Polda Maluku Kombes Pol. Sigit Nuroohmat Hidayat, SH, MM.
Sebelumnya, mantan ASN Kota Tual Aziz Fidmatan resmi melaporkan Heppies Notanubun, SH, MH oknum Jaksa yang sebelumnya berdinas di Kejaksaan Negeri Tual ke Polda Maluku dengan Laporan Polisi No: LP/335/VII/20222/SPKT/Polda Maluku tanggal 22 Juli 2022.
Fidmatan melaporkan dugaan pemalsuan Surat Perjanjian (MoU) Pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual 2008 yang diduga dilakukan oleh oknum Jaksa tersebut saat proses hukum perkara korupsi yang didakwakan kepada panitia pembangunan sekolah dimaksud. Fidmatan salah satu pihak yang tergabung dalam kepanitiaan tersebut.
Terungkapnya indikasi pemalsuan surat perjanjian ini bermula saat Aziz Fidmatan mendapatkan salinan dokumen dari Pengadilan Negeri Ambon terkait perkaranya. Salah satunya adalah Surat Perjanjian (MoU).
Bahwa ternyata Surat Perjanjian yang dihadirkan JPU sebagai barang bukti dalam persidangan kasus Fidmatan adalah tertanggal 27 Juni 2008 dengan PPK atas nama BA. Jamlaay (tidak ditandatangani). Begitu pula Ketua Panitia atas nama Akib Hanubun yang saat itu belum ditunjuk sebagai Ketua Panitia.
Faktanya, surat perjanjian yang sesungguhnya sebagai dasar pengerjaan proyek sekolah di wilayah 3T itu baru ditandatangani oleh PPK dan Ketua Panitia pembangunan pada minggu keempat Oktober 2008 di Ambon.
Menariknya lagi, PPK pada proyek ini adalah Syukur Mony yang ditunjuk berdasarkan SK Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor: 716/A.A3/KU/2008 tentang Pengangkatan Pejabat Perbendaharaan Pengelola Dana Dekonsentrasi pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku TA 2008.
Sementara, Ketua Panitia Akib Hanubun yang penunjukkannya berdasarkan SK Wali Kota Tual Nomor : 421.3/SK/28/2008 tentang Pembentukan Panitia Pembangunan USB SMA Tayando Tam Kota Tual TA 2008 baru diangkat pada 15 Oktober 2008.
Fakta ini kemudian dipertegas melalui Putusan Majelis Komisi Informasi Maluku dalam sidang sengketa yang berlangsung di PN Ambon beberapa waktu lalu dan ditindaklanjuti rekomendasi Dinas Pendidikan Kebudayaan Maluku yang menyatakan bahwa badan publik tersebut tidak pernah menerbitkan surat perjanjian tertanggal 27 Juni 2008.
Tak hanya itu, pada dokumen lainnya seperti proposal panitia pembangunan dan Engineer Estimate yang juga diajukan dalam sidang kasus yang sama diduga kuat merupakan hasil rekayasa/palsu karena berisi keterangan yang sama baik nama PPK BA. Jamlaay dan Ketua Panitia Akib Hanubun yang saat itu belum ditunjuk sebagai Ketua Panitia.
Para Hakim pengadil dalam perkara ini telah terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim saat memutus perkara Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Amb dan Nomor : 08//Pid.Sus-TPK/2016/PN.Amb.
Sidang Pleno Komisi Yudisial RI, bertempat di Jakarta pada hari Rabu, 8 April 2020 dan Senin, 13 April 2020 masing-masing dihadiri 7 orang anggota KY RI sebagaimana petikan putusan yang diterima media ini, memutuskan hakim atas nama,
- Alex T. M. H. Pasaribu, SH, MH (jabatan saat ini sebagai Wakil Ketua PN Sibolga)
- R. A. Didi Ismiatun, SH, M.Hum (Hakim PN Ambon)
- Edy Sepjengkaria, SH, CN, MH (Hakim Ad Hoc Tipikor PN Ambon)
Terbukti melanggar angka 8 dan 10 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/V/2009/-02/SKB/P.KY/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim jo. Pasal 12 dan Pasal 14 Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/SKB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Adapun sanksi yang diterima para “Wakil Tuhan” ini mulai dari teguran tertulis hingga penghentian gaji selama satu tahun.
Angka 8 dan 10 sebagaimana poin yang dilanggar Hakim perkara SMA Tayando 10 mengutip Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI Nomor 047/KMA/SKB/V/2009/-02/SKB/P.KY/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yaitu : Berdisiplin Tinggi (poin 8) dan Bersikap Profesional (poin 10).
Petikan putusan diterima terpidana pada 31 Agustus 2020.